Selasa, 28 Januari 2014

Tahun Politik, Tetap Memandang Lawan Sebagai Teman dan Tanpa Menanggalkan Kewajiban



Oleh : Rahmat Kurnia Lubis*



Tahun politik tetap membuat kita untuk mengakui kebenaran dan kebaikan orang lain. mari berfastabiqul khairat tanpa harus saling menghujat sesama saudara. karena dengan berisi tegang hanya akan membuat kita menjadi lupa akan tanggung jawab yang jauh lebih besar. Banyak analisis para pakar dan asumsi sebagian masyarakat bermunculan terkait menjelang pemilu legislatif dan presiden ini. Namun tidak sedikit kemudian yang mengecam demokrasi, mengharamkan pemilu, memberikan perlawanan baik yang secara terang-terangan berbenturan ideologis atau mereka yang sudah masuk tahap aksi, di lain pihak ada orang yang menunaikan atau ikut serta dalam hingar-bingar demokrasi tapi kesalahan demokrasi yang telah di perbuat nya adalah dengan memberikan sebuah pengukuhan kebenaran absolut dirinya atau kelompok nya, dan mencoba menyerang kelompok lain. Seolah ideologi partai merupakan harga mati yang harus di bela. Itulah corak kehidupan bernegara dan berpikir dalam kehidupan politik manusia. Ini merupakan realitas hitam dan putih. Yang sudah jelas memberikan pernyataan, antara yang mengharamkan demokrasi dan di sisi lain memainkan peran demokrasi namun seolah mengukuhkan diri dan menafikan keberadaan yang lain.

Jika kita mengamati dari kelompok muda, maupun tua, kita akan kembali melihat peta pemikiran yang abu-abu, sederhananya jika kita memasuki sebuah warung kopi, akan ada segelintir orang yang tidak yakin terhadap kehidupan politik, menaruh harapan dan impian untuk kesejahteraan seolah suatu hal yang tidak pernah kunjung datang, para elit dan pemimpin di anggap hanya bisa retorika penghias media, bahkan sikap apatis itu di balas dengan pernyataan atas siapa saja yang memberikan bantuan langsung rupiah maka itulah pilihan sementara sambil menunggu pemain yang siap membayar lebih mahal dan untuk urusan bilik suara, merupakan hak setiap individu yang akhirnya sang calon pemimpin yang sudah menabur uang belum tentu juga terpilih. Di sisi  lain kita akan mendengar pernyataan sebagian orang bahwa pilihan untuk tidak memilih merupakan pilihan yang solutif baginya. Hal ini tentunya juga bukan tanpa alasan, yang walau ia secara terang-terangan tidak mengharamkan demokrasi tapi sikap apatis telah membuat dirinya jenuh melihat tingkah laku para elit, biasanya kelompok orang yang seperti ini akan menyampaikan bahwa orang baik saja kalau sudah terlibat masuk anggota parlemen tetap korup dan tidak peduli, bahkan pemimpin atau orang yang mengerti agama saja masuk dalam kategori tindak pidana korupsi atau perbuatan asusila lainnya. Ini sudah rahasia yang secara umum di sampaikan.

Perlawanan terhadap kehidupan demokrasi sangat sering kita dengarkan baik oleh ideologi maupun dengan pernyataan apatis tadi, hal ini bisa secara langsung ketika dialog maupun melalaui media sosial. Perlu kita ketahui terlebih dahulu agar kita menjadi orang yang bijak dalam menentukan pilihan dan sikap, bahwa tujuan berdemokrasi ini adalah untuk mendamaikan, menjaga keutuhan, dan salah satu jalan untuk mewujudkan tatanan kehidupan bernegara. Karena kita hidup dalam alam plural, yang jumlah kepulauannya ribuan dari yang berpenghuni sampai tidak berpenghuni, keberagaman budaya, dan agama, tentu tidak semudah yang kita bayangkan dalam menampung aspirasi, maka di perlukan wadah yang secara khusus netral untuk menjadi jembatan penghubung bagi kehidupan bernegara dalam suatu bangsa yang berserikat dengan dasarnya yaitu Undang-Undang dasar 1945 dan Pancasila tentunya.

Dalam sebuah qaedah ushul di jelaskan bahwa apa-apa yang kamu tidak bisa melakukannya semua, maka janganlah kamu meninggalkannya semua. Ini artinya jika kita tidak bisa melakukan perbaikan, perubahan secara revolusioner maka lakukanlah apa yang bisa di perbuat tanpa harus mengutuk keadaan yang ada. Ibarat kata bahwa membersihkan sesuatu hal itu tidak hanya bisa di lakukan dengan berteriak dan berdemo, jika ingin membersihkan sumur maka terjunlah atau pakai alat yang benar untuk bisa menjernihkan mata air di dalamnya, karena jika hanya dengan berteriak dari luarnya tidak akan merubah keadaan. Jika politik saat ini menjadi jalan penghubung demokrasi menuju kepemimpinan bangsa, nasional atau menjadi perwakilan rakyat di gedung parlemen maka politik bisa menjadi sebuah kewajiban, persoalannya kemudian adalah pergunakanlah politik yang sehat, mari kita lihat figur/sosok yang mampu menjadi perpanjangan tangan maupun penyambung lidah masyarakat kecil ini. Karena sama halnya jika kita tidak memilih itu justru tidak akan merubah keadaan, ketika suara kita tidak di berikan kepada yang lebih baik di antara yang terburuk maka kemungkinan suara kita akan jatuh kepada yang lebih buruk dari pada yang kita sangka, kebijakan bisa berubah total jika suara kita tidak dapat menaikkan orang-orang shaleh ke lembaga negara ini. Jika orang-orang liberal, orang-orang fundamentalis yang tidak mempergunakan logika, orang-orang sesat justru berlomba-lomba ikut ambil bagian dalam pergolakan pemilihan/memasuki kantor wakil rakyat ini, maka seharusnya juga kita ambil bagian untuk menentukan sikap. 

Yang lebih penting adalah bagaimana sebagai penonton maupun pemain yang meramaikan haknya untuk memilih dan di pilih untuk tetap menjaga silaturrahim, tidak serta merta hanya mencari kesalahan orang lain, namun tetaplah berpikir dengan politik yang sehat, santun dan tetap menjalankan kewajiban sebagai pekerja, sebagai suami, dan sebagai bagian masyarakat. Politik yang di percontohkan nabi adalah seni untuk mengolah kesempatan untuk kebaikan bersama. Jika kita review kembali sejarah, bahwa kanjeng Nabi Rasulullah saw begitu menghormati kawan, maupun lawan, dan tetap menyampaikan yang benar tanpa harus mencari-cari celah untuk menjatuhkan orang lain. Sifat yang melekat pada pribadi agungnya Rasulullah saw adalah sidiq, amanah, tabligh, fathanah. Empat sifat nabi ini menjadi dasar bagi setiap makhluk untuk berbuat. Terlepas apapun profesi kita maka kejujuran, menjadi orang yang menunaikan kepercayaan, menyampaikan dengan transparansi, dan cerdas merupakan pilar untuk mewujudkan tatanan kehidupan yang lebih bermartabat baik secara individu maupun kolektif.   

Pernahkah kita membayangkan kehidupan yang jauh dari prasangka, ini adalah idealnya kehidupan, terlepas dari manapun asal, agama, suku budaya, dan perahu apa yang menjadi kendaraan politiknya. Maka itu akan tetap indah, karena tujuan berpolitik dan menjabat sebagai kepala daerah, anggota legislatif dan presiden hanyalah kesejahteraan. Jika kita sudah mau saling menasehati dalam kesabaran dan kebenaran, menanggalkan sifat rakus dan ketamakan terhadap popularitas dan jabatan maka setiap kita akan mau di pimpin dan memimpin, karena tidak ada alasan untuk mencari jalan kebusukan orang lain, karena hidup kita memang sudah bermartabat dan mulia. Marilah kita berpikir rasional, objektif, dan menjauhkan prasangka, serta mengawal kehidupan harmonis untuk semua agama dan bangsa sebagai kewajiban khalifatullah di muka bumi ini.

*Penulis Adalah Alumni Program Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar