Selasa, 28 Mei 2013

“Assalamualaikum”, WNI pun Selamat dari Teroris Aljazair



Disangka sebagai orang Filipina, Andri Ansari (40), Warga Negara Indonesia (WNI) hampir saja terbunuh saat kelompok teroris menyerang lapangan gas milik perusahaan Inggris, British Oil Company (BP) di Amena, Aljazair, Rabu  (16/1/2013). Namun ia selamat setelah mengucapkan “Assalamualaikum” kepada kelompok teroris dan mengatakan bahwa dirinya adalah muslim asal Indonesia.

Ia mengisahkan, sekitar jam 5.30 pagi dirinya tiba di lokasi kejadian. Saat itu ia mendengar suara tembakan yang disangkanya berasal dari senapan pasukan militer Aljazair untuk membubarkan demonstrasi buruh. Belakangan, sekitar pukul 8.15 pagi ia baru tahu jika suara tembakan tersebut berasal dari kelompok teroris yang menyerang dan menguasai komplek lapangan gas tersebut.
Andri melihat seorang bersenjata yang disangkanya pasukan militer Aljazair dan hendak minta tolong. Namun Andri justru ditangkap karena disangka orang Filipina. Lalu teroris membawanya ke restoran di mana para warga asing dikumpulkan di sana.

“Di depan restoran ada seorang teroris yang berjaga. Saya menyapanya dengan kata ‘Assalamualaikum.’ Spontan teroris itu kaget. Dengan aksen Mesir, ia lantas meminta saya memperlihatkan paspor saya. Setelah memeriksa paspor, ia tersenyum dan menanyakan apakah saya muslim? Lekas saya jawab, ‘Ya saya muslim.’ Teroris itu lantas mengatakan,   ‘Tenang saja, kamu akan aman di sini karena kamu saudara saya sebagai sesama muslim. Saya lantas diperkenankan bergabung dengan para warga Aljazair yang muslim juga di dekat pintu masuk kompleks. Saya mungkin satu-satunya orang asing di kelompok orang Aljazair itu,” kisah Andri panjang lebar.
Sekitar enam jam kemudian atau sekitar pukul 15.00 waktu setempat, sebuah bus militer Aljazair tiba dan membebaskan Andri bersama warga Aljazair tersebut. Mereka lantas dibawa ke fasilitas militer Aljazair dan diinterogasi dengan berbagai pertanyaan.

Saat insiden terjadi, Andri baru saja dua pekan tiba di Aljazair setelah menikmati liburan tahun baru di Indonesia.

“Saya bekerja sebagai tenaga kontrak BP Plc (British Petroleum) sejak Mei tahun lalu. Sempat kembali ke Indonesia untuk liburan, lalu datang lagi ke Aljazair 2 Januari lalu,” paparnya.

Andri sendiri tanggal 18 Januari dikirim ke London bersama tiga orang asing lain. Pesawat melewati Spanyol. Di London Andri diwawancarai selama empat jam oleh polisi Inggris dan FBI Amerika. Lalu setelah membenahi dirinya dan ganti baju, Andri akhirnya bisa pulang ke Indonesia tanggal 20 Januari lalu.

“Saya sangat bersyukur dan bahagia pada kenyataan saya seorang muslim dari Indonesia, benar-benar sangat beruntung,” ungkapnya.

Sumber= Lazuardi Birru

Sabtu, 25 Mei 2013

Memahami Teks Alquran Harus Seiring Realitas





Dalam Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Ulama Alquran di Serang, Banten yang berlangsung 21-23 Mei 2013, Direktur Pusat Studi Alquran (PSQ) Jakarta, Muhammad Quraish Shihab berpesan agar peserta benar-benar memahami teks Aquran dan realitas yang berkembang. “Teks itu perlu. Sebab, Alquran adalah sumber dari Allah. Teks Allah yang susun untuk kepentingan umat manusia sepanjang masa,” kata Quraish Shihab, Rabu (22/5).

“Dan karena Alquran dari Allah, bukan hasil budi daya manusia maka Alquran bukan budaya,” imbuhnya.
Menurut Quraish, teks mengandung berbagai makna. Karena itu, kata dia, kita dapat memilih salah satu makna-makna itu sesuai dengan perkembangan masyarakat dan budaya yang berkembang. Dengan demikian pemahaman kita bisa berbeda dengan masyarakat lalu atau sebelumnya. “Saya kira, memahami teks Alquran harus sambil memahami realitas. Realitas saja tak memuaskan. Teks saja tanpa realitas juga tak memuaskan,” ungkapnya.

Pada Mukernas tersebut, pakar tafsir Indonesia ini juga membedah Tafsir Tematik yang disodorkan panitia pelaksana. Ada beberapa judul, di antaranya: “Jihad: Makna dan Implementasinya”, “Alquran dan Isu-Isu Kontemporer”, “Moderasi Islam”, serta “Kenabian (Nubuwah) dalam Alquran”. Termasuk pula Tafsir Ilmi bertajuk “Kisah Nabi Pra Ibrahim dalam Al-quran”, “Hewan dalam Perspektif Alquran dan Sains”, “Seksualitas dalam Perspektif Alquran dan Sains”, serta “Manfaat Benda-Benda Langit dalam Perspektif Alquran dan Sains”. [az]

#Kemenag

Jumat, 24 Mei 2013

Menag: Perlu Pemahaman Inklusif bagi Kerukunan





Seiring dengan semakin kompleksnya tantangan kehidupan keagamaan yang begitu dinamis, masyarakat Muslim Indonesia membutuhkan pemahaman yang mendalam terhadap Alquran. Keragaman masyarakat Indonesia dari segi agama, budaya, suku dan etnis, menuntut adanya pemahaman yang inklusif agar tercipta kerukunan dan keharmonisan. Penegasan ini disampaikan Menteri Agama Suryadharma Ali saat membuka Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Ulama Alquran di Serang, Banteng, Selasa malam (22/05).
Menurut Menag, pemahaman inklusif sangat dimungkinkan, mengingat karakter bahasa Al-quran yang terbuka untuk dipahami secara beragam. “Dalam ungkapan Imam Ali, Al-Qur`an disebut “hammâlun dzû wujûhin” (mengandung beragam penafsiran),” ungkapnya.

Karenanya, lanjut Menag, tidak heran jika semua paham dan aliran keagamaan mengaku bersumber dari Alquran dan Hadis. Keragaman aliran dan paham keagamaan sejatinya memperkaya khazanah peradaban Islam dengan berbagai alternatif pemikiran yang dapat memberikan kemudahan dan pilihan bagi umat dalam beragama. “Dalam konteks ini, perbedaan dapat menjadi rahmat,” imbuhnya.

Bagi Menag, persoalan muncul ketika perbedaan itu dibawa ke ranah yang sempit dengan balutan fanatisme yang berlebihan, sehingga melahirkan sikap saling mem-bid`ah-kan (tabdî`), saling menyesatkan (tadhlîl), merasa paling benar, dan mengkafirkan pihak-pihak lain (takfîr).

“Misi penyebaran agama (dakwah) seringkali dilakukan tidak dengan memperhatikan kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat yang sangat majemuk, sehingga terjadi benturan budaya dan ketegangan di tengah masyarakat, bahkan berujung pada konflik kekerasan atas nama agama,” ungkapnya.

Fenomena tersebut, lanjut Menag, tidak terlepas dari kenyataan bahwa semangat keberagamaan masyarakat Indonesia yang terasa begitu tinggi belum diimbangi pengetahuan dan tradisi ilmiah yang kuat, sehingga slogan “kembali kepada Alquran dan sunnah” yang sering kita dengar, dalam pemahaman dan penerapannya sering membuat kita berbeda, bahkan ‘berkelahi’.[az]

#Kemenag

Kamis, 23 Mei 2013

Bebas Buta Aksara, Bukan Jaminan Paham Alquran





Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran (LPMA) Balitbang Diklat Kementerian Agama menyelenggarakan Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Ulama Alquran di Hotel Le Dian, Serang, Banteng, Selasa malam (22/05). Acara ini diagendakan akan berlangsung sampai dengan tanggal 24 Mei 2013.

Dalam sambutannya, Menteri Agama Suryadharma Ali menegaskan bahwa berbagai upaya yang memudahkan orang mengenal baca tulis Alquran memang telah berhasil membebaskan Indonesia dari buta aksara Alquran. Namun demikian, hal itu belum melenyapkan buta aksara pemahaman Alquran.

Mengutip ungkapan kolomnis Mesir, Ragab al-Banna, Menag mengatakan bahwa fenomena itu bisa disebut dengan istilah al-ummiyyah al-dîniyyah. “Istilah ini hemat saya tidak berlebihan, sebab terinspirasi dari sebuah ayat Alquran yang menyatakan: Dan di antara mereka ada yang buta huruf, tidak memahami Kitab Taurat, kecuali hanya berangan-angan dan mereka hanya menduga-duga,” kata dia.

Ayat ini, lanjut Menag, disebut dalam konteks kecaman Allah terhadap Bani Israil yang menyebut sebagian mereka sebagai ummiyyûn (buta huruf). “Bukan karena tidak bisa membaca dan menulis, tetapi lantaran mereka tidak memahami kitab suci,” terang Menag.

Menurut Menag, kalaupun memahami itu hanya sebatas dugaan dan perkiraan yang tidak didasari ilmu pengetahuan yang mendalam.
Menag menambahkan bahwa Malik Ben Nabi, seorang tokoh reformis dunia Islam asal Al-Jazair, menulis bahwa sebelum lima puluh tahun ini kita baru mengenal satu penyakit saja, yaitu kebodohan dan buta huruf. “Ini dapat disembuhkan,” katanya.

“Tetapi kini kita melihat penyakit baru yang sangat buruk, yaitu “sok pintar” dan mengaku “serbatahu”. Ini sangat sulit diobati, bahkan tidak bisa diobati,” imbuhnya.
Menag mengajak semua pihak untuk membangun ketahanan pemikiran dan pemahaman keagamaan bagi masyarakat dalam menghadapi gempuran berbagai paham dan budaya, melalui pendidikan agama dan keagamaan yang berkualitas.

Upaya membangun “al-amnul fikriyy” ini tidak kalah pentingnya dengan upaya pemerintah lainnya dalam membangun ketahanan pangan (al-amnu al-ghidzâ`iyy) dan ketahanan energi (amnu al-thâqah). “Kementerian Agama sangat berkepentingan dengan terbangunnya ketahanan pemikiran dan pemahaman keagamaan masyarakat. Sebab, pembangunan nasional akan berhasil antara lain dengan membangun kehidupan keagamaan yang berkualitas,” tegasnya.[az]

#Kemenag

Rabu, 22 Mei 2013

CINTA TANAH AIR SEORANG MUSLIM






Cinta tanah air merupakan sebuah semangat yang mengakar kuat dalam diri para pahlawan Bangsa. Kemerdekaan Bangsa Indonesia telah dibayar mahal oleh para Pejuang tanah air, mereka rela mengorbankan harta, bahkan jiwa dan raga mereka demi kemerdekaan. Keadaan ini menggambarkan betapa semangat Nasionalisme pada waktu itu sangat tinggi, semangat untuk memperjuangkan hak-hak bangsa begitu teruji, tidak ada rasa gentar sedikitpun dalam jiwa-jiwa penuh semangat perjuangan, meskipun bambu runcing harus melawan meriam. Kurangnya perlengkapan perang tidaklah menjadi masalah, yang terpenting anak cucu merasakan haknya sebagai Pewaris Utuh Bangsa Indonesia.

Kini Indonesia telah merdeka. Ketika Pahlawan kita masih hidup, tentu pertanyaan juga sebuah harapan yang selalu tersirat dalam hati mereka adalah: Apakah perjuanganku membuahkan hasil? Ataukah sia-sia? Siapakah yang melanjutkan perjuanganku kelak? Tentu tidak ada yang sia-sia dengan perjuangan mereka, kita bisa merasakannya hingga detik ini. Dulu para pendahulu makan seadanya, bahkan Umbi mejadi makanan Istimewa dan nasipun masih langka, bukan karena tidak ada tetapi karena dirampas oleh yang bukan haknya. Hari ini rakyat Indonesia sudah merdeka, perjuangan mereka tidaklah sia-sia, namun adakah anak bangsa yang mau mengisi, menyempurnakan, dan tentunya melanjutkan perjuangan para Pahlawan?  Inilah titik sentral sebuah kemerdekaan, negara semakin maju atau kembali dijajah? Tergantung pada Pundak siapa Bangsa ini dititipkan. Sukarno pernah berkata: “Serahkan Kepadaku 10 orang Pemuda, niscaya kan kugoncangkan Dunia”.

Pemuda adalah tunas Bangsa, pemangku amanah besar bangsa Indonesia. Pemuda dari sisi biologis tentunya dimulai sejak Remaja, dalam bahasa Sunda sering disebut  (Pamuda alit). Pamuda alit ini adalah masa transisi, masa penuh pertanyaan dan rapuh akan pendirian, karena masa tersebut adalah masa pencarian. 

 Remaja, seperti uraian di atas kita mengenal mereka secara Biologis sebagai sosok yang melewati fase kanak-kanak dan menjelang dewasa, sementara dari sisi Psikologis sebagai Sosok pencari jati diri yang sangat riskan dengan pancaran pengaruh di luar Eksistensinya. Terkait dengan Budaya bangsa, jelas hari ini Remaja mulai kehilangn jati dirinya sebagai Bangsa Indonesia. Kepudaran Budaya Bangsa dalam jiwa muda Indonesia terlihat dalam gaya hidup mereka, yaitu ketika mereka lebih mencintai budaya asing daripada budaya bangsa. Media, teman, keluarga, sekolah, dan segala sesuatu yang berada di luar eksistensinya akan sangat mempengaruhi sosok mungil itu untuk kelak dia menjadi Remaja seperti apa? Dalam hal ini, orang tua sebagai sosok yang sangat dekat dengan anak, memiliki peranan besar dalam menanamkan nilai-nilai KeIndonesiaan dalam diri anaknya.


Nasionalisme adalah kata yang sering digunakan dalam mengungkapkan rasa cinta terhadap tanah air. Kata lain yang sering digunakan dalam mengungkapkan kecintaan terhadap tanah air adalah patriotisme. Kata ini dibentuk dari kata patria dan isme. Kata patria berarti bangsa atau tanah air. Kata isme dalam kata patriotisme adalah ajaran, semangat, atau dorongan. Jadi, kata patriotisme memiliki arti ajaran atau semangat cinta tanah air. Cinta Tanah air (Hubbul Wathon), sebenarnya masih menjadi polemik di kalangan Umat Islam sendiri. Polemik ini bermuara pada penilaian Hadits yang sering dijadikan dalil Patriotisme oleh sebagian Umat Islam (Cinta tanah air sebagian dari Iman). Menurut Asy Syaikh Al-Albani di dalam Silsilah Al Ahadits Adh-Dhaifah (1/110): Maudhu’ (hadits palsu). Sebagaimana yang dikatakan Ash-Shaghani (hal. 7) dan juga yang selain beliau.
Terlepas dari polemik di atas, maka nasionalisme sesungguhnya telah diakui di dalam Al-qur’an Surah Alhujurat Ayat 13:

Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang lelaki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di hadapan Allah adalah orang yang paling takwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Mengenal’’.

Semangat Nasionalisme yang ditunjukan dalam ayat tersebut jelaslah berimplikasi kepada nilai perseudaraan, perkawanan, bukan permusuhan. Nasionalisme bukan dimaknai sebagai bentuk Penyerangan, penjajahan terhadap bangsa lain, tetapi bentuk perdamaian, kerjasama dan dalam kondisi terdesak merupakan sebuah benteng untuk mempertahankan haq, tentunya dalam Qoridor kebenaran. Teringat sebuah hadits yang disampaikan Raulullah SAW: ’’Siapa pun orang muslim yang mati karena mempertahankan tanah miliknya maka dia terhitung mati syahid’’. Maka sebagai Umat Islam, kita layak dan wajib untuk mempertahankan sesuatu yang telah diamanahkan kepada kita dari rampasan orang lain (para penjajah). Hal ini telah dibuktikan oleh para pendahulu kita, oleh sebab itu sudah saatnya kita sebagai seorag Muslim membuktikan akan rasa cinta terhadap tanah air kita.


#Mahasantri Ma’had UIN Syarif Hidayatullah Jakarta