Sabtu, 25 Januari 2014

Menjadi Pribadi yang Sukses dengan Berislam


Oleh:  Rahmat Kurnia Lubis*

Menurut Robert N. Bellah, masyarakat muslim klasik itu “modern” (terbuka, demokratis, dan partisipatif ), dan bahwa keadaan itu berubah total setelah tampil nya dinasti Bani Umayyah. Oleh karena itu, kesenjangan yang ada sekarang antara ide dan realitas dalam masyarakat-masyarakat Islam harus ditelusuri sebagai kelanjutan apa yang dilihat oleh Bellah sebagai “kegagalan” dimasa-masa awal itu sendiri. Secara jujur kita harus mengakui bahwa proses perjalanan nya telah terkontaminasi oleh kepentingan, keyakinan telah masuk kepada ranah politik maka lahirlah teologi, perbedaan persepsi dan ideologi telah membuat mereka menjadi generasi yang berdarah-darah akibat perebutan sebuah dinasti, belum lagi kebijakan yang muncul dari sang khalifah penguasa adalah karena arogansi dan kesenangan individu semata, inilah dia realitas pahit yang ada, tentunya  disamping itu ada banyak hal juga yang menjadi memoar indah dalam sejarah pengembangan Islam hingga kelak dia bisa masuk kebelahan penjuru mana di beberapa benua dunia. Oleh hal itu keyakinan dan cara kita berIslam itu bisa jadi kemudian adalah atas sebuah doktrin politik yang mengakar kuat di zaman umawiah maupun abbasiah namun tetap kita seolah merasa bahwa prinsip itulah yang paling benar adanya, kita hampir tidak bisa membedakan antara Islam dan pemikiran Islam, agama dan pemikiran keagamaan, hingga sesuatu hal yang harusnya bersifat elastis dalam sebuah pewacanaan dan pengaktulisasian sebuah doktrin akhirnya menjadi penyandraan tersendiri terhadap akal dan waktu, karena jelas masa kini telah berbeda dengan masa lalu yang sudah ditinggal pergi oleh zamannya. Marilah kita simak kutipan dibawah ini melalu Encylopaedia Britannica “Islam”:

“sejak dari asal mulanya Islam, melalui ajaran prinsip-prinsip moral dan berlakunya hukum dalam kenyataan pembaruan masyarakat merupakan bagian dari inti ajaran Islam. Sungguh, Islam dapat dilukiskan sebagai gerakan pembaruan yang didukung oleh ide keagamaan dan etis tertentu yang sangat kuat berkenaan dengan Tuhan, manusia, dan alam raya. Di Madinah, begitu keadaan mengizinkan, Nabi membentuk komunitas negara dengan sebuah konstitusi dan sesuai dengan tuntutan keadaan, perundang-undangan yang diperlukan pun dibuat untuk komunitas negara itu, baik dalam bentuk ordonasi dari al Quran maupun perintah-perintah Nabi, yang biasanya melalui musyawarah dengan satu komunitas. Faktor yang paling fundamental dan dinamis dari etika sosial yang diberikan oleh Islam ialah egalitarianisme semua anggota, tidak peduli warna kulit, ras dan status sosial atau ekonomi nya, adalah partisipan yang sama dalam komunitas”.

Dari pernyataan diatas maka seharusnya Islam sebagai agama bisa melahirkan sebuah kesejahteraan, kedamaian dan kesuksesan dalam berdikari, sebenarnya ada banyak hal kajian Qurani yang telah kita tinggalkan, hingga ia hanya sebatas wacana yang tidak pernah membumi. Pernahkah kita menyadari bahwa banyak penelitian hingga akhirnya yang serius untuk menangkap pesan Qurani itu adalah orang yang nyata-nyata kufur terhadap Tuhan Allah Azza Wajalla. Lihatlah al Quran bagaimana mengingatkan manusia terkait dengan waktu, perencanaan, profesionalitas, dan membaca, secara filosofis bahwa Tuhan mengajarkan kita banyak hal yang harus kita tangkap pesannya. Allah menginginkan kita menjadi generasi yang sukses bukan menjadi generasi yang gagal karena itulah wahyu diturunkan dalam tataran normatif yang harus dikaji secara mendalam agar lebih relevan dan bersaing dengan zaman. Rasulullah mengajarkan kepada sahabat-sahabat nya sebuah komitmen dan pemikiran yang mendalam tentang Islam, mereka hanya diajari di universitas-universitas kenabian yang nota benenya pembelajaran itu dilaksanakan hanya dari masjid ke masjid, namun pada akhirnya mereka mampu menjadi generasi yang unggul, hampir tidak ada para sahabat nabi yang tidak mempunyai kecakapan yang terampil sesuai dengan kapasitas dan potensi yang di miliki nya, semuanya terasah dan akhirnya bermanfaat bagi manusia lainnya. Ada sahabat yang memang dikenal sebagai seorang saudagar seperti Abu Bakar, sebagai ilmuwan Ali Bin Abu Thalib, ada yang terkenal karena nalar kemujtahidannya adalah Abdurrahaman bin Auf, karena kefasihan lidahnya sebagai diplomat, dan mereka yang ahli strategi militer semuanya terkumpul dalam rumpun sahabat nabi. Mereka semunya terbentuk atas dasar potensi yang mereka miliki dan kemudian sang Rasul membebaskan dengan pilihan-pilihan hidup mereka dengan inspiras wahyu dan digelorakan semangat nya oleh kanjeng Nabi.

Ada tiga rahasia sukses yang menjadi concern utama pemikiran Islam yang telah diajarkan oleh baginda nabi, pertama adalah quwatul aqidah, kedua quwatul fikriyah, dan ketiga adalah quwatul ukhuwah, ketika tiga hal yang paling fundamen ini menyatu dalam kepribadian seseorang maka ia akan menjadi manusia yang paling bermanfaat, melahirkan jiwa-jiwa yang berilmu pengetahuan, yang mencintai Tuhan dan agama nya serta tidak akan melepaskan diri dari jiwa sosial nya. Dengan akidah yang benar kita akan mengetahui hak dan kewajiban hidup di bumi ini, dan akan kemana akhir dari pada bumi persinggahan ini karena tidak akan ada yang abadi kecuali Rabb semesta, melalaui penalaran yang logis dan sistematis akhirnya kita akan mampu menguasai tekhnologi, mengikut arus modernisasi, globalisasi tanpa tergilas oleh zaman yang terus berputar dan berubah ini, makanya sifat keterbukaan diri itu harus dibangun untuk menguasai cakrawala pemikiran dan formula yang tepat dalam hal keilmuan, tidak heran kiranya jikalau sang baginda nabi justru menganjurkan umat Islam di masa nya untuk menuntut ilmu sampai ke negeri Cina, itu artinya sebuah pertanda bahwa kita harus dengan sigap terhadap perkembangan zaman dan keilmuan tanpa membeda-bedakan satu sama lain arti sebuah kebenaran ilmu, seperti kata Muhammad Iqbal bahwa ketika kita mengambil kebenaran bukan berarti harus mengganti baju dan merubah warna kulit kita, mengambil sesuatu hal yang bermanfaat dari mereka bukan kemudian juga harus menanggalkan sesuatu yang paling mulia dari kita, inti nya membuka diri terhadap segala perubahan adalah hal paling mendasar untuk sebuah peradaban dan kemajuan sebuah individu. Sementara itu silaturrahim yang terbangun dengan baik akan melahirkan suasan psikologis yang damai, nyaman dan melahirkan kesalehan sosial yang satu sama lain mempunyai ketergantungan untuk sebuah ketergantungan yang sama yaitu membumikan nilai-nilai universal sebuah kemanusiaan di alam semesta ini.

Las but not Least,  dalam kehidupan nabi telah terangkai empat sifat pokok yang menjadi sebuah acuan penting bagi kehidupan modern ini, yaitu sifat sidik, (kejujuran), tabligh (transfaransi), amanah (dipercaya), fathanah (cerdas). Hal langka inilah yang seharusnya terus kita kembangkan jika ingin lebih berperadaban, karena dengan sifat utama dari baginda nabi tersebut, apa pun profesi kita, siapa pun yang kita hadapi, dan di mana pun kita berada, tidak ada masalah, dan yang pasti baik lawan maupun kawan akan menempatkan posisi kita sebagai orang yang di percayai walai ia musuh sekali pun, bak ibarat nabi Muhammad saw, tidak ada satu pun dari kaum kafir yang menafikan kejujuran baginda nabi ini. Kita membutuhkan jiwa dan pribadai yang baik dalam membangun keberagamaan yang sehat dan kebangsaan yang bermartabat.


 * Penulis Adalah Alumni Program Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar