Kamis, 30 Januari 2014

Musibah Sebagai Ujian Kehidupan Untuk Menambah Ketaatan Dalam Menggalang Persatuan



Oleh:  Rahmat Kurnia Lubis*

Musibah tentu nya suatu hal yang tidak bisa di elakkan dari Takdir-Nya Allah SWT, baik musibah yang berlaku secara  individual maupun kolektif, muhasabah akhirnya menjadi suatu hal yang penting, namun sejati nya bagi seorang muslim setelah merenungi tentang apa, bagaimana dan kenapa, maka sejati nya  harus memunculkan sebuah kesadaran untuk memperbaiki akhlak, memperkuat ibadah, atau mendekatkan diri kepada Allah SWT serta menggalang solidaritas dalam menghadapi ujian nya Allah SWT tersebut.  Allah berfirman dalam al Quran : 

Walanabluwannakum bisyay-in minalkhawfi waaljuu'i wanaqshin mina al-amwaali waal-anfusi waaltstsamaraati wabasysyiri al shshaabiriina. [QS Al Baqarah (2) ayat 155].

Artinya : Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan  berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. Ayat ini di sambung dengan ayat berikutnya yang mengatakan orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji´uun".

Antara Ujian, Musibah dan Laknat (adzab) sering menjadi pembahasan yang kemudian di salah artikan untuk menyampaikan sesuatu maksud dalam berceramah atau pesan, ketika seseorang tidak menyukai tentang sesuatu hal, baik terhadap ideologi, personal, maupun konteks yang lebih luas, maka dalam hal  musibah ini, ia akan mempropaganda orang lain dengan menyebut kejadian yang terjadi sebagai laknat, begitu sebaliknya ketika musibah datang kepada diri maupun kelompok nya, ia hanya dengan serta merta mendakwahkan inilah ujian dari Tuhan semesta.  Saat ini ujian maupun musibah merupakan bahasa yang cukup damai untuk disampaikan kepada semua orang ketika terjadi bencana, tidak perlulah seorang muslim menyebut kepada muslim, atau orang lain dengan sebutan laknat dan adzab, karena akan mengandung polemik baru. Tentu nya ini jika misalnya si A yang di tuduhkan sebagai pembawa bencana oleh si B, maka secara otomatis pernyataan si A akan di balas dengan si B dengan pernyataan yang tidak kalah hebat nya, akhirnya menimbulkan polemik yang bisa mengangkat idealisme agama, budaya bahkan negara, jika hal tersebut terjadi maka peradaban manusia akan runtuh. Inilah pentingnya pembahasan terhadap sesuatu hal dengan bijaksana.

Saat ini ada banyak ujian atau musibah yang terjadi di bumi Indonesia, apakah kita harus bertaubat, tentu nya harus iya, artinya jika ada kesalahan, emosional, dan perilaku terhadap atasan maupun rakyat jelata, kemaksiatan yang sudah di perbuat melalui struktural maupun arogansi ke akuan atau pembelaan terhadap keyakinan dengan membombardir lawan atau teman, itu semua harus di akhiri, mari kita mendekatkan diri kepada Allah SWT, pendekatan diri adalah dengan memperbaiki hubungan terhadap manusia dengan memberikan hak sesama, tidak merusak, dan berkeadilan, sementara ibadah kepada Allah adalah dengan memperbanyak dzikir dan mohon ampun. Buah dekat kepada Allah yang mencintai kelembutan dan kasih sayang ini tentu nya menjadi terintegrasi atau sesuatu hal yang membumi dalam setiap langkah dan kebijakan. Inilah sejati nya seorang muslim yang tangguh.

Banjir, kemacetan, kekurangan pangan, kesehatan, serta pendidikan merupakan ujian yang harus kita berikan solusi nya, setelah hampir 69 tahun Indonesia merdeka, masih menumpuk pekerjaan yang harus kita atas secara bersama, harus kita pahami kemajuan peradaban itu harus di bangun secara bersama, mengatasi masalah harus di pikirkan secara kolektif, dan melestarikan nya menjadi tanggung jawab semua umat terkhusus sebagai seorang muslim.  Kekuatan itu ibarat lidi yang akan kuat dan optimal ketika digabungkan di antara ratusan lidi dan akan sangat rapuh jika hanya bekerja sendiri. Seorang muslim di berikan keleluasaan untuk berpikir rasional, objektif dan saling membantu dalam hal apa pun termasuk bekerja sama dengan seorang yang tidak beragama Islam. 

Bingkai yang di bangun oleh Islam adalah berlandaskan tauhid, dengan mengedepankan moral yang anggun dalam berperilaku. Siapa-siapa yang menyayangi atas apa pun yang ada di bumi niscaya ia akan di sayangi oleh apa yang ada di langit.  Dalam kondisi sulit orang yang mengalami musibah tentu nya perlu bantuan, bantuan bisa beragam corak dan warna yang harus kita berikan, mulai dari mendoakan, membantu secara finansial, pikiran, tenaga serta turut menguatkan hati mereka yang terkena bencana, jika misalnya ada pertanyaan, kenapa Allah SWT kemudian menciptakan dosa dan pahala, hitam dan putih, kuat dan lemah, kaya maupun miskin. Sesuatu hal yang saling berlawanan, maka jawaban nya adalah agar setiap manusia bisa saling melengkapi dan memiliki potensi untuk menggandakan amalan nya. 

Bagi pemimpin agama maupun pemimpin nasional yakni pimpinan lembaga pemerintahan, sudah seharusnya menyikapi berbagai macam ujian dan musibah ini dengan bijaksana, yaitu dengan memandang hal ini merupakan teguran dari Allah SWT untuk menjalankan amanah dengan baik, bagi agamawan adalah mendakwahkan Islam dengan benar, yaitu santun, mencontohkan akhlak, kemudian bagi pimpinan aparatur negara memandang musibah sesuatu hal yang tidak perlu di politisir. Tugas kita semua adalah saling membantu dalam perdamaian dan persatuan. Bukankah menyalakan lilin lebih baik dari pada meratapi kegelapan. Tafakkaru.

*Penulis Adalah Alumni Program Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar