Oleh : Rahmat Kurnia Lubis *
Dari laporan Kompas dan
Tribunews, Presiden Dewan Kepausan untuk Dialog Antarumat Beragama menyampaikan
“Saya bangga terhadap Pancasila yang menjadi prinsip bangsa kalian, Indonesia.
Saya juga mendukung Pancasila sebagai asas karena Pancasila itu seperti harta
karun,” ujar Kardinal Tauran Vatikan, Sabtu (10/9/2011) siang. Dengan
Pancasila, katanya, kemajemukan dan kerukunan antarumat beragama di Indonesia
dapat hidup dengan baik. “Dengan Pancasila, Indonesia tidak hanya mengakui
adanya satu agama tertentu, tetapi beberapa agama. Ini sangat bagus, pluralis,”
katanya. Kardinal asal Prancis itu menambahkan, perjuangan pun harus didasari
semangat atau roh, yakni kasih. “Kasih di sini lebih dari pemikiran akademik
atau intelektual, kasih itu yang membuka konsensus bersama,” ujarnya.
Jika kita lebih lanjut
melihat tentang keberagamaan di Indonesia merupakan acuan besar yang tidak hanya
di adopsi negara-negara di Asia tapi sejumlah negara di Eropa dan Amerika,
Ormas Islam terbesar termasuk Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama telah mendampingi
keberagamaan dan kebangsaan ini menjadi agama yang yang toleran dan bangsa yang
menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan sesuai dengan harapan dan cita-cita pendiri bangsa. Bagi dua ormas besar
tersebut bahwa pancasila merupakan sesuatu hal yang paling ideal dan sudah
menyentuh semua suku, budaya, agama dari Sabang sampai Merauke. Jika pun ada
gesekan antar umat beragam di Indonesia bila di telusuri lebih jauh untuk
menemukan akar permasalahan yang ada tiada lain hanya motif politik, ekonomi,
dan masalah radikalisasi yang tidak mengerti sejatinya maksud dan tujuan
beragama itu sendiri, yaitu sesuai dengan harapan kanjeng Nabi Muhammad saw
menciptakan Masyarakat, berakhlak dan berperadaban yang hidup rukun dalam
perbedaan. Rasul membingkai umatnya dalam piagam Madinah yang waktu itu
merupakan kesepakan bersama antara penduduk yang cukup plural.
Mantan Duta Besar Republik
Indonesia untuk Rusia, Hamid Awaludin pernah menyampaikan dalam sebuah
kunjungan nya ke Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta bahwa model
keberIslaman dan toleransi menjadikan Indonesia sebagai percontohan buat muslim
di negeri tersebut, Islam tidak mencoba mengarabisasikan Indonesia, tapi budaya
bangsa tetap masih di pelihara dan di jaga, tidak dengan serta merta ingin
mengganti ideologi dasar yang telah didirikan oleh pejuang bangsa nya, tapi di
jadikan sebagai asas untuk keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada
tahun 1965 pernah suatu ketika Presiden Republik Indonesia pertama yaitu Ir.
Soekarno mengadakan kunjungan ke Rusia hingga terjadilah perbincangan
dengan presiden Rusia, perbincangan itu adalah sebuah pertanyaan menarik dari
sang presiden Rusia, bagaimana menurut pak Soekarno tentang kesan yang telah di
lewati dalam kunjungan kenegaraan ke Rusia? Maka dijawab oleh Soekarno ketika
itu, sungguh saya merasa tersanjung tapi sekaligus juga merasa tidak nyaman,
maka sang petinggi Rusia yakni presiden langsung menyela, apakah yang membuat
pak Insinyur tidak merasa nyaman? Soekarno ketika itu menyampaikan bahwa ia
tidak menemukan satu mesjid pun yang berdiri untuk kepentingan umat muslim
beribadah di Rusia, hingga dengan perbincangan yang sederhana itu sang Presiden
dari Rusia langsung menurunkan kebijakan untuk membangun mesjid dalam bangunan
tua yang memang pada dasarnya sebelumnya merupakan rumah ibadah bagi umat
Islam. Sungguh bahasa diplomatik yang begitu mempesona terkesan sederhana namun
membawa dampak yang sangat baik bagi keberlangsungan agama khususnya Islam di
Rusia. Bahasa-bahasa sederhana, tanpa memaksakan kehendak tapi dengan diskusi
ringan, santai dan bersahabat sering kebijakan itu berubah menjadi sebuah
keputusan besar.
Indonesia yang cukup
ramai setiap tahun nya menerjunkan jamaah haji ke Makkah, busana muslimah made
in Indonesia dan model perbankan Syariah yang mulai berkembang membuat para
mufti dari Rusia untuk menetapkan diri belajar ke Indonesia. Antusiasme masyarakat dunia terhadap keberIslaman
Indonesia yang menekankan perlunya semangat berbangsa dan menelurkan eksistensi
nya agama yang tidak sebatas ritual dan dogma membuat Indonesia memang pantas
untuk menjadi perhatian dunia. Pancasila sebagai pondasi yang telah memperkuat nasionalisme
telah mampu menjadikan para pejuang
menciptakan negara bersama untuk semua budaya, agama dan pulau menjadi besar
sebagai warisan untuk anak bangsa.
Sebanyak 12 ulama
terkemuka dari 12 provinsi di Afganistan berkunjung ke Kampus UGM untuk
mempelajari Pancasila secara lebih mendalam. Rektor UGM Prof. Dr. Pratikno,
M.Soc., Sc mengatakan kunjungan delegasi dari Afganistan ini memang sengaja
untuk mempelajari Pancasila dan kehidupan multikultural masyarakat Indonesia yang
bisa hidup rukun dan damai. Sebagai negara penduduk muslim terbesar, masyarakat
muslim Indonesia bisa berdampingan dengan non muslim. Bahkan Borobudur dan
Prambanan adalah peninggalan agama Budha dan Hindu di sini,” kata
Pratikno saat menerima kunjungan delegasi Afganistan di ruang multimedia, Kamis
(19/9/13). Menurut Irham, sebagai ketua seminar ‘Pancasila untuk Indonesia dan
dunia’ bahwa dasar Filsafat Negara
Republik Indonesia’. ini banyak dikutip dan diterapkan oleh Negara dalam
meletakkan dasar-dasar filsafat Negara. Pancasila menjadi perekat yang
mendamaikan, menumbuhkan semangat dan nasionalisme dan mengakui kehidupan
plural.
*Penulis Adalah Alumni Program Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar