Apa pun bentuknya, bencana tak pernah pilah-pilih
korban. Entah itu bencana banjir, longsor, kebakaran atau bahkan tsunami
sekalipun. Semuanya bisa terkena dampak dari sebuah bencana, baik masyarakat
umum, pejabat negara, preman, artis, tokoh agama, ibu-ibu, kakek-kakek,
anak-anak, atau bahkan presiden sebagai kepala negara sekalipun.
Begitu juga, bencana tak pernah menjelaskan apa
penyebabnya, siapa yang melakukan, kenapa terjadi dan seterusnya. Bencana
datang secara tiba-tiba seakan hendak menghukum semua orang/pihak yang ada di
sekitarnya.
Namun demikian hampir bisa dipastikan, bencana
datang karena sebuah kesalahan. Entah apa bentuk dan siapa pun pelakunya. Dalam
ajaran Islam hal ini ditegaskan dalam sebuah ayat bahwa semua kerusakan di
darat dan di lautan tak lain karena disebabkan oleh perbuatan manusia (Qs.
Ar-Rum: 41).
Dalam kondisi seperti ini, bencana sesungguhnya
merupakan sebuah hukuman kolegtif terhadap kesalahan yang bersifat kumulatif.
Seseorang mungkin hanya melakukan kesalahan kecil. Namun karena terus
dilakukan, kesalahan tersebut pun bertumpuk menjadi sebuah kesalahan besar.
Hingga bencana pun datang tanpa diundang.
Begitu juga, sebagian pihak mungkin tak pernah
melakukan kesalahan, termasuk kepada lingkungan. Namun karena yang bersangkutan
tak mampu mencegah manusia lain agar tidak melakukan kejahatan, maka bencana
pun tetap terjadi memakan korban, termasuk dari kalangan mereka yang mungkin
tak pernah melakukan kesalahan. Inilah yang disebut di atas sebagai hukuman
kolegtif atas kesalahan yang bersifat kumulatif.
Oleh karenanya, sungguh tidak sepantasnya bila
bencana banjir yang melumpuhkan Jakarta seperti sekarang disikapi dengan saling
menuduh dan menyalahkan pihak lain, baik di antara sesama masyarakat, antara
elemen pemerintahan ataupun pihak lain. Terlebih lagi bila tuduh menuduh
seperti ini membawa sentimen keagamaan tertentu.
Sebaliknya, yang mesti dilakukan adalah
membentangkan tali solidaritas untuk membantu semua korban bencana, tanpa
pandang bulu agama, ras, suku dan kelas sosial para korban. Meminjam istilah
sahabat Ali bin Abi Thalib dalam salah satu riwayat, karena sesama manusia
sesungguhnya adalah saudara. Bila tidak saudara seagama atau saudara sebangsa,
pastilah mereka saudara sesama manusia.
Bahkan seandainya ada hewan yang perlu
diselamatan (membutuhkan bantuan) dalam situasi bencana seperti sekarang, semua
kita berkewajiban untuk membantunya. Setidak-tidaknya karena mereka sama-sama
makhluk yang diciptakan oleh Allah Swt.
Dalam salah satu Hadis Nabi Muhammad Saw
disebutkan, berbelaskasihlah kalian terhadap semua yang ada di bumi, niscaya
kalian akan dibelaskasihi oleh semua yang ada di langit (irhamu man fil
ardhi yarhamkum man fi as-sama`). Mari kita bantu semua korban banjir di
Jakarta saat ini tanpa diskriminasi apa pun. Dan mari kita lakukan refleksi
diri tanpa menyalahkan siapa/pihak mana pun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar