Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Muhammad Nuh memberikan kebebasan kepada perguruan tinggi untuk melakukan
pendidikan politik, termasuk di antaranya mengundang calon presiden (capres)
dan calon wakil presiden (cawapres) menyampaikan ide dan gagasannya di dalam
kampus.
”Kampus pun bisa menyampaikan
pandangannya terhadap persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia kepada para
calon Presiden,” ujar Mohammad Nuh di Jakarta, Senin (6/1/2014).
Nuh menegaskan bahwa pihaknya
tidak pernah mengeluarkan surat edaran yang melarang kegiatan yang bersifat
pendidikan politik di kampus.
“Kami memberikan kebebasan
akademik kepada semua kampus. Kampus memiliki otonomi untuk memilih dan
mengagendakan kegiatan-kegiatan akademiknya,” tegas Nuh meluruskan pemberitaan
di beberapa media massa, terkait kegiatan Debat Publik Capres Rakyat di salah
satu perguruan tinggi di Surabaya, yang tempatnya dipindah, dan diisukan karena
adanya larangan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Ia mengatakan perguruan tinggi
memiliki kebebasan akademik dan mimbar akademik serta otonomi keilmuan. Hal itu
berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, bahwa
perguruan tinggi sebagai lembaga yang menyelenggarakan pendidikan tinggi,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat harus memiliki otonomi dalam
mengelola sendiri lembaganya.
“Ada beberapa hal yang dapat
dilakukan perguruan tinggi dalam ikut mewarnai tahun politik, seperti
menyiapkan agenda diskusi dalam kerangka membangun kesadaran berpolitik dengan
pendekatan akademik; mengundang capres-cawapres menyampaikan ide dan gagasannya
di dalam kampus, dalam koridor akademik, bukan politik praktis,” ujarnya.
Nuh yakin bahwa aturan untuk itu
sudah ada, baik dalam Undang-undang (UU) Pemilihan Umum (Pemilu) maupun
peraturan yang telah dibuat oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), sebagai perangkat
penyelenggaraan Pemilu.
“Yang tidak boleh adalah kegiatan
politik praktis di kampus. Jadi harus bisa dibedakan antara kegiatan pendidikan
politik yang berbasis akademik dengan politik praktis,” kata Nuh.
Terkait momentum tahun politik,
ia mengingatkan kegiatan kampus tidak boleh menyalahi UU Pemilu. “Jadi
kegiatannya adalah murni pendidikan dalam koridor akademik, bukan politik
praktis, sehingga netralitas kampus tetap terjaga, sebagaimana aturan dalam UU
Pemilu,” tuturnya.
Seperti diketahui, pada Pasal 86
UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum pada ayat (1) huruf (h) disebutkan
larangan kampanye menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat
pendidikan.
Dalam penjelasan UU tersebut
ditegaskan: “Fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dapat
digunakan jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu atas undangan
dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat
pendidikan. Yang dimaksud dengan ”tempat pendidikan” pada ketentuan ini adalah
gedung dan halaman sekolah/perguruan tinggi”.
Mendikbud menambahkan, bentuk
kegiatan pendidikan politik pun diserahkan ke kampus masing-masing. “Boleh
seminar, dialog, workshop, survei dan lain-lain,” ujarnya.[as]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar