Selasa, 07 Januari 2014

Kampus Diberi Kebebasan Undang Capres-Cawapres




Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh memberikan kebebasan kepada perguruan tinggi untuk melakukan pendidikan politik, termasuk di antaranya mengundang calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) menyampaikan ide dan gagasannya di dalam kampus.
”Kampus pun bisa menyampaikan pandangannya terhadap persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia kepada para calon Presiden,” ujar Mohammad Nuh di Jakarta, Senin (6/1/2014).
Nuh menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah mengeluarkan surat edaran yang melarang kegiatan yang bersifat pendidikan politik di kampus.
“Kami memberikan kebebasan akademik kepada semua kampus. Kampus memiliki otonomi untuk memilih dan mengagendakan kegiatan-kegiatan akademiknya,” tegas Nuh meluruskan pemberitaan di beberapa media massa, terkait kegiatan Debat Publik Capres Rakyat di salah satu perguruan tinggi di Surabaya, yang tempatnya dipindah, dan diisukan karena adanya larangan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Ia mengatakan perguruan tinggi memiliki kebebasan akademik dan mimbar akademik serta otonomi keilmuan. Hal itu berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, bahwa perguruan tinggi sebagai lembaga yang menyelenggarakan pendidikan tinggi, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat harus memiliki otonomi dalam mengelola sendiri lembaganya.
“Ada beberapa hal yang dapat dilakukan perguruan tinggi dalam ikut mewarnai tahun politik, seperti menyiapkan agenda diskusi dalam kerangka membangun kesadaran berpolitik dengan pendekatan akademik; mengundang capres-cawapres menyampaikan ide dan gagasannya di dalam kampus, dalam koridor akademik, bukan politik praktis,” ujarnya.
Nuh yakin bahwa aturan untuk itu sudah ada, baik dalam Undang-undang (UU) Pemilihan Umum (Pemilu) maupun peraturan yang telah dibuat oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), sebagai perangkat penyelenggaraan Pemilu.
“Yang tidak boleh adalah kegiatan politik praktis di kampus. Jadi harus bisa dibedakan antara kegiatan pendidikan politik yang berbasis akademik dengan politik praktis,” kata Nuh.
Terkait momentum tahun politik, ia mengingatkan kegiatan kampus tidak boleh menyalahi UU Pemilu. “Jadi kegiatannya adalah murni pendidikan dalam koridor akademik, bukan politik praktis, sehingga netralitas kampus tetap terjaga, sebagaimana aturan dalam UU Pemilu,” tuturnya.
Seperti diketahui, pada Pasal 86 UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum pada ayat (1) huruf (h) disebutkan larangan kampanye menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.
Dalam penjelasan UU tersebut ditegaskan: “Fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dapat digunakan jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan. Yang dimaksud dengan ”tempat pendidikan” pada ketentuan ini adalah gedung dan halaman sekolah/perguruan tinggi”.
Mendikbud menambahkan, bentuk kegiatan pendidikan politik pun diserahkan ke kampus masing-masing. “Boleh seminar, dialog, workshop, survei dan lain-lain,” ujarnya.[as]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar