Filosofi Pancasila dengan Piagam
Madinah di zaman Nabi Muhammad Saw memiliki banyak kemiripan. Hal ini
dikemukakan Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof
Dr Komaruddin Hidayat dalam ceramah agama bertema “Perspektif Piagam Madinah dalam
Konteks Kerukunan Nasional”, dalam rangka peringatan Maulid Nabi Muhammad 1435
Hijriah di Istana Negara, Jakarta, Rabu (15/1/2014).
Komaruddin mengatakan bila dikaji
lebih mendalam kandungan, ideologi, serta visi Pancasila yang merupakan
landasan filosofis dan ideologis Indonesia, ditemukan banyak kemiripan dengan
Piagam Madinah. Menurutnya, kemiripan tersebut setidaknya ada. Pertama,
masyarakat Indonesia adalah bangsa yang majemuk dan memiliki sejarah konflik
berkepanjangan, pertikaian, perang antarsuku dan konflik antarkomunitas agama.
“Pancasila merupakan terobosan
filosofis, ideologis, dan historis sebagai common denominator dan
pemersatu bangsa yang dilahirkan melalui proses negosiasi serta partisipasi
yang diikuti perwakilan komunitas suku dan agama yang ada di Indonesia,”
ujarnya.
Adapun pada era kepemimpinan Nabi
Muhammad Saw, lanjut Komaruddin, Kota Madinah adalah sebuah gambaran ideal
bangsa yang dikehendaki oleh ajaran Islam. Masyarakat Madinah dibangun di atas
fondasi tauhid tentang pentingnya toleransi, dan kesalehan sosial.
Kedua, kata dia, isi dan semangat
kelima sila itu mengajak masyarakat Nusantara menjaga kearifan lokal yang telah
berjalan dan dianggap baik yaitu al ma’aruf. Namun, dalam waktu yang
sama diajak melakukan transedensi ke tataran yang lebih tinggi yaitu,
pemahaman, keyakinan, dan penghayatan atas nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
Oleh karena itu, beragam agama mendapat tempat terhormat dan sama di hadapan UU
negara. Begitu halnya dengan Piagam Madinah yang mengedepankan ketenteraman.
Lebih lanjut dijelaskannya,
kebertuhanan bukan pilihan hidup di ruang sunyi sepi, melainkan yang
memancarkan inspirasi, wawasan, dan komitmen. Sementara agenda keempat sila
lainnya, yaitu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dengan tetap berpegang
teguh pada prinsip keadilan dalam rangka mewujudkan masyarakat dan bangsa
Indonesia yang beradab, madani, dan bersatu dalam rumah negara Indonesia.
"Siapa pun yang duduk dalam
perwakilan dan pemerintahan harus memiliki kapabilitas dan integritas, arif dan
setia untuk memperjuangkan kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat
Indonesia," kata dia.
Sesungguhnya lanjut Komaruddin,
Indonesia memiliki peluang besar menjadi pusat peradaban luhur yang akan turut
memperkaya peradaban dunia.
Pesan kebenaran dan kebaikan
dalam ajaran Islam yang bersifat normatif universal, mau atau tidak mau mesti
diformulasikan dalam format budaya dan kearifan lokal yang memerlukan fasilitas
dan perlindungan negara.
"Dengan demikian pohon
kebajikan tumbuh subur dan rindang sehingga kehadiran Islam benar-benar
dirasakan sebagai rahmat bagi bangsa Indonesia,” kata Komaruddin.
Sumber: Beritasatu.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar