Kamis, 16 Januari 2014

Ada Kesamaan Perspektif Pancasila dan Piagam Madinah




Filosofi Pancasila dengan Piagam Madinah di zaman Nabi Muhammad Saw memiliki banyak kemiripan. Hal ini dikemukakan Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Dr Komaruddin Hidayat dalam ceramah agama bertema “Perspektif Piagam Madinah dalam Konteks Kerukunan Nasional”, dalam rangka peringatan Maulid Nabi Muhammad 1435 Hijriah di Istana Negara, Jakarta, Rabu (15/1/2014).

Komaruddin mengatakan bila dikaji lebih mendalam kandungan, ideologi, serta visi Pancasila yang merupakan landasan filosofis dan ideologis Indonesia, ditemukan banyak kemiripan dengan Piagam Madinah. Menurutnya, kemiripan tersebut setidaknya ada. Pertama, masyarakat Indonesia adalah bangsa yang majemuk dan memiliki sejarah konflik berkepanjangan, pertikaian, perang antarsuku dan konflik antarkomunitas agama.

“Pancasila merupakan terobosan filosofis, ideologis, dan historis sebagai common denominator dan pemersatu bangsa yang dilahirkan melalui proses negosiasi serta partisipasi yang diikuti perwakilan komunitas suku dan agama yang ada di Indonesia,” ujarnya.

Adapun pada era kepemimpinan Nabi Muhammad Saw, lanjut Komaruddin, Kota Madinah adalah sebuah gambaran ideal bangsa yang dikehendaki oleh ajaran Islam. Masyarakat Madinah dibangun di atas fondasi tauhid tentang pentingnya toleransi, dan kesalehan sosial.

Kedua, kata dia, isi dan semangat kelima sila itu mengajak masyarakat Nusantara menjaga kearifan lokal yang telah berjalan dan dianggap baik yaitu al ma’aruf. Namun, dalam waktu yang sama diajak melakukan transedensi ke tataran yang lebih tinggi yaitu, pemahaman, keyakinan, dan penghayatan atas nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, beragam agama mendapat tempat terhormat dan sama di hadapan UU negara. Begitu halnya dengan Piagam Madinah yang mengedepankan ketenteraman.

Lebih lanjut dijelaskannya, kebertuhanan bukan pilihan hidup di ruang sunyi sepi, melainkan yang memancarkan inspirasi, wawasan, dan komitmen. Sementara agenda keempat sila lainnya, yaitu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dengan tetap berpegang teguh pada prinsip keadilan dalam rangka mewujudkan masyarakat dan bangsa Indonesia yang beradab, madani, dan bersatu dalam rumah negara Indonesia.

"Siapa pun yang duduk dalam perwakilan dan pemerintahan harus memiliki kapabilitas dan integritas, arif dan setia untuk memperjuangkan kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia," kata dia.

Sesungguhnya lanjut Komaruddin, Indonesia memiliki peluang besar menjadi pusat peradaban luhur yang akan turut memperkaya peradaban dunia.

Pesan kebenaran dan kebaikan dalam ajaran Islam yang bersifat normatif universal, mau atau tidak mau mesti diformulasikan dalam format budaya dan kearifan lokal yang memerlukan fasilitas dan perlindungan negara.

"Dengan demikian pohon kebajikan tumbuh subur dan rindang sehingga kehadiran Islam benar-benar dirasakan sebagai rahmat bagi bangsa Indonesia,” kata Komaruddin.

Sumber: Beritasatu.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar