Civil society mempunyai peran yang sangat penting dan vital di masyarakat. Tak terkecuali dalam menangani kasus terorisme di Indonesia. Civil society sangat penting mengambil bagian dalam penanganan teroris yang sifatnya hardcore,
mengadvokasi mantan napi teroris agar menjadi baik, dan merehabilitasi
tersangka teroris yang salah tangkap, dan memfasilitasi mereka untuk
kembali ke masyarakat dan berdinamika di dalamnya. Wacana tersebut
disampaikan oleh beberapa narasumber pada Lazuardi Birru.
Psikolog Pendidikan Universitas Indonesia
(UI), Dr. Tjut Rifameutia mengatakan, persoalan radikalisme dan
terorisme merupakan problem bangsa yang harus disikapi oleh berbagai
elemen, mulai civil society, lembaga pemerintah, dan masyarakat
secara keseluruhan. Dalam konteks ini semua elemen harus berisinergi
untuk mencegah maraknya aksi kekerasan, khususnya terorisme sebagai
tindakan kejahatan yang tidak berkeperimanusiaan.
“Dalam konteks melakukan pencegahan
terjadinya tindakan radikalisme dan terorisme, semua elemen, khususnya
lembaga pemerintah harus saling bersinergi, saling bahu-membahu,” kata
dia pada Lazuardi Birru.
Hal senada juga disampaikan oleh pengamat terorisme, Nur Huda Ismail. Menurut dia, peran masyarakat dan civil society sangat penting untuk menanggulangi persoalan radikalisme dan terorisme. “Yang paling cocok ya civil society, negara harus berpartner dengan civil society, seperti NU atau Muhammadiyah,” kata dia.
Menurut Nur Huda, civil society
dalam menangani terorisme itu harus melihat dan memahami tingkat
keterlibatan seseorang, dan studi motifnya. Karena bagi Nur Huda, motif
tindakannya berbeda, jenis terorismenya juga berbeda, dan
penyelesaiannya tentu juga berbeda.
Sementara itu, Direktur Program Pusham
(Pusat Studi Hak Asasi Manusia) UII, Eko Prasetyo mengatakan, sudah
seharusnya masyarakat dan civil society berperan aktif dalam menangani persoalan radikalisme dan terorisme. “Kita perlu memaksimalkan segala potensi yang ada, seperti civil society yang mempunyai jaringan internasional,” kata Eko.
Menurut dia, civil society yang
mempunyai jaringan internasional juga harus terlibat di ruang ini.
Sehingga apa yang terjadi di banyak tempat itu bukan semata-mata tugas
Interpol atau penegak hukum semata. “Civil society yang
mempunyai jaringan internasional yang kuat bisa mengangkat persoalan ini
menjadi persoalan kemanusiaan yang lebih besar,” ungkapnya.
Selama ini, Eko menilai, peran civil society
ditingkatan internasional kurang maksimal. Penanganan terorisme secara
internasional cenderung represif karena hanya melibatkan Interpol.
Semestinya, lanjut Eko, lembaga civil society menjadikan isu ini sama dengan isu lingkungan, semua orang bekerja karena ini merupakan problem kemanusiaan yang besar.
“Penangannya bukan hanya lokal saja, tapi
global. Semua orang terlibat untuk menuju komitmen ke sana dengan arah
penyelesaian yang lebih baru,” pungkasnya.[Az]
Sumber: Lazuardi Birru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar