Kamis, 13 Desember 2012

Dorong Kulturalisasi Islam Bukan Formalisasi Islam




Paska meletusnya reformasi 1998, setidaknya ada dua cita-cita yang diimani kaum muslim Indonesia. Yang pertama beberapa umat Islam mengidealkan diberlakukannya formalisasi, ideologisasi, dan syari’atisasi Islam di Indonesia. Sementara sebagian umat Islam yang lain memahami bahwa kejayaan Islam justru terjadi ketika agama yang dibawa Muhammad SAW ini berkembang subur secara kultural.

Tokoh yang memegang posisi kedua bisa disebutkan diantaranya seperti Gus Dur. Bagi Gus Dur formalisasi Islam bukanlah tujuan yang tepat bagi muslim Indonesia. Mengingat Indonesia adalah negara yang terdiri berbagai macam keberagaman dari dimensi sosial, agama, budaya dan bahasa. Gus Dur sendiri sangat mendorong gerakan perjuangan Islam pada arah kultural. Artinya kulturalisasi Islam-lah yang harus diupayakan daripada formalisasi Islam.

Ketidaksepakatan Gus Dur dengan formalisasi Islam tampak, misalnya terhadap tafsiran ayat Al Qur’an yang berbunyi “udhkuluu fi al silmi kaffah”, yang seringkali ditafsirkan secara literal oleh para pendukung Islam formalis. Jika kelompok Islam formalis yang menafsirkan kata “al silmi” dengan kata “Islami”, Gus Dur menafsirkan kata tersebut dengan “perdamaian”.

Menurut Gus Dur, konsekuensi dari kedua penafsiran itu punya implikasi luas. Mereka yang terbiasa dengan formalisasi, akan terikat kepada upaya-upaya untuk mewujudkan “sistem Islami” secara fundamental dengan mengabaikan pluralitas masyarakat. Akibatnya, pemahaman seperti ini akan menjadikan warga negara non-Muslim menjadi warga negara kelas dua.

Untuk menjadi Muslim yang baik, menurut Gus Dur, seorang Muslim kiranya perlu menerima prinsip-prinsip keimanan, menjalankan ajaran (rukun) Islam secara utuh, menolong mereka yang memerlukan pertolongan, menegakkan profesionalisme, dan bersikap sabar ketika menghadapi cobaan dan ujian. Konsekuensinya, mewujudkan sistem Islami atau formalisasi tidaklah menjadi syarat bagi seseorang untuk diberi predikat sebagai muslim yang taat. [Mh]

Sumber: Lazuardi Birru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar