Kamis, 20 Desember 2012

Separatisme dengan Terorisme Itu Beda!

Pascapenembakan terhadap 3 polisi di Mapolsek Pirime, Kabupaten Lanny Jaya, Papua, pekan lalu, sebagian kecil kalangan memertanyakan sikap polisi yang tidak menyebut pelaku sebagai kelompok teroris. Padahal aksi yang diduga kuat dilakukan oleh kelompok separatis itu sama dengan pembunuhan polisi di Solo dan Poso, September dan Oktober 2012.

“BNPT dan kepolisian sangat hipokrit dengan tidak menyebut pembunuh tiga polisi tersebut sebagai teroris. Kalau konsisten, harusnya para penyerang dengan motif etnonasionalisme dan separatisme adalah tindakan terorisme,” kata Harits Abu Ulya, Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) seperti dilansir laman Indonesia Today, Kamis (29/11/2012).

Haris beralasan, pelaku merupakan anggota dari organisasi yang memiliki visi politik dan melakukan aksi teror untuk memengaruhi iklim politik keamanan dan kedaulatan Negara.
Pendapat itu dibantah oleh peneliti radikalisme, Najib Azka, Ph.D, lantaran tidak membedakan motif aksi teroris yang dilakukan oleh kelompok radikal di Indonesia dengan motif tindak kekerasan bersenjata oleh kelompok separatis.

“Terorisme yang terjadi selama ini ditujukan kepada kelompok sipil. Sementara kekerasan yang dilakukan oleh kelompok separatis menyasar kepada aparat pertahanan Negara yaitu TNI. Hal itu untuk menunjukkan perlawanan mereka kepada Negara yang ia anggap sebagai penjajah di wilayahnya,” ujar pengajar FISIP Universitas Gadjah Mada Yogyakarta itu kepada Lazuardi Birru.

Ia mengakui, dalam beberapa kasus mutakhir kelompok separatis seperti Organisasi Papua Merdeka dan Republik Maluku Selatan (RMS) juga mengadopsi strategi kelompok teroris yang menyasar sipil, termasuk kepada polisi.

“Polisi itu kan sipil bersenjata yang bukan angkatan perang. Namun strategi itu diadopsi oleh oleh kelompok separatis untuk melemahkan moral dan strategi Negara sebagai musuhnya,” terangnya.
Dalam perspektif separatis, lanjut Najib, aksi teror adalah perpanjangan strategi untuk mencapai tujuan pemisahan dari teritorial Negara tertentu, bukan bagian inheren dalam kontruksi ideologinya. Sementara dari sekian aksi terorisme di Indonesia, motif mereka adalah balas dendam dan perlawanan terhadap Barat, bukan pendirian Negara Islam.

M. Wildan, Ph.D, peneliti radikalisme UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, mengakui bahwa perbedaan separatisme dengan terorisme amat tipis. “Aksi kekerasan yang dilakukan oleh teroris dilandasi ideologi keagamaan, sedangkan separatisme didasari oleh semangat etnonasionalisme,” ungkapnya kepada Lazuardi Birru.

Ia menjelaskan, kasus OPM dan RMS, walaupun ada sedikit muatan perbedaan agama, namun tidak ada kaitan dengan ideologi agama tertentu. Pasalnya diketahui beberapa aktivis OPM juga beragama Islam.
Jika berkaca pada aksi-aksi teror yang dilakukan oleh aktivis Darul Islam di era Orde Baru, seperti yang dilakukan oleh kelompok yang populer disebut Komando Jihad, di mana tujuan jangka panjangnya adalah menegakkan Negara Islam, saat itu mereka dijerat dengan UU subversif dan KUH Pidana umum, lantaran belum ada UU Terorisme. Jika UU Terorisme sudah ada, bisa saja mereka dijerat lantaran target aksinya adalah masyarakat sipil. (fiQ)


Sumber: Lazuardi Birru

2 komentar:

  1. Darimana lah definisi terorisme harus dilandasi agama... itu mah definisi AS laknatullah... baca lagi deh ensiklopedi bahasa apa itu terorisme... Inilah en do ne sah... sok orang pinter rupone keblinger

    BalasHapus
  2. Hahaha....sama juga sejarah perjuangan bangsa indonesia dibentuk dari kumpulan TERORIS

    IDIOLOGI kalo dicampur semua kepentingan sama persis dengan tulisan anda ini
    Persis mau pesan makanan gado2 ...manis asim pedis sama rasahnya

    BalasHapus