Jumat, 28 Desember 2012

Media Bisa Berperan Aktif Cegah Penyebaran Ideologi Radikal


Peran media cukup efektif sebagai medium untuk mencounter penyebaran ideologi radikal yang menjadi sumber tindakan terorisme. Namun media juga secara tidak sadar kadang menjadi pendukung pasif penyebaran gagasan ideologi ini. Letak pendukung pasifnya pada pilihan diksi, istilah-istilah yang digunakan oleh pelaku terorisme, seperti kata “pengantin dan mujahid.”

“Istilah ini mereka agungkan dan mereka muliakan. Jadi kalau media menggunakan istilah ini (pengantin dan mujahid, red) dalam memberitakan terorisme, berarti media telah membantu menyebarkan pemahaman mereka,” kata mantan Ketua Mantiqi III Jamaah Islamiyah, Nasir Abas pada Lazuardi Birru, di Jakarta.

Menurut Nasir, ketika media menggunakan istilah-istilah yang menjadi motivasi kelompok radikal dalam melakukan tindakan terorisme, seperti kata “pengantin, mujahid, dan bom bunuh diri” secara tidak sadar media telah mendukung dan menyebarkan istilah itu. “Seolah-olah tindakan meledakkan diri sendiri merupakan pengantin dan mati syahid. Dan dia akan menikah dengan bidadari di surga,” kata pengamat terorisme ini.

“Dengan mengunakan istilah itu berarti media telah membantu menyebarkan pemahaman mereka,” imbuhnya.
Sementara itu, Peneliti Media dan Komunikasi Politik The Habibie Center, Wenny Pahlemy mengatakan, media sebagai pilar keempat demokrasi sangat berperan penting dalam menggiring opini publik. Namun, kadangkala fungsi media sebagai kontrol sosial dan pendidikan bagi khalayak kerap disalahgunakan.

Karena itu, kata Wenny, perlu upaya kritis agar khalayak bisa memfilter informasi yang termaktub dalam pelbagai pemberitaan. “Di satu sisi kebebasan pers menjadi nilai lebih dan kemajuan, karena sebelumnya hanya isu-isu tertentu yang bisa diekspos. Namun kebebasan pers pascareformasi bukan berarti tidak berpotensi negatif,” kata dia pada Lazuardi Birru, di Jakarta.

Salah satu dampak negatifnya, lanjut Dosen Universitas Mercu Buana ini, adalah sulitnya mengontrol substansi pemberitaan, terutama media online. Bahkan, tidak sedikit internet yang memuat tentang paham radikalisme dan provokasi.

Selaian mudahnya proses pembuatan media, Wenny juga menyayangkan tulisan yang tidak jelas sumbernya. Penulis dan narasumbernya anoname. Tidak mengindahkan prinsip-prinsip jurnalisme, seperti akurasi data. Ia juga menyayangkan berita atau tulisan yang cenderung provokatif.[Az]


Sumber: Lazuardi Birru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar