Fenomena konflik yang mengkabing-hitamkan
keberagaman dan perbedaan adalah kisah kelam yang sampai sekarang sulit
dihapuskan. Terkait dengan disseminasi informasi yang dilakukan oleh
awak media atas peristiwa ini menjadi catatan beberapa kalangan seperti
Serikat Jurnalis Untuk Keberagaman (Sejuk).
Minggu, 25 November 2012, Serikat
Jurnalis Untuk Keberagaman (Sejuk), AJI Cabang Surabaya, dan The Asia
Foundation menggelar workshop jurnalis bertajuk “Memberitakan Isu
Keberagaman”. Acara tersebut yang diikuti 36 jurnalis dari berbagai
media. Dalam workshop tersebut pengamat pers dari UI Dr Ade Armando MSc
menyatakan diperlukan wartawan-riset untuk melaporkan isu keberagaman
seperti Syiah, Ahmadiyah, dan aliran lainnya.
“Untuk informasi yang sifatnya asimetris
seperti isu-isu keberagaman tidak cukup hanya dengan melaporkan fakta
dan pernyataan narasumber yang ada, tapi perlu kerja intelektual.
Misalnya, ada pernyataan narasumber bahwa Syiah itu sesat, maka pewarta
periset akan meriset data tentang Syiah yang sudah lama ada di Indonesia
dan tidak ada masalah, bahkan dunia menyimpulkan Syiah tidak sesat ”
tutur Ade Armando.
Menurut mantan anggota KPI tersebut,
isu-isu keberagaman tidak cukup hanya diliput secara pelaporan, karena
banyak informasi dari narasumber yang bersifat bias dan bahkan
menyimpang untuk kepentingan tertentu. “Karena itu, isu-isu keberagaman
memerlukan wartawan yang bukan hanya pelapor, melakukan ‘bion pewarta’
(wartawan-riset) atau wartawan intelektual,” ungkap pengamat pers dari
UI. [Mh]
Sumber: Lazuardi Birru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar