Kamis, 27 Desember 2012

Yenny Wahid: Sebarkan Islam Rahmatan Lil’ Alamin



Pasca reformasi, fenomena kekerasan atau konflik horizontal telah meletup di sejumlah daerah di Tanah Air. Beberapa konflik tersebut dipicu atas nama agama. Perbedaan keyakinan dan sikap intoleransi terhadap antar umat beragama seperti kasus Ahmadiyah dan GKI Yasmin, Bogor hingga kini belum berakhir.
Menurut cacatan The Wahid Institute indeks kasus kerukunan antar umat beragama atau kekerasan atas nama agama setiap tahun presentasenya naik. Misalnya, selama tahun 2011 pelanggaran kebebasan beragama di beberapa daerah mencapai 92 kasus (18 persen), sedangkan pada tahun 2010 mencapai 64 kasus.

Hal ini bertolak belakang dengan budaya bangsa Indonesia yang dikenal sebagai bangsa ramah, toleran, dan santun. Menurut Direktur Eksekutif The Wahid Institute Yenny Wahid, nilai-nilai budaya bangsa yang luhur tersebut kini mulai pudar sehingga masyarakat rentan bertindak anarkis dan berkonflik.
Berikut penuturan Yenny terkait fenomena konflik dan radikalisme serta terorisme mengatasnamakan agama ketika ditemui di kantornya.

Belakangan ini di negeri kita kerap terjadi konflik sosial bahkan radikalisme dan terorisme berbasis agama. Bagaimana Anda melihat fenomena tersebut?
Di mata dunia Indonesia dianggap sebagai negara yang membawa obor perdamaian. Namun beberapa tahun terakhir ternyata banyak terjadi konflik beragama. Setiap tahun kami membuat indeks kerukunan umat beragama atau aksi kekerasan atas nama agama yang dilakukan kelompok maupun organisasi yang ada di negara kita. Hasilnya ternyata ada peningkatan jumlah kasus dan persentase. Kekerasan tersebut dilakukan bukan saja oleh ormas melainkan juga oleh instansi pemerintah baik secara individu maupun pihak keamanan.

Hal ini terjadi salah satunya karena ketidaktegasan sikap dari pemerintah yang membiarkan konflik berkembang. Buktinya, ormas-ormas yang lakukan kekerasan/perusakan mengatasnamakan agama dimana-mana tetapi tidak ada tindakan apapun dari pemerintah/aparat keamanan. Bahkan kadang-kadang aparat keamanan sendiri ikut melakukan kekerasan kepada masyarakat.

Bagaimana supaya nilai-nilai yang dulu bisa kembali lagi?
Pendekatannya harus komprehensif. Pendekatan komprehensif misalnya tidak hanya dengan pendekatan keamanan, represif, atau tidak bisa orang yang terlibat terorisme di tangkap lalu selesai. Itu tidak bisa karena orang terlibat terorisme atau kekerasan itu ada akar masalahnya yang harus ditelusuri. Akar masalah bisa faktor kemiskinan dan pendidikan.

Saat ini pendidikan di Indonesia sudah melupakan banyak faktor dan banyak unsur sudah hilang didalamnya. Jadi anak-anak Indonesia direduksi hanya menjadi semacam angka, anak-anak dipaksa untuk melihat angka saja. Artinya, anak dianggap berhasil dan sukses kalau dia lulus Ujian Nasional. Tetapi sikap ramah tamah, rajin bekerja, dan tak pernah bolos selama mereka belajar diabaikan begitu saja. Pendidikan harus kembali kepada pendidikan yang berbasis moralitas bukan mencetak orang-orang pandai/pintar, atau orang-orang punya skills tinggi tetapi tidak punya budi pekerti dan akhlak.

Menurut Anda apakah terorisme dan radikalisme agama itu?
Radikalisme agama adalah upaya untuk memaksakan faham kelompoknya kepada orang lain dengan cara menggunakan kekerasan. Bahkan menghakimi orang lain yang berbeda keyakinan dengannnya dianggap kafir dan musuh yang harus diberantas. Nah, buat kami agama itu proses dalam hidup. Kalau ada orang tak mengerti/menyimpang dari agama harus kita tuntun supaya bisa kembali ke jalan yang benar. Tetapi tidak dengan cara kekerasan melainkan denga cara-cara baik, karena al-Qur’an dengan jelas mengajarkan kita seperti itu. Bila kita tidak setuju dengan orang lain berbantahanlah dengan cara yang baik.

Apa saja bahaya radikalisme?
Pertama, berbahaya bagi bangsa dan negara. Radikalisme menyebabkan kerusakan di masyarakat, orang-orang tidak berdosa menjadi korban, kemudian orang terbiasa berfikir bahwa kalau ingin menyelesaikan masalah harus dengan kekerasan. Bila begitu nanti terjadi hukum rimba siapa yang kuat dialah yang menang. Kedua, merusak nama agama Islam. Bagi saya mereka yang melakukan pengeboman/pembunuhan atas nama Islam merusak citra Islam, seolah-olah Islam sebagai agama teroris dan agama radikal. Islam bukan seperti itu.

Apa pendapat Anda tentang individu atau kelompok yang berjihad/lakukan kekerasan atas nama agama misalnya dalam memberantas kemungkaran?
Kemungkaran tidak bisa diberantas dengan kemungkaran melainkan harus dengan kebaikan dan kemanusiaan. Kalau kemungkaran dibalas dengan kemungkaran itu perang namanya, saat ini kita tidak berada dalam posisi perang karena bukan dalam Daarul Harb. Bila kita ingin melakukan pembenahan-pembenahan gunakanlah sistem yang ada, memang lebih panjang tetapi lebih menjamin keadilan untuk semua dan memastikan tidak ada korban-korban yang tak berdosa. Kalau ada orang berjihad dengan kekerasan mengatasnamakan Islam, terkadang yang menjadi korbannya orang Islam juga. Artinya siapa yang dia bela dan apa yang dia bela. Banyak saudara muslim terbunuh hanya gara-gara sekelompok orang yang ingin melakukan jihad tidak jelas.

Mengapa ada individu yang rela melakukan jihad menggunakan bom bunuh diri?
Ada rasa keputusasaan. Mereka melihat ada ketidakadilan tapi mereka mencoba mengoreksi ketidakadilan dengan cara yang tidak adil. Bila ketidakadilan diberantas dengan cara radikal atau kekerasan maka yang timbul lingkaran setan kekerasan. Ketidakadilan harus dilawan dengan kebaikan dan kemanusiaan, lalu mengedepankan keadilan. Kebencian harus dilawan dengan cinta, cinta kepada masyarakat, cinta kepada tetangga, dan cinta kepada sesama. Bila kita ingin dihormati maka hormatilah orang lain, dan ketika kita ingin diperlakukan baik maka perlakukanlah mereka dengan baik. Jadi kebencian tidak akan menghasilkan apapun.

Pelaku kekerasan/terorisme mengklaim aksinya tersebut atas perintah/doktrin agama. Apa pendapat Anda?
Islam adalah agama yang sangat tua, banyak kisah-kisah atau ayat-ayat yang mungkin konteksnya adalah ayat perang. Kalau kita baca alquran harus tahu konteksnya kenapa ayat itu turun, jadi tidak bisa disamaratakan begitu saja. Misalnya kita disuruh membunuh orang Yahudi atau Kristen, maksudnya tidak seperti itu, namun kita harus lihat dulu konteksnya kenapa ayat itu diturunkan. Jadi kalau ada orang yang bilang ada doktrin agama untuk membunuh orang lain, menurut saya interpretasinya salah dan tak mau berdampingan dengan orang lain secara damai.
Bagi saya apakah kita berkawan atau bermusuhan dengan orang non muslim, kita kembali kepada esensi ajaran Islam, yaitu menyerukan perdamaian. Nabi Muhammad sendiri tidak pernah mengajarkan kekerasan, akhlak beliau toleran, mengasihi sesama, dan sabar. Sifat-sifat beliau tersebut harus kita pegang.

Bagaimana agar Islam rahmatan lilalamin bisa diterapkan dalam kehidupan masyarakat?
Seluruh umat Islam harus ikut aktif menyebarkan ajaran Islam yang cinta damai, dan ini tidak bisa diserahkan hanya kepada ustaz, mubaligh, dan kiyai. Umat Islam yang mengaggap Islam cinta damai harus menyebarkan pesan itu kepada masyarakat sekelilingnya. Kita diciptakan oleh Allah Swt berbeda suku, agama atau lainnya untuk saling mengenal. Allah sengaja menciptakan manusia berbeda-beda, dan inilah tantangan kita apakah bisa atau tidak menjadi hamba-Nya yang betul-betul meniru sifat-sifat-Nya, yang pengasih dan penyayang.
******
Harus diakui bahwa terorisme di negeri ini belum sepenuhnya berakhir. Terorisme masih menjadi ancaman serius sehingga perlu terus diwaspadai supaya aksi serangan bom tak terulang kembali. Sel-sel jaringan terorisme masih berkembang di tengah masyarakat. Sejumlah orang yang diduga terlibat jaringan terorisme masih dalam proses pencarian aparat kepolisian.
Yenny menilai cara yang digunakan pemerintah dalam pemberantasan terorisme belum maksimal karena cenderung menggunakan pendekatan keamanan. Pemerintah perlu melibatkan masyarakat sipil seperti LSM dan organisasi keagamaan karena memberantas terorisme itu tak mudah.

Fenomena terorisme belum dapat diamputasi hingga sekarang, menurut Anda apakah penanganan terorisme yang dilakukan pemerintah belum maksimal?
Kurang berhasil karena pendekatannya lebih banyak keamanan. Kalau pendekatannya hanya menangkap seseorang yang telah menjadi teroris, tetapi tidak menghentikan aksi perekrutan calon anggota teroris tentu tak akan berhasil menghentikan terorisme. Padahal ini harus dihentikan dan disikapi pemerintah agar tidak ada lagi ada anak-anak muda yang direkrut menjadi teroris. Fenomena anak muda putus asa itu ada di semua negara, namun pelampisan putus asa anak muda di negara Barat mengarah ke narkoba dan obat-obatan terlarang, sementara di sini pelampiasannya ke terorisme. Artinya, ini problem universal yang harus dilawan.

Bisa dijelaskan tentang pendekatan nonkeamanan?
Salah satu akar terorisme adalah kemiskinan karena itu harus segera diatasi. Pemerintah harus mencari cara untuk mengentaskan angka pengangguran dan anak putus sekolah. Mereka perlu diberikan lapangan pekerjaan dan sekolah gratis atau murah. Intinya anak muda diberikan harapan dan rasa bangga terhadap dirinya. Melalui otonomi daerah, pemerintah daerah sebenarnya mampu mengatasi masalah tersebut.

Di era reformasi masyarakat memiliki kebebasan luar biasa. Rakyat melakukan kekerasan terhadap sesama dianggap sebagai bagian dari kebebasan. Bahkan aksi terorisme juga dinilai sebagai ekspresi kebebasan. Bagaimana agar masyarakat tidak kebablasan menggunakan kebebasan?
Harus ada disiplin hukum. Bila orang mau berpendapat silahkan namun harus ada disiplin. Demikian juga bila orang-orang tak setuju dengan perbedaan tetap harus taat hukum. Misalnya bila kita tak setuju Ahmadiyah atau ideologi lain tapi tidak berarti kita harus membunuh/menyerang mereka. Kalau kita melihat ideologi mereka salah kita luruskan dengan berdialog. Jadi masyarakat dari awal harus diajarkan disiplin terhadap hukum.

Perlu ada pembatasan kebebasan?
Mengekspresikan kebebasan itu boleh tetapi jangan mengganggu lingkungan/masyarakat. Misalnya pendapat kita berbeda tak apa-apa tetapi ketika anda memaksakan saya untuk setuju dengan pendapat anda apalagi dengan cara kekerasan atau mengancam maka itu sudah keliru.

Memberantas radikalisme dan terorisme tak mudah, pemerintah perlu melibatkan masyarakat sipil atau organisasi keagamaan. Apa pendapat Anda?
Itu pasti, pemerintah harus bekerjasama dengan lapisan masyarakat sipil atau kelompok/organisasi keagamaan untuk menciptakan perdamaian. Pemerintah dan masyarakat sipil bersama-sama merancang program namun yang mempunyai alat paling banyak adalah pemerintah, mulai dari aparat keamanan, pemda, dan dana.

Selama ini pemerintah sudah maksimal merangkul masyarakat sipil?              
Menurut saya pemerintah saat ini sangat kalah dengan masyarakat sipil, kalau tidak ada mereka Indonesia lebih hancur lagi. Masih untung ada mereka sehingga kerusakannya tidak terlalu luas, jadi sekarang yang seharusnya dikerjakan pemerintah tapi dikerjakan masyarakat sipil, ormas, dan LSM.

Bagaimana Anda melihat peran tokoh agama dalam mensosialisasikan ajaran agama yang cinta damai dan saling menghargai?
Mereka memiliki peran penting karena langsung berhubungan langsung dengan masyarakat. Mereka bisa menciptakan multimasyarakat, kebersamaan, dan toleransi antar sesama. Namun ada juga ustadz dan ustadzah yang menyebarkan pesan kebencian, dan ini harus ada tindakan tegas dari pemerintah.

Fakta di masyarakat memang ada ceramah-ceramah yang menyebarkan kebencian, lalu bagaimana mengatasinya?
Paling tidak melalui pendekatan persuasi yaitu diminta untuk tidak menyebarkan pesan seperti itu. Namun bila sudah betul-betul meresahkan masyarakat bisa dipanggil aparat keamanan.

Bagaimana Anda menilai peran ormas misalnya NU dan Muhammadiyah dalam mencegah radikalisme  agama dan mengembangkan Islam cinta damai?
Mereka yang bergerak di akar rumput untuk menetralisir pesan-pesan kebencian dari kelompok radikal. Peran mereka sekarang sudah luar biasa karena langsung meredam masyarakat agar tidak terprovokasi gerakan radikal.

Tapi faktanya masyarakat sekarang mudah terprovokasi?
Salah satunya karena masalah kebutuhan ekonomi lalu nilai dirinya direduksi hanya sekedar urusan angka. Saat ini harkat seseorang dilihat dari materi saja. Menurut saya yang harus ditekankan harkat martabat seseorang adalah kepribadian atau nilainya di masyarakat seperti menanam pohon bakau untuk mencegah abrasi. Bagi saya itu lebih bernilai daripada orang yang nongkrong di mall. Cara pandang demikian harus diubah.

Bagaimana cara mengubah cara pandang tersebut?
Melalui pendidikan, yakni kurikulumnya harus diubah kearah pembentukan karakter siswa. Karena itu guru harus mampu memberikan nilai-nilai moral yang baik kepada anak didiknya. Mereka perlu diajak untuk berbagi dan berprilaku baik antar sesama, bukan hanya apakah bisa mengerjakan tugas matematika atau tidak. Standarisasi kelulusan penting namun itu jangan dijadikan standar tunggal menilai keberhasilan pendidikan.

Apakah perlu pendidikan multikultural?
Itu juga penting untuk mencegah ekslusifitas kelompok. Negara kita memiliki pluralitas seperti multietnis, multiagama, dan multibahasa. Keragaman ini sudah menjadi bagian dan nafas bangsa kita kenapa ditakuti, pluralisme bukan menjadikan semua agama sama. Saya dan orang lain punya keyakinan masing-masing tapi kita harus saling menghormati bukan kemudian agama saya sama dengan agama dia. Saya menghormati keyakinan dan hak dia.

Pendidikan kita harus mengajarkan seperti itu?
Betul, soal benar-salah itu relatif. Kita percaya saja tentang agama dan kebenaran agama masing-masing. Namun kita tidak usah mengatakan misalnya kita orang Islam atau Hindu karena itu tak benar.

Bagaimana menyebarkan toleransi dan kedamaian antar sesama terutama kepada generasi muda?
Mereka harus direkrut untuk menyebarkan perdamaian. Mereka perlu dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan positif di masyarakat seperti berjuang untuk kesetaraan gender dan berjuang melawan narkoba. Beri mereka identitas, harga diri, dan harapan serta alat untuk menjalani hidupnya melalui pendidikan. Mereka harus mampu berfikir masa depan harus lebih baik dari kondisi sekarang.

Pandangan Anda kedepan, apakah radikalisme dan terorisme akan semakin besar atau bagaimana?
Menurut saya akan semakin meningkat karena dalam beberapa tahun kemarin kita tidak melakukan upaya apapun untuk mencegahnya. Jadi kita sekarang ada generasi yang hilang, generasi yang putus harapan, disia-siakan karena kemarin tidak ada upaya apapun dari pemerintah. Kalau kita tak cepat-cepat menarik mereka maka akan banyak lagi yang menjadi tentara jihad. Ini harus segera disikapi oleh kita.

Apa closing statement Anda?
Pekerjaan atau tugas menghapuskan terorisme di Indonesia itu adalah tugas semua orang bukan cuma satu-dua orang. Semua orang yang cinta terhadap bangsa ini harus ikut serta, namun pemerintah mempunyai peran dan alat yang paling efektif untuk melakukan perubahan yang paling berarti. Kita sangat berharap ada pemimpin yang tegas terhadap penegakkan hukum supaya tidak ada lagi masalah yang membuat masyarakat merasa tidak ada keadilan. Ketidakadilan harus dituntaskan terlebih dahulu, kemudian akses ekonomi. Jadi problemnya harus diatasi mulai dari akar sampai buahnya dan pendekatannya harus holistik. Kita berharap semua elemen bisa kerjasama dengan baik, dan yang paling penting identitas Indonesia adalah keberagaman dan kebhinnekaan. Kalau kebhinnekaan di berangus maka tidak ada lagi Negara Indonesia. Menjaga identitas negara adalah kewajiban kita semua [Akhwani].

Biodata:
Nama Lengkap                        : Zannuba Ariffah Chafsoh Wahid atau Yenny Wahid
Tempat, Tanggal Lahir              : Jombang, 29 Oktober 1974
Pekerjaan                                : Direktur Eksekutif The Wahid Institute
Pendidikan                              : S2 Harvard Kennedy School of Government, Amerika Serikat

(Wawancara 99 Orang Bicara Radikalisme dan Terorisme)


SumberLazuardi Birru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar