Jumat, 21 Desember 2012

Pendidikan Perdamaian dengan Media Literasi


Peneliti The Habibie Center, Wenny Pahlemy mengatakan, banyak cara untuk membangun perdamaian, terutama di daerah konflik. Salah satu cara untuk membangun perdamaian adalah dengan pendidikan perdamaian.

Dosen Mercu Buana ini memaparkan pengalamannya terkait pendidikan perdamaian. Kegiatan yang dilakukan adalah workshop terhadap anak-anak SMA dan workshop terhadap guru-guru SMA. Tujuan dari workshop untuk siswa SMA, kata Wenny, untuk membangun generasi muda agar kritis terhadap isi media, tidak mudah terpengaruh.

“Media literasi ini juga ingin membangun pemahaman generasi muda tentang keragaman dan toleransi di masyarakat,” kata Wenny pada Lazuardi Birru.

Program media literasi ini, kata Wenny, yaitu pengetahuan untuk mengakses media, menganalisis dan mengevaluasi hingga kemudian bisa memproduksi isi media itu sendiri. “Karena mengharapkan media mainstream untuk berubah, bertanggung jawab rasanya koq susah, kemudian menunggu pemerintah untuk berbuat sesuatu juga kayaknya lama, akhirnya kami mengambil metode ini,” kata dia.

Latar belakang pilihan media literasi ini adalah maraknya media massa yang memberitakan semua hal, termasuk berita konflik. Menurut dia, media memberitakannya sesuka mereka, kadang tidak berimbang. Konflik tersebut bisa jadi menular di satu daerah lalu kemudian tiba-tiba menular ke daerah lain. “Dan media masuk sebagai pihak yang ternyata memprovokasi konflik yang tadinya hanya berskala kecil,” kritiknya.
“Remaja adalah kelompok yang paling banyak mengakses media dan terpengaruh oleh pemberitaan media. Karena itu, media bisa mempengaruhi opini publik, baik remaja maupun dewasa,” ungkapnya.

Ia membuat modul pelatihan. Modul workshop yang mengandung nilai-nilai pendidikan perdamaian berisi apa fungsi media seharusnya, konten media, dan bagaimana produksi dan komsumsi isi media, dan kenapa perlu menjadi konsumen yang kritis terhadap media.

Dalam workshop tersebut juga membahas tentang toleransi di Indonesia, teori dan praktiknya. Kemudian yang terakhir adalah keterampilan menulis sesuai dengan visi literasi media bagaimana menciptakan toleransi. “Kira-kira apa saja yang akan terjadi ketika kita berinteraksi antarkelompok, antaragama, antarsuku dan sebagainya,” ia mencontohkan.[Az]


Sumber: Lazuardi Birru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar