Situasi Poso, Sulawesi Tengah sempat
memanas lataran serangkaian peristiwa teror dan operasi penangkapan
terduga teroris selama Oktober-November 2012. Hal itu sempat memicu
kekhawatiran sebagian kalangan akan meledaknya kembali konflik
horizontal di Poso.
Namun kekhawatiran itu ditepis oleh
Muhammad Miqdad, Direktur Eksekutif Institut Titian Perdamaian (ITP),
LSM di Jakarta yang menjalankan program CEWARS (Conflict Early Warning System) di Poso hingga kini.
“Mayoritas masyarakat Poso tidak lagi
menginginkan kedamaian poso terkoyak. Mereka masih sangat trauma
terhadap serangkaian peristiwa kekerasan yang pernah bergolak, terutama
pada rentang waktu 1999-2001,” ujar Miqdad kepada Lazuardi Birru
beberapa waktu lalu.
Menurut dia, aksi teror memang masih
marak terjadi, namun hal itu tidak akan mengakselerasi kemungkinan di
mana masyarakat akan terlibat dalam konflik horizontal.
Perihal masih banyaknya kelompok radikal
yang bergerak di Poso, pria asli Palu ini melihat bahwa mereka tidak
memeroleh dukungan yang cukup dari masyarakat. Karena itu banyak
kelompok radikal di Poso yang berpindah ke daerah lain untuk mencari
“arena” baru.
“Kelompok-kelompok militan yang dulu
pernah terlibat dalam konflik horizontal, setelah beberapa kali terikat
dengan perjanjian damai, mereka mengalami pembelahan. Ada yang masih
melakukan kegiatan tadrib askary (pelatihan militer), namun kebanyakan sudah tidak lagi terlibat dengan kegiatan itu,” ungkap Miqdad.
Kendati demikian, alumni IAIN (Sekarang
UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta ini, tetap menegaskan pentingnya
pendekatan pembangunan perdamaian yang holistik terhadap masyarakat
Poso.
“Masih banyak warga eks kombatan di Poso
yang cukup lihai menggunakan senjata, memiliki kemampuan beladiri, dan
pernah terlibat langsung dalam konflik. Bisa saja mereka terprovokasi
untuk melakukan aksi kekerasan lagi jika potensinya tidak dikelola
secara baik,” ujarnya mengingatkan.
Sumber: Lazuardi Birru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar