Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof.
Dr. Syafiq Mughni, mengakui radikalisme agama di Indonesia dipicu oleh
faktor yang sangat kompleks. Karena itu menyelesaikan persoalan
radikalisme tidak semudah membalikkan tangan.
Menurut Guru Besar IAIN Sunan Ampel Surabaya itu, ada 4 faktor yang menyuburkan pertumbuhan radikalisme.
“Pertama adalah pemahaman ajaran Islam,
khususnya kesalahan dalam pemaknaan dan implementasi jihad. Beberapa
kelompok tidak bisa menangkap esensi ajaran jihad. Seolah jihad hanya
bisa dilakukan dengan kekerasan tanpa melihat situasi dan kondisi.
Lantas barang siapa yang mati dalam aksi kekerasan itu maka ia mati
syahid. Itu pemahaman yang salah,” ujarnya kepada Lazuardi Birru
beberapa waktu lalu.
Faktor kedua, lanjut Syafiq, adalah
kultur sebagian masyarakat Indonesia yang mudah tersulut emosi dan
lantas melakukan kekerasan.
“Watak asli kita memang lemah lembut.
Tetapi ada pula kelompok yang memang sangat dekat dengan kultur
kekerasan. Misalnya kasus demonstrasi yang berkembang menjadi anarkisme,
tawuran antarpelajar, antarwarga kampung, dan sebagainya. Itu
menunjukkan adanya subkultur kekerasan di masyarakat kita,” tandas
Mantas Ketua Umum PW Muhammadiyah Jawa Timur itu.
Frustasi sebagian kelompok atas kondisi
bangsa, menjadi faktor ketiga pemicu radikalisme. Dalam hemat Syafiq,
ada beberapa kelompok yang tidak sabar melihat kondisi bangsa hingga
lantas tersulut melakukan aksi-aksi kekerasan sebagai upaya revolusi.
“Kemaksiatan merajalela, korupsi marak, itu semua jauh dari bayangan Islam yang mengidealkan kondisi baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur. Ini
menyebabkan sebagian kelompok kecewa. Lantaran tidak mampu melakukan
perbaikan dengan cara-cara yang legal, dakwah dianggap terlalu lambat,
maka tindakan kekerasan menjadi pilihannya,” ungkap Syafiq.
Faktor keempat pemicu radikalisme dalam hemat Syafiq adalah ketidakadilan baik secara nasional maupun global.
“Secara global bisa dilihat bagaimana
serangan Israel terhadap Palestina baru-baru ini. Israel merupakan
sekutu dekat Amerika Serikat. Sementara mayoritas penduduk Palestina
adalah muslim. Muncul lah solidaritas sebagian muslim Indonesia dengan
cara-cara yang tidak produktif,” ujar Rektor Universitas Muhammadiyah
Sidoarjo itu.
Agresi Israel itu, sambung Syafiq, kian
mengobarkan kebencian muslim Indonesia terhadap Barat yang yang telah
menghegemoni Negara-negara muslim.
“Ideologi kapitalisme global telah
menjajah di bidang ekonomi, termasuk memengaruhi kebijakan ekonomi
politik Indonesia. Hal ini merupakan bentuk kezaliman yang menurut
sebagian kelompok muslim harus dilawan, termasuk dengan aksi kekerasan
dan teror,” tandasnya. (Fiq)
Sumber: Lazuardi Birru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar