Peneliti Media dan Komunikasi Politik The
Habibie Center, Wenny Pahlemy mengatakan, pers sebagai pilar keempat
demokrasi sangat berperan penting dalam menggiring opini publik,
termasuk juga dalam upaya menciptakan perdamaian. Namun, kadangkala
fungsi media sebagai kontrol sosial dan pendidikan bagi khalayak kerap
disalahgunakan.
Karena itu, kata Wenny, perlu upaya
kritis agar khalayak bisa memfilter informasi yang termaktub dalam
pelbagai pemberitaan. “Di satu sisi kebebasan pers menjadi nilai lebih
dan kemajuan, karena sebelumnya hanya isu-isu tertentu yang bisa
diekspos. Namun kebebasan pers pascareformasi bukan berarti tidak
berpotensi negatif,” kata dia pada Lazuardi Birru, di Jakarta.
Salah satu dampak negatifnya, lanjut
Dosen Universitas Mercu Buana ini, adalah sulitnya mengontrol substansi
pemberitaan, terutama media online. Bahkan, tidak sedikit internet yang
memuat tentang paham radikalisme dan provokasi. “Membuat blog, website
sangat mudah. Bikin blog itu kan gratis, kemudian ada lagi sosial media,
akhirnya ide apapun bisa di ekspresikan,” ungkap dia.
Selaian mudahnya proses pembuatan media,
Wenny juga menyayangkan berita atau tulisan yang tidak jelas sumbernya.
Penulis dan narasumbernya anoname. Tidak mengindahkan prinsip-prinsip
jurnalisme, seperti akurasi data. Ia juga menyayangkan berita atau
tulisan yang cenderung provokatif.
Menurut Wenny, media sah-sah saja punya
keberpihakan, namun harus tetap fair. Tapi meski berpihak sebuah media
harus tetap menjaga prinsip-prinsip jurnalistik. “Misalnya akurasi itu
penting walaupun dia berpihak kepada salah satu kelompok. Harus dipisah
antara opini dengan fakta,” demikian Wenny mencontohkan.
Menurut pengamatan Wenny, media yang
cukup mempengaruhi opini publik masih banyak didominasi media cetak dan
televisi. Sedang media online belum begitu kuat pengaruhnya sebab hanya
diakses oleh orang tertentu. “Coba cek seberapa banyak yang mengakses
media online, apalagi media online yang tidak terkenal. Lebih banyak
orang mengakses facebook,” jelas Wenny.
Tugas pembaca, kata Wenny, adalah
memfilter isi media dan memperhatikan akurasinya. Karena media
kebanyakan hanya memberikan satu perspektif saja yang kebetulan berbeda.
Masyarakat yang tidak kritis nerima saja perspektif itu. Menurut dia,
masyarakat harus cerdas dan juga harus aktif, kritis melihat
sumber-sumber lain. “Ketika ada isu tertentu, coba cek ditempat atau
media yang lain. Jadi akhirnya punya pemahaman yang lumayan utuh,”
sarannya.[Az]
Sumber: Lazuardi Birru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar