Yogyakarta-Sampai
sekarang, kekerasan atas nama agama, yang muncul pasca modernisasi
sosial dan politik, makin banyak saja. Posisi negara yang seharusnya
menjadi penengah dari berbagai kasus kekerasan atas nama agama juga
belum maksimal. Prof. Dr.Franz Magnis Suseno, mengatakan hal ini saat
acara International Conference, Global Perspectives on Islam,
Spiritualism, and Radicalism di Pusat Administrasi Utama UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, Sabtu, 24 November 2012.
Ia mengatakan, Negara harus berani
mengambil tindakan tegas atas berbagai kasus kekerasan yang
mengatasnamakan agama. “Negara harus bertindak tegas sesuai dengan
pancasila dan UUD 1945,” ujarnya.
Kekerasan tersebut terjadi karena manusia
belum memahami substansi dari agama itu sendiri. “Padahal agama
mengajarkan kepada manusia untuk menjaga kerukunan antar umat beragama,”
ujar dia.
Fatimah, pembicara lain di konferensi
tesebut mengungkapkan, sebenarnya bukan agama yang salah, namun manusia
yang belum memahami agamanya masing-masing. Di era reformasi ini,
kebebasan di segala lini menjadi angin segar bagi kemunculan radikalisme
dan fundamentalisme.
Hal tersebut, kata dia, menjadi salah
satu persoalan bangsa yang harus diselesaikan. Dia mengatakan,hal ini
adalah akibat dari kelemahan Negara dalam menyelesaikan persoalan
keagamaan di Indonesia. “Terjadinya kekerasan atas nama agama menjadi
kelemahan manajemen Negara, termasuk UUD 1945, karena pemerintah tidak
tegas dalam menyikapi berbagai kasus keagamaan tersebut,” katanya.
Inayah Rahmaniah, pakar lain di
konferensi itu, mengatakan Reformasi telah memberi peluang merebaknya
gerakan sosial keagamaan yang permisif menggunakan kekerasan atas nama
agama. Beberapa hasil penelitian menunjukkan, dukungan terhadap Islam
radikal dan kekerasan atas nama agama di Indonesia terus meningkat.
”Pemerintah harus benar-benar bekerja keras untuk menyelesaikan
kekerasan yang sering mengatasnamakan agama,” ungkapnya.
Sumber: Lazuardi Birru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar