Presiden Muhammad Morsi menghimbau
seluruh rakyat Mesir untuk berperan aktif dalam referendum dalam rangka
menentukan konstitusi baru, yang akan diadakan nanti pada 15 Desember
2012. Anggota Dewan Konstitusi Mesir telah menyerahkan rancangan
konstitusi baru kepada Morsi pada Sabtu (1/12) setelah mereka
melaksanakan sidang yang berlangsung sejak Kamis (29/11). Sidang
tersebut diboikot oleh kalangan liberal, sekuler dan kelompok Kristen,
karena dianggap memberikan kekuasaan mutlak kepada Presiden Morsi.
Rancangan konstitusi baru yang oleh pihak
oposisi sekuler dan liberal dianggap menjadikan Morsi sebagai penguasa
tunggal yang menguasai semua lembaga pemerintahan di Mesir menjadi pusat
perselisihan, sehingga mereka menolak rancangan konstitusi baru
tersebut, sedangkan Ikhwanul Muslimin dan aliran-aliran Islam lainnya
mendukung rancangan tersebut, hal ini menimbulkan konflik politik
terburuk sejak Morsi terpilih sebagai presiden pada bulan Juni lalu.
Di jalan-jalan, ratusan ribu pendukung
Morsi yang terdiri dari anggota Ikhwanul Muslim, Salafi dan
aliran-aliran Islam lainnya menggelar aksi mendukung keputusan Presiden
Morsi, mereka membawa spanduk bertuliskan “Syari’ah dan Syar’iyah”, kaum
perempuan juga tidak mau ketinggalan, banyak diantara mereka yang turun
ke jalan membawa spanduk bertuliskan “Bersama Morsi selamatkan
revolusi”.
Demonstrasi mendukung Morsi juga terjadi
di Alexandria, Asiut, Giza dan beberapa provinsi lainnya di seluruh
Mesir. Demonstran pendukung Morsi menganggap para penentang keputusan
Morsi sebagai usaha untuk mengacaukan Mesir, “Ada beberapa pihak yang
menginginkan ketidakstabilan politik di Mesir”, ujar Khalid salah
seorang pendukung Morsi, dia juga mengatakan, “Ada kebutuhan untuk
segera mengkonstitusikan keputusan sehingga negara menjadi stabil”.
Sementara, dalam pidato kenegaraannya di
Madinat Nasr kemarin (1/12), Presiden Morsi menyatakan, “Saya membuka
kembali dialog nasional yang menjamin berlangsungnya demokrasi kita yang
baru tumbuh”. Dan dalam wawancaranya pada Kamis malam, Morsi
menyebutkan bahwa kekuasaan barunya akan berakhir setelah konstitusi
baru diratifikasi.
Kekhawatiran pihak oposisi dan juga
Amnesty International sebenarnya pada dampak rancangan konstitusi baru
tersebut, karena dikhawatirkan Mesir memberangus hak-asasi manusia,
khususnya hak terhadap wanita, dan membatasi kebebasan berpendapat atas
nama agama.
Akankah dasar politik keagamaan yang
diinginkan Ikhwanul Muslimin dan orang-orag salafi di Mesir sebagaimana
yang dikhawatirkan oleh pihak-pihak oposisi? Jawabannya terletak pada
hasil referendum konstitusi baru Mesir 15 Desember nanti. (Absyaish).
Sumber: Lazuardi Birru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar