Komisi III DPR menggelar rapat dengar
pendapat (RDP) dengan Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan
(KontraS) terkait teror yang terjadi di Poso, Sulawesi Tengah. Salah
satu keputusan pentingnya adalah Komisi III membuka kemungkinan
membentuk Panitia Kerja (Panja) Teror Poso.
“Kasus Poso ini karena kasus lama dan
besar, kita akan mendahului dengan kunjungan spesifik dan berdialog
dengan pihak-pihak terkait seperti Komnas HAM dan Ombudsman. Kalau
dinilai perlu, kita akan memunculkan kembali Panja Kasus Poso,” kata
Wakil Ketua Komisi III DPR Almuzammil Yusuf, seperti dilansir Detikcom,
Rabu (27/11/2012).
Komisi III berjanji akan menuntaskan
konflik Poso. Juga menyangkut temuan KontraS di Poso. “Intinya kita akan
lakukan tindak lanjuti karena ini kasus besar. Dan kita juga akan
melakukan koordinasi, kan tidak hanya Komisi III, di DPR ada Komisi II
yang terkait untuk menyelesaikan permasalahan ini,” katanya.
Dalam rapat tersebut, Koordinator KontraS
Haris Azhar menyampaikan sejumlah masukan. Pada prinsipnya KontraS
mendorong DPR sungguh-sungguh mengusut aksi-aksi teror di Poso dan pola
penanganannya.
“Kami meminta DPR bekerjasama dengan
Ombudsman atau Komnas HAM untuk membentuk tim investigasi agar operasi
keamanan di Poso diteliti apakah dilakukan secara proporsional atau
tidak,” pintanya.
Sebelumnya kepada Lazuardi Birru, Haris
mengkritik pendekatan aparat keamanan yang cenderung represif dalam
menangani aksi-aksi teror di Poso. Salah satunya penembakan polisi saat
menangkap M. Khoiri, terduga teroris asal Bima, hingga ia tewas.
Sementara itu, Muhammad Miqdad, Direktur
Eksekutif Institut Titian Perdamaian (ITP), LSM di Jakarta yang memiliki
program CEWARS (Conflict Early Warning System) di Poso,
menilai aksi represif aparat di Poso hanya memupuk dendam dalam
lingkaran kelompok radikal dan justru menyuburkan kader teroris. Karena
itu, dalam hemat Miqdad, menangani kasus terorisme di daerah
pasca-konflik seperti Poso tidak boleh dengan cara kekerasan.
“Memutus mata rantai kekerasan dengan
kekerasan hanya akan memunculkan kekerasan baru. Tidak akan ada proses
perdamaian yang langgeng dengan cara kekerasan. Semua strategi
penanganan masalah di daerah pascakonflik patut dicoba, asalkan tidak
dengan kekerasan,” tandasnya. (SF)
Sumber: Lazuardi Birru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar