Rabu, 05 Desember 2012

DPR Berniat Bentuk Panja Teror Poso



Komisi III DPR menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) terkait teror yang terjadi di Poso, Sulawesi Tengah. Salah satu keputusan pentingnya adalah Komisi III membuka kemungkinan membentuk Panitia Kerja (Panja) Teror Poso.
“Kasus Poso ini karena kasus lama dan besar, kita akan mendahului dengan kunjungan spesifik dan berdialog dengan pihak-pihak terkait seperti Komnas HAM dan Ombudsman. Kalau dinilai perlu, kita akan memunculkan kembali Panja Kasus Poso,” kata Wakil Ketua Komisi III DPR Almuzammil Yusuf, seperti dilansir Detikcom, Rabu (27/11/2012).

Komisi III berjanji akan menuntaskan konflik Poso. Juga menyangkut temuan KontraS di Poso. “Intinya kita akan lakukan tindak lanjuti karena ini kasus besar. Dan kita juga akan melakukan koordinasi, kan tidak hanya Komisi III, di DPR ada Komisi II yang terkait untuk menyelesaikan permasalahan ini,” katanya.
Dalam rapat tersebut, Koordinator KontraS Haris Azhar menyampaikan sejumlah masukan. Pada prinsipnya KontraS mendorong DPR sungguh-sungguh mengusut aksi-aksi teror di Poso dan pola penanganannya.
“Kami meminta DPR bekerjasama dengan Ombudsman atau Komnas HAM untuk membentuk tim investigasi agar operasi keamanan di Poso diteliti apakah dilakukan secara proporsional atau tidak,” pintanya.

Sebelumnya kepada Lazuardi Birru, Haris mengkritik pendekatan aparat keamanan yang cenderung represif dalam menangani aksi-aksi teror di Poso. Salah satunya penembakan polisi saat menangkap M. Khoiri, terduga teroris asal Bima, hingga ia tewas.

Sementara itu, Muhammad Miqdad, Direktur Eksekutif Institut Titian Perdamaian (ITP), LSM di Jakarta yang memiliki program CEWARS (Conflict Early Warning System) di Poso, menilai aksi represif aparat di Poso hanya memupuk dendam dalam lingkaran kelompok radikal dan justru menyuburkan kader teroris. Karena itu, dalam hemat Miqdad, menangani kasus terorisme di daerah pasca-konflik seperti Poso tidak boleh dengan cara kekerasan.

“Memutus mata rantai kekerasan dengan kekerasan hanya akan memunculkan kekerasan baru. Tidak akan ada proses perdamaian yang langgeng dengan cara kekerasan. Semua strategi penanganan masalah di daerah pascakonflik patut dicoba, asalkan tidak dengan kekerasan,” tandasnya. (SF)

Sumber: Lazuardi Birru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar