Menteri Luar Negeri, Marty M
Natalegawa mengatakan bahwa Indonesia siap menjadi salah satu contoh negara
yang siap dan berhasil menerapkan toleransi dalam keberagaman dan promosi ke
tingkat dunia. Hal itu diungkapkan Menlu untuk meyakinkan Indonesia diberi
kepercayaan untuk menjadi tuan rumah Forum Global ke 6 Aliansi PBB untuk
Peradaban (Global Forum of UN Alliance of
Civilizations/ UNAoC), tahun depan.
“Untuk sebuah negara yang
beraneka ragam seperti Indonesia, penerimaan atas pluralisme seperti yang
terdapat pada semboyan nasional kita Bhinneka Tunggal Ika, adalah fakta
kehidupan nasional,” kata Marty.
Meskipun Marty mengakui jelas
bukan tanpa berbagai tantangan. Namun RI dinilainya telah senantiasa
mengedepankan demokrasi dalam pengaturan, multikultural, dan multi-agama.
Dalam pertemuan itu, Marty
menggarisbawahi bahwa dialog untuk memeromosikan toleransi dan sikap saling
menghargai, harus bersifat inklusif, melibatkan berbagai pihak, terutama
pihak-pihak yang mempunyai pandangan-pandangan berbeda.
Menurutnya, Indonesia selama ini
secara aktif dan konsisten telah mendorong dan menyelenggarakan berbagai forum
interfaith dialogue untuk memeromosikan saling menghargai dan kerjasama di
antara berbagai keyakinan yang berbeda-beda, baik di tingkat nasional,
regional, dan global.
Ia yakin bahwa jika dilihat
secara umum dan menyeluruh, telah terbentuk arsitektur kerja sama yang cukup
mengesankan di tingkat nasional, regional, dan global untuk memeromosikan sikap
toleransi, penghargaan, dialog dan kerjasama lintas budaya, agama dan
peradaban. Namun demikian, kata dia, tanpa mengabaikan berbagai perkembangan
positif tersebut, dan meskipun jelas terdapat niat dan itikad baik yang kuat
kenyataannya adalah masih banyak terdapat bukti-bukti intoleransi.
Sejumlah norma dasar yang sangat
penting dalam upaya memeromosikan sikap toleransi dan saling menghargai, kata
Marty, terdiri atas pertama, semua pihak harus bisa menerima adanya perbedaan
dan menerima keberagaman. Kedua, meskipun demokrasi mencerminkan kepentingan
mayoritas, namun suara, harapan, dan aspirasi dari kelompok minoritas tidak
bisa dan tidak boleh diabaikan.
Ketiga, adanya budaya damai,
yaitu penyelesaian masalah melalui cara-cara damai. Keempat adalah tentang
kebebasan berekspresi tidak bisa dijadikan sebagai pembenaran untuk menyebar
kebencian berdasarkan kebangsaan, ras atau agama.
Dari hasil pertemuan itu kemudian
disepakati Indonesia sebagai tuan rumah untuk pertemuan berikutnya yaitu
Pertemuan UNAoC pada tahun 2014. Di sela-sela menghadiri pertemuan UNoAC ke-5
tersebut, Marty melakukan serangkaian pertemuan terpisah dengan Menteri-Menteri
Luar Negeri dari Austria, Palestina dan Jordania. Selain itu juga melakukan
pertemuan dengan Presiden Majelis Umum PBB dan Sekretaris Jenderal PBB.[Az]
Sumber: jpnn/suaramerdeka.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar