Rabu, 06 Maret 2013

Bahas Bahaya Pornografi, Kemenag Libatkan Artis dan Seniman





Menteri Agama Suryadharma Ali menyatakan, pihaknya akan mengundang kalangan artis, seniman, produser dan kalangan media cetak dan elektronik guna membahas perlindungan anak dari bahaya pornografi dan pornoaksi.

“Perlu dilakukan dialog dengan sesama artis, praktisi media cetak dan elektronik. Termasuk produser film dan seniman dari berbagai daerah,” kata Menag pada pers seusai memberikan sambutan pada sosialisasi Undang-Undang (UU) Nomor 44 tahun 2008 tentang pornografi di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, para seniman, artis dan para pemangku kepentingan yang terlibat di dalamnya penting diajak berdialog. Sehingga kedepan untuk mengimplementasikan undang-undang itu sudah ada pemahaman, dimana rambu-rambunya. Ada kejelasan bagi pelaku seni.

Dengan cara itu penerapan UU No.44 tahun 2008 itu, yang pada awal pembuatannya diwarnai pro dan kontra dari berbagai pihak, akan dapat terealisasi secara optimal. Ia mengakui keberhasilan dari UU tersebut belum dapat diukur, tetapi manfaatnya tentu sudah dapat dirasakan.

Kemenag sendiri, kata dia, akan melakukan survei seberapa jauh efektifitas dari undang-undang tersebut. Tapi pihaknya dalam menerapkan undang-undang tersebut tak akan menggunakan pendekatan represif. “Kami lebih menggunakan pendekatan persuasif. Karena itu, berdialog dengan para pemangku kepentingan lebih dikedepankan,” ungkapnya.

Menjawab pertanyaan, kapan pertemuan dengan kalangan artis, produser dan media massa tersebut dapat dilaksanakan. Menag tak menyebut kapan dapat diselenggarakan. Tapi sebaiknya secepatnya.
Ia menambahkan, dewasa ini telah terjadi pergeseran nilai sosial keagamaan pada semua sendi kehidupan, khususnya yang terkait dengan norma sosial. Dahulu ada hal yang tabu, kini sudah menjadi hal biasa. Kumpul kebo (samenleven), perselingkuhan, industri seks (komersial), peredaran VCD porno, aborsi, perkawinan sejenis, pemerkosaan sudah menjadi fenomena di masyarakat.

Apakah hal itu dibiarkan terus. Jika tak dilakukan pencegahan, bisa jadi era jahiliyah sebelum Islam datang terulang. Dan Menag pun mengakui bahwa era teknologi informasi demikian cepat telah mengubah situasi. Sebelum terjadi revolusi media, nilai kegadisan wanita dipandang sacral, suci dan jadi cermin watak kesalehan asli muslimah.

Lahirnya undang-undang pornografi, kata dia, sejatinya dimaksudkan untuk menjaga nilai agama dan norma sosial dari ancaman pornogafi dan pornoaksi. Perkembangan teknologi informasi merupakan keniscayaan sejaah yang tidak dapat dihindari dengan berbagai efek buruknya.

Karena itu, menurut Menag, penting akan kesadaran dan menjaga masyarakat dari pengaruh pornografi, yang harus dimulai dari diri sendiri, keluarga dan lingkungan. Meski tekanan pornografi diperkirakan tak akan pernah habis untuk menggempur nilai agama dan norma sisial dengan berbagai kepentingan, seperti ekonomi, politik dan ideologi, tetapi dengan adanya undang-undang tersebut dapat menjadi semacam penawar yang diharapkan dapat meminimalisir dampak buruknya.[Az]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar