Menteri Agama Suryadharma Ali
menyatakan, pihaknya akan mengundang kalangan artis, seniman, produser dan
kalangan media cetak dan elektronik guna membahas perlindungan anak dari bahaya
pornografi dan pornoaksi.
“Perlu dilakukan dialog dengan
sesama artis, praktisi media cetak dan elektronik. Termasuk produser film dan
seniman dari berbagai daerah,” kata Menag pada pers seusai memberikan sambutan
pada sosialisasi Undang-Undang (UU) Nomor 44 tahun 2008 tentang pornografi di
Jakarta, Rabu.
Menurut dia, para seniman, artis
dan para pemangku kepentingan yang terlibat di dalamnya penting diajak
berdialog. Sehingga kedepan untuk mengimplementasikan undang-undang itu sudah
ada pemahaman, dimana rambu-rambunya. Ada kejelasan bagi pelaku seni.
Dengan cara itu penerapan UU
No.44 tahun 2008 itu, yang pada awal pembuatannya diwarnai pro dan kontra dari
berbagai pihak, akan dapat terealisasi secara optimal. Ia mengakui keberhasilan
dari UU tersebut belum dapat diukur, tetapi manfaatnya tentu sudah dapat
dirasakan.
Kemenag sendiri, kata dia, akan
melakukan survei seberapa jauh efektifitas dari undang-undang tersebut. Tapi
pihaknya dalam menerapkan undang-undang tersebut tak akan menggunakan
pendekatan represif. “Kami lebih menggunakan pendekatan persuasif. Karena itu,
berdialog dengan para pemangku kepentingan lebih dikedepankan,” ungkapnya.
Menjawab pertanyaan, kapan
pertemuan dengan kalangan artis, produser dan media massa tersebut dapat
dilaksanakan. Menag tak menyebut kapan dapat diselenggarakan. Tapi sebaiknya
secepatnya.
Ia menambahkan, dewasa ini telah
terjadi pergeseran nilai sosial keagamaan pada semua sendi kehidupan, khususnya
yang terkait dengan norma sosial. Dahulu ada hal yang tabu, kini sudah menjadi
hal biasa. Kumpul kebo (samenleven), perselingkuhan, industri seks (komersial),
peredaran VCD porno, aborsi, perkawinan sejenis, pemerkosaan sudah menjadi
fenomena di masyarakat.
Apakah hal itu dibiarkan terus.
Jika tak dilakukan pencegahan, bisa jadi era jahiliyah sebelum Islam datang
terulang. Dan Menag pun mengakui bahwa era teknologi informasi demikian cepat
telah mengubah situasi. Sebelum terjadi revolusi media, nilai kegadisan wanita
dipandang sacral, suci dan jadi cermin watak kesalehan asli muslimah.
Lahirnya undang-undang
pornografi, kata dia, sejatinya dimaksudkan untuk menjaga nilai agama dan norma
sosial dari ancaman pornogafi dan pornoaksi. Perkembangan teknologi informasi
merupakan keniscayaan sejaah yang tidak dapat dihindari dengan berbagai efek
buruknya.
Karena itu, menurut Menag,
penting akan kesadaran dan menjaga masyarakat dari pengaruh pornografi, yang
harus dimulai dari diri sendiri, keluarga dan lingkungan. Meski tekanan
pornografi diperkirakan tak akan pernah habis untuk menggempur nilai agama dan
norma sisial dengan berbagai kepentingan, seperti ekonomi, politik dan
ideologi, tetapi dengan adanya undang-undang tersebut dapat menjadi semacam
penawar yang diharapkan dapat meminimalisir dampak buruknya.[Az]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar