Penegakan terorisme harus seimbang antara pilihan memberikan keamanan bagi warga negara dan memastikan civil liberty warga
tidak terkoyak. Pemerintah harus belajar dari masa orde baru di mana
Undang-Undang Subversi membuat kehidupan warga negara tidak dilindungi
hak asasinya.
Pendapat ini dikemukakan oleh ahli hukum
Hendardi menanggapi laporan LSM KontraS mengenai operasi kontrateror
tahun 2012 yang dinilai kurang memuaskan dari sisi hak asasi manusia
(HAM).
LSM KontraS mencatat, Hingga November
2012, KontraS menemukan kasus 25 orang salah tangkap, serta 5 tersangka
teroris dan 2 anggota kepolisian tewas dalam operasi antiteror sepanjang
2012.
Bagi Hendardi yang konsisten dalam
isu-isu hak asasi manusia (HAM), tindakan represif aparat tersebut
adalah persoalan besar lantaran menghilangkan kesempatan tersangka untuk
memeroleh kesamaan hak di muka hukum. Selain itu juga menutup salah
satu pintu untuk menguak jaringan teroris di Indonesia.
“Kita akui keberhasilan aparat penegak
hukum memberantas terorisme, tapi hal ini harus dilihat secara kritis.
Sekarang syak wasangka publik pupus ketika media-media elektronik
menampilkan kesigapan polisi melakukan penangkapan tersangka terorisme.
Psikologi warga digiring untuk cemas terhadap ancaman terorisme sehingga
mendorong mereka mengafirmasi setiap tindakan represif aparat. Ini kan
persoalan,” tandas Ketua Badan Pengurus SETARA Institute ini.
Lebih dari itu, lanjutnya, menilik
pengalaman tahun 2010 dan 2011, tindakan represif aparat justru
melahirkan aktor-aktor terorisme baru, jejaring baru, dan sasaran baru.
Ia mengakui, adalah prestasi yang patut
diapresiasi ketika Densus 88 Mabes Polri berhasil menangkap tersangka
dan pelaku terorisme. Namun menurutnya, aksi terorisme itu adalah
hilirnya. Hulunya adalah praktik intoleransi.
“Maka untuk mencegah agar tidak
berkembang menjadi aksi terorisme, praktik intoleransi tidak boleh
dibiarkan. Karena intoleransi inilah akarnya. Bukankah prestasi otentik
pemberantasan terorisme adalah mengikis akar persoalan terorisme?!”
tutupnya. (Fiq)
Sumber: Lazuardi Birru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar