Menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar
kerap menjadi legitimasi kelompok tertentu untuk melakukan kekerasan.
Padahal hal itu tidak bisa menyelesaikan masalah yang terjadi, karena
kemungkaran tidak bisa dicegah dengan cara kemungkaran yang lain. Hal
tersebut diungkapkan budayawan dan aktivis LKIS Yogyakarta, Hairus
Salim.
Menurut Salim, dalam hal amar ma’ruf nahi mungkar ini, ada dua hal penting yang harus diperhatikan. Pertama, amar ma’ruf merupakan perintah melakukan kebaikan. Sedangkan nahi munkar merupakan perintah untuk memberantas kemunkaran.
“Dalam arti umum sebenarnya ma’ruf
itu tidak selalu berarti teologis. Kalau melihat ini, saya kira tidak
ada dari kelompok minoritas yang selama ini dianggap melakukan
kemunkaran. Hanya kebetulan keyakinan mereka itu berbeda dengan
mayoritas,” kata Salim pada Lazuardi Birru.
Salim mencontohkan kasus Syiah. Menurut Salim, apakah dari mereka yang hendak dima’rufkan dan dianggap mungkar?
Kedua, kata Salim, ada prinsip yang harus
dilakukan. Menurut budayawan Yogyakarta ini, secara prinsip kemungkaran
tidak bisa diselesaikan dengan kemungkaran yang lain. “Kalupun ada
kemunkaran, tidak bisa nahi munkar bil munkar, mencegah kemunkaran dengan cara yang munkar,” kata alumni IAIN (sekarang UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta ini.[Az].
Sumber: Lazuardi Birru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar