Menko Polhukam Djoko Suyanto
menilai, desakan sebagian kalangan masyarakat kepada Kapolri untuk membubarkan
Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror cukup berlebihan.
"Kalau hasil penyidikan
membuktikan bahwa yang melakukan pelanggaran adalah anggota Brimob, ya pelakunya
harus dihukum. Kalau Densus 88, saya rasa harus ada evaluasi. Kalau sampai
dibubarkan, it's too much," kata
Djoko dalam diskusi yang bertema 'Perkembangan Keamanan di Indonesia' di MNC
Plaza, Jakarta, Rabu (6/3/2013).
Djoko mengatakan, Satuan
Densus 88 memiliki anggota yang lebih sedikit dibanding Satuan Brimob. Sebab,
tugas mereka lebih memiliki spesialisasi untuk membuntuti para teroris.
Menurut Djoko, tindakan yang
dilakukan oleh terduga Densus 88 harus diukur seberapa jauh tindakan berlebihan
yang dilakukan. Kriteria seperti apa yang dianggap berlebihan. "Apakah
yang dilakukan standar operasional pelumpuhan seseorang atau memang tindakan
yang melebihi SOP Daerah Operasi? Bukan saya membela Densus lho," ungkapnya.
Sementara itu Mantan Kapolda
Metro Jaya Komjen (Purn) Nugroho Djajusman berharap agar isu pembubaran Densus
88 tak dibawa ke arah politik. Jika memang ada oknum Densus dinilai melanggar
HAM, maka tak ada salahnya untuk mendapat hukuman.
"Jangan komunikasi
politik. Densus 88 bagus, oknumnya saja ditindak. Jangan berarti harus
dibubarkan. Kepentingan untuk mencegah terorisme di Indonesia bagi saya adalah
hal yang penting," terangnya.
Nugroho mengatakan, saat ini
Densus 88 memang perlu intropeksi untuk bertindak lebih profesional. Hal
tersebut lantaran kejahatan terorisme yang berbeda dengan kejahatan lain. "Pelaku
teror sudah ideologis sehingga tingkat ancaman sangat tinggi," tukasnya.
(sf)
Sumber: Okezone
Tidak ada komentar:
Posting Komentar