Selasa, 12 Maret 2013

BNPT Tak Rela Densus 88 Dibubarkan






Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai tak rela jika Detasemen Khusus 88 atau biasa disebut Densus 88 disudutkan oleh pihak-pihak tertentu. Apalagi sampai meminta satuan khusus pemberantas teroris ini dibubarkan.

"Itu logika terbalik dan absurd,” kata Ansyaad Mbai di kantornya, Jalan Imam Bonjol, Jakarta, Kamis, 7 Maret 2013. “Densus hadir karena ada teroris, berarti bubarkan dulu teroris itu baru bisa bubarkan Densus," sambungnya.

Menurut Ansyaad, pihak yang dengan gampang mengumbar seruan pembubaran Densus 88 berarti tak mengerti bahayanya teroris. Padahal kinerja Densus tak bisa dinilai hanya berdasarkan satu atau dua peristiwa. "Jangan karena satu peristiwa dianggap melanggar HAM lalu mudah menghakimi," kata Ansyaad.
Densus 88, kata dia, dibentuk untuk menumpas teroris yang sejatinya melanggar HAM paling berat. Sejak peristiwa Bom Bali pertama pada 2002, jaringannya kini tersebar di seluruh Indonesia. Dengan jaringan yang cukup luas, tentu tak gampang mengintai gerak-gerik mereka. "Teroris itu sangat berbahaya, anggota kami tentu mengalami kesulitan,” kata Ansyaad. “Mereka itu bersenjata, bawa bom, dan lebih memilih mati daripada ditangkap."

Ansyaad berharap publik tak menilai Densus 88 dari satu sisi saja. Densus, kata dia, hanya menjalankan tugas dan tentunya tak perlu mengumbar kerumitan dan kesulitan yang mereka hadapi.
"Kami bukannya tak mengerti HAM, tapi kami bekerja untuk melindungi HAM masyarakat. Jika HAM teroris memang lebih penting, silahkan publik menilai," ujar lulusan Akademi Kepolisian tahun 1973 ini.
Permintaan pembubaran Densus 88 kembali muncul setelah beredarnya video yang berisi tindakan kekerasan oleh satuan tersebut di YouTube. Video itu diduga merupakan rekaman peristiwa 18 anggota Densus 88 dan Brimob kala menangkap 14 warga Kalora, Poso, Desember 2012. Warga Kalora ini diperiksa atas dugaan keterlibatan mereka dalam penembakan empat anggota Brimob di Tamanjeka, Gunung Biru, Poso. Pada saat pemeriksaan, 14 orang ini dipukuli dan mengalami luka lebam dan luka fisik lainnya.

Belakangan terungkap bahwa sebagian isi video adalah rekaman peristiwa penyerbuan Densus 88 ke Tanah Tinggi, Poso, pada 2007. Sejumlah tersangka yang sepintas tampak sedang dianiaya adalah para pelaku pengeboman gereja dan mutilasi warga. Kepolisian menyebut dua di antaranya, Wiwin Kalahe alias Tomo dan Basri. Keduanya kini sudah dipenjara. (sf)

Sumber: Tempo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar