Banyak orang yang mempertanyakan ke
untungan metode per mainan dalam dunia pendidikan. Permainan identik dengan
sifat kekanak-kanakan.
Itu merupakan alasan yang paling
sering mereka lontarkan. Selain kekanak-kanakan, metode permainan juga dianggap
tanpa tujuan dan substansi yang jelas sehingga hanya membuang waktu saja. Tapi,
sejumlah riset penting mengenai fungsi permainan sebagai metode pembelajaran,
yang didukung dengan pengalaman penulis memfasilitasi pelatihan guru dan murid
dalam rangka pendidikan perdamaian, membuktikan lain. Metode permainan, jika
dirancang dengan tepat, memberikan manfaat besar dalam proses belajar-mengajar
di kelas. Apa saja manfaatnya?
Manfaat metode permainan itu adalah
membangun antusiasme dan minat belajar. Hampir semua peserta di setiap
pelatihan guru memberikan komentar positif terhadap permainan yang kami
perkenalkan sebagai salah satu metode pembelajaran dalam pelatihan. “Permainannya
seru dan memotivasi untuk terus semangat mengikuti workshop,“ begitu kata
seorang guru peserta di pelatihan sekolah sehat yang penulis ikuti di
Banjarmasin (yang juga diselenggarakan di Majalengka, Sukabumi, Malang, Kediri,
Mataram, Rangkasbitung, dan Pontianak) pada Oktober 2011.
Mereka mengakui telah menerapkan
metode permainan tersebut dengan anak-anak didik di sekolah. “Anak-anak
senang,“ kata sebagian besar dari mereka ketika bertemu kembali dengan penulis
di pelatihan berikutnya.
Permainan menyenangkan suasana hati
sehingga anakanak pun belajar dengan suka cita. Seperti kata sejumlah peneliti
metode permainan dalam proses pembelajaran, `Games lighten the mood and this
facilitates greater creativity and boost student morale and interest'
(Kirkland dan O'Riordan 2010). Tanpa disadari sering kali murid melibatkan
dirinya ke dalam permainan. Tidak ada yang memintanya apalagi memaksanya. Dalam
banyak hal, metode permainan secara alamiah dapat menumbuhkan rasa ingin
belajar yang sebelumnya perasaan semacam itu tidak hadir dalam diri murid.
Lain halnya pada saat murid hanya
duduk diam terpaku dan mendengarkan ceramah guru. Murid akan lebih memilih
mengalihkan perhatiannya pada sesuatu yang lain, seperti berbicara sendiri
dengan temannya atau membuat corat-coret di bukunya sekadar menghilangkan rasa
bosan atau kantuk. Itu bukan berarti metode ceramah buruk. Ceramah tetap
diperlukan sesuai dengan kebutuhan belajar, misalnya menjelaskan materi yang
sulit.
Manfaat lainnya adalah membuka
pergaulan sosial. Apakah fungsi metode permainan hanya terbatas untuk membangun
antusiasme dan minat belajar? Jawabnya tidak. Manfaat permainan bisa juga
dilihat dari aspek pergaulan sosial. Dengan bermain, murid acap kali lupa akan
perbedaan di antara sesamanya. Batas antara identitas `kita' dan `mereka'
menjadi kabur, dan akhirnya murid berbaur, bahkan bekerja bersama-sama untuk
menyelesaikan satu per mainan hingga tuntas.
Keterampilan sosial seperti empati,
e toleransi, kerja sama, dan d tanggung jawab sosial anak-anak akan lebih
banyak terasah. Khususnya melalui permainan kolektif yang memerlukan kerja sama
dan pemecahan masalah.
Kemudian manfaat lainnya adalah
menyehatkan jiwa dan raga. Seperti yang telah penulis sebutkan sebelumnya,
metode permainan dapat membuat anak anak senang. Meski tidak tertawa, mereka
paling tidak tersenyum, baik itu disadari atau pun tidak. Siapa saja yang
sering tersenyum atau tertawa akan cenderung menikmati hidup sehat. Mengapa
demikian? Argumen ini bisa dijelaskan dari ilmu kesehatan.
Saling Terkait
Perasaan gembira bersumber dari
hormon endorfin. Menurut para ahli medis, salah satu kegunaan utama hormon itu
adalah untuk memperlancar sirkulasi oksigen dalam darah. Sirkulasi oksigen yang
lancar akan mencegah seseorang dari gangguan penyakit apa pun. Jadi, metode
bermain dapat menyehatkan jiwa sekaligus raga.
Manfaat lainnya adalah mengasah otak
atau moral. Apakah ada hubungan antara kognisi dan moral dengan permainan? Ada.
Hubungan tersebut ialah keuntungan lain dari permainan. Permainan bisa mengasah
kecerdasan otak atau moral anak jika dilakukan dengan tepat. Bagaimana caranya?
Untuk memaksimalkan kegunaan permainan, kita memilih permainan yang sesuai
dengan fungsinya dan mendiskusikan secara ringkas pelajaran penting dari permainan
yang baru saja dilakukan.
Ada banyak permainan yang dapat
diterapkan untuk fungsi mengasah otak, misalnya `tujuh dor' (cara memainkannya:
setiap angka tujuh diganti bunyi dor, dan peserta yang salah harus keluar dari
lingkaran. Supaya lebih menarik, permainan tersebut bisa dikompetisikan).
Contoh permainan lain ialah `gajah
dan semut' (instruksi permainan: peserta melakukan aksi berbeda dengan apa yang
diucapkan setiap kali menerima lemparan bola dari instruktur permainan. Semut
berarti peserta diharuskan menggerakkan kedua tangan membentuk lingkaran besar
sembari mengatakan kecil dan aturan main yang sama juga berlaku untuk kategori
gajah).
Jika dikaitkan dengan hubungan
antaretnis atau antaragama di Indonesia, nilai moral yang bisa dipelajari dari
permainan ini ialah menyadari bahwa prasangka buruk tumbuh subur di dalam
masyarakat kita dan betapa sulit mengubah stereotip negatif tersebut menjadi
positif atau netral.
Ada Rambu
Ada sejumlah rambu yang perlu
diperhatikan dalam menerapkan metode permainan. Permainan sebagai metode
belajar-mengajar di kelas lebih banyak memberikan keuntungan daripada kerugian.
Oleh karena itu, kemanfaatan dalam dunia pendidikan perlu dijaga dengan
memperhatikan beberapa rambu-rambu untuk menghindari hal-hal yang tidak
diharapkan.
Berdasarkan pengalaman penulis,
rambu-rambu yang dimaksud ialah sebagai berikut. Pertama, tentukan apa
tujuannya, pelajaran penting terkait topik kelas, dan bila perlu, nilai moral
dan sosial kemasyarakatan yang hendak diwujudkan melalui permainan tersebut.
Kedua, persiapkan bahanbahan,
termasuk panduan pertanyaan reflektif (debrief), yang diperlukan selama
bermain. Ketiga, perhitungkan waktu dengan baik. Keempat, pastikan bahwa
permainan aman dilakukan (mempertimbangkan dengan saksama permainan-permainan
yang meng ingatkan kembali trauma kekerasan yang pernah dialami anak,
menghindari senjata tajam, dll).
Rambu-rambu lain yang didasarkan
pada hasil penelitian juga memberikan petunjuk ber main dalam kelas yang
efektif (Kirkland dan O'Riordan 2010).
Pertama, permainan harus dikaitkan
dengan hasil pembelajaran yang telah ditentukan sebelumnya. Kedua, guru dan
murid harus memahami dengan cepat dan tepat bagaimana melakukan permainan
tersebut. Ketiga, jangan menjadikan permainan lebih penting daripada
pembelajaran. Keempat, permainan harus mampu memotivasi murid supaya belajar
lebih baik. Terakhir, murid harus mampu memberikan umpan balik mengenai
permainan tersebut kepada guru.
Salah satunya ialah bentuk
implementasi pendidikan perdamaian di tanah air. Hal itu jelas menuntut proses
pembelajaran yang mengutamakan betapa pentingnya pemahaman dan sikap kita
terhadap persoalan abadi kemajemukan, yaitu hidup rukun dalam perbedaan. Dalam
sejarah bangsa kita, kemajemukan dalam masyarakat bisa berujung pada konfl ik
kekerasan--tidak selamanya perdamaian.
Oleh karena itu, anak-anak Indonesia
perlu dibekali pengetahuan dan keterampilan sosial yang mendukung perdamaian
sedini mungkin. Untuk mewujudkan hal tersebut, metode permainan dengan segala
faedahnya menjadi pilihan menarik untuk dicoba.
Sekarang sudah banyak orang
membukukan bermacammacam permainan untuk membangun hubungan antarkomunitas.
Permainan-permainan itu perlu diadopsi dalam rangka pendidikan perdamaian di
Indonesia. Contohnya, Mari Fitzduff (direktur Program Magister Koeksistensi dan
Konfl ik, Universitas Brandeis, AS) telah membukukan 101 macam permainan yang
dikaitkan dengan segala persoalan yang dihadapi komunitas Kristen dan Katolik
di Irlandia Utara. Perlu diketahui bahwa kedua komunitas itu terlibat konfl ik
puluhan tahun lamanya sebelum kemudian berdamai pada 1998. Pascadamai pun tidak
mudah bagi keduanya untuk hidup rukun kembali.
Dengan demikian, metode permainan
berguna dalam pendidikan di sekolah ataupun di masyarakat, dan besar kecilnya
nilai guna itu bergantung pada guru yang memfasilitasi, bukan guru yang
mengajari. “I never teach my pupils; I only attempt to provide the
conditions in which they can learn,” kata Albert Einstein.
Konteks membina kedamaian dan
memelihara rasa aman melalui ‘permainan’ merupakan semacam pelepasan yang
dibutuhkan siswa mana pun di dunia ini. Guru antara lain sebagai pencipta
kondisi damai. Dia dituntut lebih kreatif dalam mengembangkan ragam dan bentuk
permainan yang mencerahkan dalam proses belajar-mengajar.
Titik Firawati
Pengajar
Staf pada Jurusan Ilmu HI UGM
Sumber: Media
Indonesia, 04 Maret 2013
(Kliping Opini)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar