Jumat, 01 Maret 2013

1 Maret 1949: Serangan Umum Yogyakarta

                                                   ( Foto Detik )

Pada Desember 1948, Belanda melancarkan agresi militer II yang berhasil merebut kota Yogyakarta. Padahal saat itu Yogyakarta menjadi pusat pemerintahan Republik Indonesia untuk sementara. Sekitar sebulan setelahnya, pada awal tahun 1949, pasukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) mulai menyusun strategi serangan balik terhadap Belanda. Aksi itu dimulai dengan memutuskan telepon, merusak jalan kereta api, menyerang konvoi Belanda, serta tindakan sabotase lainnya. Cara ini dilakukan untuk memecah kekuatan militer Belanda dalam pos-pos kecil di seluruh daerah republik sebagai upaya pengamanan. Sementara pasukan besar TNI membangun kekuatan dengan bergerilya di kawasan selatan Jawa. 
Di tingkat internasional, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi penghentian agresi militer Belanda terhadap Republik. Namun pemerintah Belanda menolaknya dan mempropagandakan kepada dunia internasional bahwa pemerintah RI sudah tidak ada. Menyikapi hal tersebut, Panglima Besar Jenderal Soedirman dengan jajarannya bersama pemerintah sipil di wilayah Divisi III/GM (Gubernur Militer) III sepakat melakukan serangan besar untuk menunjukkan kepada dunia internasional akan eksistensi Republik Indonesia; ada pemerintahan (Pemerintah Darurat Republik Indonesia-PDRI), dan TNI memiliki kekuatan militer yang cukup. 
Setelah semua persiapan dianggap matang, pada 25 Februari dini hari diputuskan bahwa serangan akan serentak dilancarkan pada 1 Maret 1949, pukul 06.00 pagi, di seluruh wilayah Divisi III/GM III. Serangan paling besar akan diarahkan pada kota Yogyakarta sebagai ibu kota Republik sekaligus untuk mencuri perhatian perwakilan dan wartawan asing yang masih berada di sana. TNI berhasil menduduki kota Yogyakarta selama 6 jam. Tepat pukul 12.00 siang, sebagaimana yang telah ditentukan semula, seluruh pasukan TNI mundur.
Serangan Umum 1 Maret menjadi headline di beberapa media cetak asing. Tentu hal ini menguatkan posisi tawar RI di mata internasional untuk mendorong Pemerintah Belanda agar kembali melakukan perundingan dengan pihak RI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar