Kepolisian meminta
masyarakat untuk memaklumi kerja dari Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror
saat menjalankan tugasnya melakukan penangkapan teroris yang kadangkala
menggunakan senjata api.
"Dalam menghadapi
teroris, ini risiko agak lebih tinggi," kata Karo Penmas Mabes Polri
Brigjen Pol Boy Rafli Amar di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (5/3/2013).
Boy mengakui, dalam aksi
penanganan teroris memang Densus kerap mengeluarkan tembakan. Tapi menurutnya,
ada alasan mengapa Densus menembak. "Upaya paksa penembakan itu, karena
ada kandungan bahan peledak dan senjata api di pihak berhadapan," ungkapnya.
Tak jarang, terang Boy,
dalam situasi (pembekukan) polisi menjadi korban teroris. Apalagi para teroris
menggunakan peralatan yang cukup berbahaya. "Ini ada extra ordinary crime. Ada contoh petugas kita yang justru dalam
posisi jadi korban karena senjata yang berbahaya," terangnya.
Meski demikian, pihaknya
tetap mempelajari masukan yang diberikan Komnas HAM tentang penanganan
terorisme, dan menjadi masukan tersebut sebagai pertimbangan dalam
penanggulangan teroris oleh Densus 88.
Sebelumnya, Komnas HAM
menuding jika Polri tak pernah melakukan evaluasi operasional Densus 88
terhadap para teroris. "Sudah ada rekomendasi sejak 2007, 2010 sampai
2011. Mereka tetap melakukan pola yang sama langsung tembak di tempat padahal
masih terduga," tegas Komisioner Komnas HAM Siane Indriani
Menanggapi hal itu, Boy
menyatakan, masukan-masukan itu sudah diterima dan ditindak lanjuti. “Terima
kasih atas masukan Komnas HAM. Prinsip dalam HAM itu merupakan kewajiban kita
di samping kurikulum dan pedoman," kata Boy. (sf)
Sumber: Inilah, Merdeka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar