Tindak pidana terorisme di Indonesia kian
marak, ironisnya para pelaku tindakan keji tersebut didominasi remaja.
Misalnya yang paling anyar adalah kasus Farhan Cs, pelaku teror di Solo
pada Agustus 2012 yang lalu. Bahkan jauh sebelumnya, banyak remaja yang
menjadi pelaku bom bunuh diri, seperti kasus yang dialami Dani Dwi
Permana.
Kejadian ini merupakan bukti bahwa para
pelaku teror sedang memakai modus baru, yakni merekrut anak-anak muda
untuk dijadikan pelaku teror, bahkan bom bunuh diri. Kelompok teror
menyasar remaja, karena masa remaja merupakan masa yang rentan, tanpa
banyak pertimbangan, sehingga mudah dipengaruhi dan didoktrin.
Bahkan kelompok teror ini, tidak
tanggung-tanggung mendoktrin para remaja dengan mengganti kata “teror”
dengan kata “jihad”. Mereka mengatakan pada para remaja bahwa yang
mereka lakukan bukanlah teror melainkan jihad. Berhati-hatilah dengan
mudus operandi terorisme dalam melakukan rekrutmen seperti ini,
khususnya para remaja yang masih labil, belum bisa mengorientasikan masa
depannya.
Karena itu, agar tidak mudah terpengaruh
dengan doktrin tersebut, maka remaja harus kritis terhadap input
pengetahuan yang diterima, baik secara langsung lewat orang, maupun
lewat buku bacaan, internet, dan selebaran.[Az].
Sumber: Lazuardi Birru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar