Penemuan lahan pelatihan teroris di Poso
dua hari lalu memicu kekhawatiran bahwa Poso sebagai dipersiapkan
sebagai arena “jihad” lagi.
“Saya kira memang ada tanda-tanda yang
mengarah ke sana,” ucap Najib Azca, peneliti gerakan radikal Poso,
kepada Lazuardi Birru menjawab kemungkinan itu.
Poso, lanjut pengajar FISIP UGM
Yogyakarta itu, memang diidentifikasi oleh sejumlah kelompok jihadis
sebagai arena jihad yang tepat, lantaran adanya konflik yang masih
sering muncul. Hal itu, menurut Najib, bisa menjadi alasan untuk
memobilisasi banyak orang, seperti yang terjadi pada 1999-2001, untuk
berperang di sana.
“Jika terjadi konflik komunal berbasis
agama, maka ada alasan untuk melakukan mobilisasi. Nah, Poso lebih mudah
untuk dijadikan sebagai medan kekerasan yang berkepanjangan lantaran
secara geografis wilayahnya mendukung,” ungkap Najib yang menulis
disertasi mengenai kehidupan eks kombatan konflik Poso dan Ambon.
Kota Poso, sambung dia, dikelilingi oleh
kawasan perkebunan dan hutan yang cukup kondusif menjadi basis
pertahanan maupun basis ekonomi kelompok teror. “Jadi sepertinya memang
gagasan menjadikan Poso sebagai arena jihad itu masih hidup di beberapa
kelompok kecil,” ujarnya.
Dari hasil observasinya di Poso, Najib
menilai, individu-individu bekas simpatisan Jamaah Islamiyah (JI) masih
tinggal di sana. Sebagian dari mereka membangun basis-basis kecil untuk
reproduksi gerakan.
“Di sisi lain juga ada kelompok-kelompok
sempalan lain yang terpecah dari induknya dulu seperti Jamaah Ansharut
Tauhid (JAT) yang juga sedang membangun kekuatan. Mereka membangun
basis-basis dakwah di beberapa tempat di Poso dan sekitarnya,” ujar
Najib.
Namun kabar baiknya, demikian Najib,
mayoritas masyarakat Poso sudah tidak ingin lagi kedamaian mereka
terenggut oleh konflik. Sehingga beberapa provokasi kelompok teror tidak
ditanggapi oleh mereka. (Fiq).
Sumber: Lazuardi Birru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar