Rabu, 06 Februari 2013

Berpikir Doktriner, Penyebab Munculnya Fundamentalisme



Aksi terorisme yang terjadi di penjuru dunia, termasuk di Indonesia salah satu faktornya karena persoalan doktrin, tanpa berpikir kritis apakah pemahaman tersebut benar atau salah. Orang yang berpikir doktriner seperti ini biasanya selalu berpikir hitam putih ketika dihadapkan pada persoalan kehidupan sehari-hari.

Ketika seseorang kehilangan daya berpikir kritisnya, maka dengan mudah ia dapat didoktrin oleh kelompok yang menginginkan dia supaya tunduk buta pada pimpinannya. Dan tanpa berpikir panjang ia tunduk pada instruksi yang diberikan oleh pemimpinnya itu. Cara berpikir doktriner seperti ini akan mudah menyebabkan seseorang terjerumus pada aksi terorisme.

Ketua Program Doktoral Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) Prof Dr Hamdi Muluk mengatakan, dalam ilmu psikologi orang yang menerima doktrin dan kehilangan daya berpikir kritisnya termasuk dalam kategori orang yang mengidap penyakit autoritarianisme.

Orang yang mengidap penyakit ini, kata Hamdi, hanya akan tunduk pada pimpinannya (orang yang mendoktrin, red) tanpa menghiraukan kondisi sosial yang terjadi di lingkungannya. Mereka menyerahkan jiwa dan raganya pada pemimpin mereka. “Mereka taklid buta dan selalu melihat orang luar sebagai ancaman,” kata Hamdi pada Lazuardi Birru, di Jakarta.

Selain itu, lanjut Hamdi, biasanya orang tersebut juga tidak pernah berfikir demokratis karena demokrasi dianggapnya melemahkan sendi-sendi dari orang yang mengidap penyakit autoritarianisme tersebut. Biasanya mereka tidak suka dengan hal-hal yang berbau pembaharuan. “Mereka tidak suka dengan kesamaan pendapat dan kesetaraan karena memang antidemokrasi,” kata dia.[Az]


Sumber: Lazuardi Birru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar