Persoalan radikalisme yang berujung pada
aksi teror merupakan masalah yang cukup kompleks. Di dalamnya tidak
melulu faktor ideologi, namun ada faktor lain, seperti keadilan, sosial
politik, dan faktor lain yang juga mempengaruhi tindakan tersebut.
Karena itu, perlu ada dialog yang masif menyelesaikan masalah itu.
Direktur Program Pusat Studi Hukum dan
Hak Asasi Manusia (Pusham) Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta,
Eko Prasetyo mengatakan, ideologi terorisme tak bisa diberangus hanya
dengan cara melakukan tindakan represif, seperti penembakan.
“Upaya-upaya represif tidak pernah bisa
membuat teror mereda. Selalu muncul dan selalu muncul. Maka menurut
saya, upaya yang harus lebih ditekankan adalah menggalang dialog dan
komunikasi intensif antarkelompok keagamaan yang ada,” kata Eko pada
Lazuardi Birru.
Selain itu, Eko berpandangan bahwa sikap
represif aparat justru bisa memunculkan sikap keras yang serupa dari
kelompok-kelompok keagamaan radikal. Kekerasan memancing kekerasan.
“Dialog antarkelompok dalam Islam itu penting untuk membuka pintu
perdamaian. Kemudian harus diciptakan situasi kondusif untuk mendorong
penegakan hukum yang adil,” imbuhnya.
Kuncinya, kata Eko, tetap ada di ulama.
Menurut dia, penanggulangan terlalu sulit, namun pencegahan dan tindakan
preventif masih bisa dilakukan dan diusahakan.
Hal senada disampaikan Dosen Pascasarjana
UIN Sunan Kalijaga Yogkayakarta, Dr. Ahmad Yani Anshori, MA. Menurut
dia, tindakan preventif yang bisa dilakukan dengan upaya membangun
dialog dengan new social movement (istilah Yani menyebut kelompok radikal, red) tersebut.
“Kelompok-kelompok salafi sebagai new social-relgious movement
ini tumbuh, mendidik orang, jaringan luas sampai ke luar negeri. Mereka
juga punya keahlian elektroik, mengoperasikan internet dan lain
sebagainya. Mereka lintas batas dalam berhubungan. Sementara mereka
tidak mau mendekat dengan kiai-kiai NU atau para cendekiawan
Muhammadiyah yang sudah mapan,” kata Yani pada Lazuardi Birru.
Karena itu, lanjut Yani, tindakan
preventif yang bisa dilakukan adalah dengan jalan dialog. Menurut Yani,
jangan sampai ulama dan cendikiawan justru menjauhi kelompok yang
dianggap radikal ini. Sebab kalau kelompok ini tidak didekati dan diajak
dialog, dikhawatirkan akan menimbulkan persoalan dan kekerasan.[Az].
Sumber: Lazuardi Birru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar