Laku berbahasa sejatinya bukan sekedar
tentang menghubungkan atau mengkomunikasikan sesuatu. Bahasa bisa
dipahami lebih luas dari itu. Melalui bahasa-lah manusia bertemu dengan
ihwal yang ada. Bahkan dengan berbahasa manusia bertemu dunia,
menciptanya sekaligus juga terdeterminasi olehnya.
Pada level keseharian dari berbahasa
inilah seseorang bisa melihat tipikal seperti apa orang tertentu. Jika
dikaitkan dengan radikalisme agama misalnya, akan tampak bahwa radikalis
memiliki kadar pergumulan dengan kosa kata “panas” yang lebih tinggi.
Bahasa-bahasa sesat, halal darahnya dan lain sebagainya bisa dipastikan
lebih sering beredar dalam kesehariannya.
Islam sejatinya agama cinta kasih. Dalam
laku berbahasa keseharian sangat tampak hal itu. Misalnya ketika seorang
muslim akan memulai sesuatu dianjurkan membaca basmallah, dengan nama
Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Artinya setiap hari setiap
muslim diingatkan akan pentingnya cinta kasih. Maka menurut Direktur
Aman, Rubi Khalifah, ironis jika seorang muslim menjadi radikal. Dengan
kata lain jika muslim menjadi radikal maka bisa dipastikan ada yang
tidak sinkron dalam cara ber-Islamnya.
Ruby juga menekankan arti penting dari
produksi bahasa-bahasa yang menyejukkan dan menenangkan secara lebih
sering. Dengan upaya ini perdamaian atau kondisi non-kekerasan akan
terbuka dan terkondisikan.
“Bahasa-bahasa yang menenangkan,
menyejukkan misalnya cintai sesamamu harus lebih sering diproduksi.
Daripada mengulang-ulang bahasa kekerasan. Sepertinya kita gengsi bilang
i love you. Padahal sebagai orang beragama kita harus mencintai dan mengasihi orang lain” Kata Rubi Khalifah. [Mh].
Sumber: Lazuardi Birru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar