Tren kekerasan horizontal dan konflik komunal pada tahun ini cenderung meluas lantaran tidak lagi didominasi oleh ‘area-area merah’ yang dikenal memiliki sumbu konflik yang khas, seperti Aceh, Papua, Poso dan Ambon. Peta persebaran daerah konflik merambat pada wilayah-wilayah yang memiliki banyak sumber daya alam ataupun tingkat perpaduan migrasi dan struktur sosial yang berbeda.
“Konflik komunal yang terjadi di Lampung,
Kutai Barat, Sigi, dan lain-lain bisa diidentifikasi dari pendekatan
aktor berbasis teritorial, isu identitas sosial dan budaya, pilkada, dan
lain sebagainya,” demikian siaran pers LSM KontraS dalam rangka
peringatan HAM se-dunia yang jatuh pada 10 Desember.
KontraS mencatat, sepanjang 2012 tercatat
terjadi 32 kali ketegangan konflik -selain dari kasus persekusi dan
aksi tawuran pelajar dan mahasiswa.
Pemicu-pemicu yang muncul adalah
mis-komunikasi pada isu sengketa lahan -termasuk juga dengan model
kebijakan pembangunan yang tidak berimbang, ketidakpuasan warga atas
praktik penegakan hukum, peristiwa-peristiwa kriminal, beredarnya
pesan-pesan provokatif, dan dendam-dendam konflik lama yang belum
tertuntaskan.
Sementara itu laporan lain yang
disampaikan peneliti The Habibie Center, Inggrid Galuh Mustikawati,
menyatakan korban akibat tindak kekerasan di Indonesia kian meningkat
pada periode tahun 2012.
“Periode Januari-April terjadi 2.563
insiden, 314 korban tewas, 2.135 orang cedera, 325 kasus perkosaan, dan
696 bangunan rusak,” papar Inggrid, seperti dikutip Republika Online,
Senin (10/12/2012).
Ia menjelaskan, jika periode
Januari-April 2012, isu yang menonjol adalah insiden kekerasan pilkada
Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan sengketa tanah di Maluku Utara, Maka,
periode selanjutnya isunya bergeser pada isu identitas dan sumberdaya.
Dibanding periode sebelumnya, imbuh
Inggrid, periode ini jumlah kekerasan identitas meningkat lebih dari dua
kali lipat dan dampak tewas akibat isu sumberdaya meningkat empat kali
lipat.
Hasil penelitian The Habibie Center di
sembilan daerah yaitu NAD, Kalimantan Barat, Maluku, Maluku Utara,
Sulaweai Tengah, Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan
Jabodetabek periode Mei-Agustus 2012, mencatat 2.344 insiden kekerasan
yang mengakibatkan 291 orang tewas, 2.406 cedera, dan 272 bangunan
rusak.
Dari total insiden itu, konflik kekerasan
mendominasi dengan terjadi 1.516 kasus. Persoalan kriminalitas sebanyak
601 insiden, harga diri sebanyak 495 insiden, dan main hakim sendiri
sebanyak 380 insiden. (fiq).
Sumber: Lazuardi Birru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar