Rabu, 23 Januari 2013

Kelompok Ekstremis Anak Haram Reformasi


Persoalan radikalisme di Indonesia merupakan masalah yang sangat kompleks. Karena itu, penyelesaiannya juga harus komprehensif. Hal tersebut diungkapkan Direktur Riset Maarif Institute, Ahmad Fuad Fanani pada Lazuardi Birru, di Jakarta.

Menurut Fuad, radikalisme muncul menjadi diskursus yang mewarnai dinamika sosial politik di Tanah Air seiring dengan digulirkannya reformasi pada 1998. “Itu terutama mucul pascareformasi 1998 ketika arus reformasi dan demokrasi datang ke Indonesia,” kata master lulusan Flinders University ini.

Di satu sisi, kata pria kelahiran Blitar ini, reformasi dan demokrasi membuat banyak hal menjadi baik. Misalnya ada kebebasan berpendapat, kebebasan berpartai, kebebasan pers, ada otonomi daerah, ada kontrol masyarakat terhadap negara dan sebagainya.

Namun di sisi lain, lanjut Fuad, arus demokrasi dan otonomi daerah juga digunakan oleh kelompok-kelompok tertentu untuk tujuan yang tidak demokratis. Pascareformasi 1998, kata Fuad, banyak kelompok ekstremis yang muncul dan menguasai ruang publik. “Jadi persoalan radikalisme itu salah satu bagian dari anak haram demokrasi atau reformasi,” tegas Fuad.

Jadi, menurut Fuad, reformasi 1998 memiliki dua mata sisi yang berbeda, satu pisitif dan yang lain negatif. Karena itu, sudah menjadi kewajiban bagi setiap orang untuk mengorientasikan reformasi pada sisi positifnya, jangan sampai dimanfaatkan oleh kelompok tertentu, khususnya kelompok ekstremis yang menggunakan kekersan sebagai solusi dalam menyelesaikan masalah.[Az]



Sumber: Lazuardi Birru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar