Jumat, 04 Januari 2013

Penanganan Terorisme, Perlu Pendekatan Komprehensif

Radikalisme yang mengarah pada tindakan teror merupakan persoalan dan problem bangsa yang sulit diurai. Pasalnya, tidak hanya berkaitkan dengan ideologi semata, namun juga ada persoalan ekonomi politik, keadilan, dan kepentingan kelompok tertentu. Karena itu, perlu pendekatan yang komprehensif untuk menyikapi persoalan ini.

Wacana ini disampaikan Peneliti Institute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta, M. Zainal Anwar, M.Si. “Kasus terorisme ini sudah menjadi spesifik yang susah kalau kita urai. Persoalan itu ada kaitan dengan ideologi, tapi ada juga kaitannya dengan persoalan ekonomi politik, dan keadilan,” kata Zainal pada Lazuardi Birru.

Zainal menilai, saat ini aksi teror sudah mulai menyerang simbol-simbol pemerintah. Misalnya penyerangan pos polisi di Solo pada Agustus 2012. Selain itu, ada juga ancaman teror di beberapa instansi pemerintahan, seperti ancaman teror ke gedung DPR RI.

“Nah sebetulnya, kalau saya lihat ada semacam ketidakpuasan terhadap sistem yang berjalan di Indonesia. Ini juga ada keterkaitan dengan sejarah masa lalu yang tidak puas dengan Pancasila sebagai dasar negara,” ungkapnya.

Menurut lulusan Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini, dalam sistem demokrasi yang sudah disepakati oleh para pendiri bangsa Indonesia, masih menyisakan ketidakpuasan beberapa kelompok. Misalnya kelompok yang menginginkan berdirinya Negara Islam yang dipelopori oleh Darul Islam (DI) pimpinan Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo. Saat ini, kelompok ini menjelma menjadi organisasi baru yang secara ideologi sama. “Ketidakpuasan itu, salah satunya di lakukan dengan bentuk terorisme,” Zainal menjelaskan.

Selain itu, lanjut Zainal, ada juga motif yang terkait dengan isu global yang selalu disimbolkan dengan Amerika dan Barat, sehingga aksi teror yang terjadi di Tanah Air kerap menyasar simbol-simbol Barat. Tak heran kemudian, kata Zainal, aksi teror yang terjadi di Indonesia selalu menjadikan simbol-simbol Barat sebagai sasaran teror. Misalnya aksi Bom Bali, Hotel JW Marriott, dan simbol Barat lainnya.

“Yang ingin saya garis bawahi adalah memang ada ketidakpuasan terhadap sistem yang telah berjalan di negara Indonesia ini. Hal tersebut tidak bisa kita pungkiri, meskipun hal itu tidak bisa dijadikan alasan sebagai pembenar dalam aksi kekerasan, apalagi terorisme,” pungkasnya.[Az]



Sumber: Lazuardi Birru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar