Dalam sejarah politik Islam, sejak masa
hidup sahabat Nabi Muhammad SAW, kelompok-kelompok keagamaan radikal
yang menghalalkan darah saudara sesama muslim hanya lantaran perbedaan
paham politik telah muncul, salah satu dari mereka adalah kelompok
Khawarij.
Bahkan Imam Ali bin Abi Thalib KW,
pemimpin keempat dalam sistem Khulafau Al-Rasyidin dan menantu Nabi juga
dibunuh oleh seorang radikalis Khawarij bernama Abdurrahman bin Muljam.
Secara personal Abdurrahman adalah sosok
yang salih. Tak hanya rajin ibadah wajib, amalan sunah seperti puasa
Senin dan Kamis serta shalat tahajjud rutin ia kerjakan, hingga seolah
menjadi kewajiban pribadinya. Tak hanya itu, ia juga penghafal Alquran.
Namun lantaran menganggap Ali bin Abu Thalib telah kafir sehingga
darahnya halal untuk ditumpahkan, maka ia lakukan pembunuhan itu.
Paparan itu membuka perbincangan Lazuardi
Birru dengan KH. Said Aqiel Siradj, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama (PBNU) beberapa waktu lalu. Sore itu, di kantor PBNU di Jalan
Kramat Raya Salemba, sembari ditemani sebungkus rokok mild, Kang Said,
demikian sapaan akrabnya di kalangan Nahdliyyin (warga NU) menjawab
tangkas pertanyaan-pertanyaan dari LB seputar problem radikalisme dan
terorisme berlabel agama.
Berikut petikan perbincangan LB dengan peraih gelar Doktoral bidang filsafat Islam dari Universitas Ummu al-Qura Mekah itu.
Mengenai Khawarij, bisa diterangkan lebih jauh?
Khawarij awalnya adalah para pengikut
Imam Ali bin Abi Thalib KW. Namun ketika pecah perang Shiffin untuk
menumpas kelompok pimpinan Muawiyah bin Abu Sufyan (Gubernur Syam) yang
membangkang terhadap kepemimpinan Imam Ali, mereka berbeda pendapat
dengan Imam Ali.
Ketika pertempuran hampir saja
dimenangkan pasukan Ali, kelompok Muawiyah mengajukan Tahkim (gencatan
senjata), dan Ali menerima itu. Namun sebagian pasukan yang tidak setuju
atas keputusan tersebut lantas memilih keluar dari barisan Ali dan
membentuk golongan sendiri.
Mereka berargumen bahwa Ali telah
menerima hukum hasil musyawarah manusia, bukan hukum Allah. Dengan
merujuk pada QS. Al Maidah: 44 bahwa barang siapa yang menerima hukum
selain hukum Allah maka telah kafir, kelompok Khawarij menghalalkan
pembunuhan terhadap Imam Ali bin Abi Thalib.
Dalam kelompok Khawarij sendiri ada
beberapa faksi. Faksi yang agak lunak menyebut bahwa yang kafir hanyalah
orang dewasa, yang anak-anak tidak. Namun ada faksi shafariyah yang
sangat radikal yang memandang bahwa semua orang di luar kelompok
khawarij, baik anak kecil maupun dewasa semua kafir dan halal darahnya.
Perempuan dan anak-anak boleh dijadikan budak.
Artinya radikalisme berbasis agama itu bukan sesuatu yang baru?
Ya. Pemahaman yang menghalalkan tindak
kekerasan dan penumpahan darah sesama muslim dengan merujuk pada
dalil-dalil Alquran dan hadis itu sudah ada presedennya dalam sejarah
politik Islam awal.
Bukan cuma dalam Islam, di setiap agama
dan peradaban manusia, kelompok radikal itu selalu ada. Dan itu
bertentangan bahkan mencoreng serta membikin kotor agama itu sendiri.
Apakah benar agama mengajarkan kekerasan?
Tidak ada agama yang mengajarkan
kekerasan dan main hakim sendiri, baik itu Islam, Kristen, Hindu, Budha,
dan lainnya. Islam memiliki ajaran rahmatan lil alamin (rahmat bagi semesta) dan tasamuh (toleransi). Kristen mengajarkan cinta kasih, di Hindu ada hahimsa, Budha ada moksa.
Dalam Islam sendiri, jangankan kepada
sesama muslim kepada non muslim pun tidak boleh main hakim sendiri. Nabi
Muhammad SAW pernah bersabda, “Man qotala dzimmiyan fa ana khosmuhu, wa man kuntu khosmahu fa lam yasyumma roihatal jannah
(barang siapa yang membunuh non muslim maka ia akan berhadapan dengan
saya [Nabi]. Dan barang siapa yang berhadapan dengan saya, maka ia tidak
akan mencium bau surga.” Itu statemen Nabi yang luar biasa dalam
melindungi hak hidup manusia, siapa pun dia.
Nabi pernah menerima hadiah dari Muqauqis
(Gubernur Mesir) berupa kuda dan budak perempuan perempuan bernama
Mariah Al Qibtiah yang kemudian dinikahi oleh Nabi. Mariah ini seorang
pemeluk Kristen Koptik.
Beliau berpesan kepada sahabat Umar Bin
Khattab R.A bahwa Islam akan tersebar di Mesir berkat perjuangan Umar.
Jika itu terjadi maka saya berwasiat agar keluarga Mariyah yang beragama
Kristen itu jangan diganggu, artinya pemeluk Kristen jangan diganggu.
Terbukti hingga sekarang kota Alexandria Mesir menjadi basis pemeluk
Kristen.
Maka begitu sahabat Umar menerima
penyerahan kota Palestina beliau menjamin tidak akan ada satu gereja pun
yang dibongkar atau dihancurkan. Beliau memberikan garansi kebebasan
beribadah kepada pemeluk Kristen.
Begitupun dengan Salahuddin Al Ayubi.
Ketika ia memimpin pertempuran melawan pasukan Romawi yang Katolik maka
pemeluk Kristen di tanah Arab tidak diganggu sama sekali.
***********
11 September 2011, dunia dikejutkan oleh
serangan yang diduga kuat dilakukan oleh jaringan Alqaeda pimpinan Osama
bin Laden terhadap gedung WTC (World Trade Center) di New York dan
sebagian kecil gedung Pentagon (markas pertahanan Amerika Serikat).
Ribuan warga sipil meninggal. Pemerintah AS murka dan mengeluarkan
kebijakan war on terror (perang melawan terorisme). Bagi sebagian aktivis muslim, kebijakan itu kerap dianggap sebagai war on Islam. Pasalnya Alqaeda adalah kelompok muslim militan.
Di Indonesia, aksi terorisme yang menelan
jumlah terbesar adalah Bom Bali I, 12 Oktober 2002. 202 nyawa melayang,
sebagian besar adalah wisatawan mancanegara.
Sebelum itu beberapa aksi teror bom sudah
berlangsung di bumi pertiwi sejak tahun 2000, diawali pengeboman rumah
Kedutaan Besar Filipina di Jakarta pada 1 Agustus 2000. Banyak pengamat
menyebut bahwa aksi-aksi teror bom di tanah air dipicu oleh fatwa Osama
bin Laden pada Februari 1998. Kala itu Osama mendeklarasikan World
Islamic Front dan mengeluarkan fatwa yang menyerukan kewajiban berjihad
melawan tentara dan warga sipil Amerika Serikat di mana pun berada.
Melihat fenomena itu, Kiai Said merasa geram. “Saya pikir ada big design untuk
memojokkan Islam sebagai teroris. Di Indonesia kan umat Islam
mayoritas. Karena banyak aksi bom di sini seolah-olah muncul pencitraan
bahwa Islam itu radikal, ekstrem, dan gemar melakukan aksi teror.
Padahal pelakunya cuma segelintir muslim,” cetusnya.
Terlepas dari itu, banyak pelaku
terorisme, Imam Samudra dan Mukhlas (dalang Bom Bali I) misalnya,
menggunakan ayat-ayat Alquran dan teks hadis untuk menjustifikasi
tindakannya. Jadilah aksi terorisme bertameng agama.
Lantas bagaimana seorang Kiai Said, sosok
yang sangat lama mendalami ajaran Islam, dari bilik pesantren Lirboyo,
Kediri, kemudian Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta, hingga menempuh studi
sarjana hingga doktoral di Universitas Umm al Qura Makkah, terhadap
fenomena terorisme?
Para pelaku teror di
indonesia sering mengutip ayat-ayat Alquran yang menyerukan perang
terhadap kaum kafir, bagaimana pandangan Pak Kiai?
Ayat-ayat perang itu turun ketika sedang
pecah peperangan antara umat Islam dengan kaum kafir. Fungsi ayat
tersebut untuk memberikan dorongan moral dan mental kepada pasukan
Islam.
Alasan Islam membolehkan perang, itu yang
harus dimengerti. Perang terjadi lantaran dakwah Islam terhalang oleh
kekuatan tertentu. Nah, demi menghancurkan kekuatan itu, perang
diperbolehkan. Hanya dalam rangka sebatas itu, artinya kalau dakwah
Islam sudah bisa dilaksanakan, maka tidak boleh ada peperangan.
Berarti ada kesalahan tafsir?
Jelas. Kelompok-kelompok radikalis dan
teroris ini dangkal memahami ajaran Islam. Dan itu sudah diprediksikan
oleh Nabi Muhammad SAW.
Ada sebuah peristiwa di mana Rasulullah
lantas memprediksikan lahirnya kelompok-kelompok yang dangkal memahami
ajaran Islam. Cerita ini termaktub dalam Syarah Shahih Muslim karya Imam
Nawawi, pada Kitab Zakat, Bab al Qismah (pembagian).
Ketika Rasulullah mendapatkan rampasan
perang Hunain dan Thoif yang banyak, kemudian dibagi setelah Fathul
Makkah (penaklukan Mekah) di daerah Ja’ronah, ada seorang sahabat
bernama Dzil Khuwaisyir yang marah dan protes atas pola pembagian Nabi
yang terlihat aneh.
Pejuang senior tidak mendapatkan bagian,
namun orang-orang yang baru masuk Islam bahkan konglomerat seperti Abu
Sufyan dan Al Bakhtari masing-masing diberi jatah 100 ekor unta.
Dengan congkaknya Dzil Khuwaisyir maju ke
depan dan berkata, “I’dil ya Muhammad, bagi-bagi yang adil hai Muhammad
jangan semaunya sendiri.
Nabi Muhammad SAW pun menjawab bahwa yang
beliau lakukan itu adalah perintah Allah bukan semaunya sendiri. Sebab
tindakan Nabi yang seperti itupun bukan berdasarkan nafsu sebagaimana
dijamin dalam surat An Najm.
Ketika orang itu pergi meninggalkan
majelis pertemuan, Nabi Muhammad bersabda, akan muncul dari umat Islam
orang seperti lelaki itu yang hafal Alquran tetapi tidak melewati
tenggorokannya, mereka adakah sejelek manusia bahkan lebih jelek dari
binatang.
Tidak melewati tenggorokan artinya mereka
hanya memahami Alquran secara dangkal atau sangat literal. Maka tak
heran lahirlah kelompok khawarij yang sebagian adalah penghafal Al-Quran
tapi gemar mengkafirkan kelompok muslim lain.
Dalam syarah (penjelasan) hadis
tersebut, Imam Nawawi menggambarkan sosok Dzil Khuwaisyir itu berkepala
botak, jenggotnya panjang, jidatnya hitam, dan memakai gamis setengah
kaki.
Lantas, bagaimana cara efektif menanggulangi terorisme?
Kalau yang sudah menyakini jalan
kekerasan sebagai kebenaran, itu sulit untuk disadarkan. Orang-orang
militan yang percaya betul bahwa ketika mati akibat aksi bom bunuh diri
akan langsung disambut oleh 70 bidadari itu sudah sangat sulit
disadarkan.
Tugas kini sekarang adalah melakukan
antisipasi agar doktrin-doktrin radikalisme tidak menjerat generasi
muda, remaja masjid, pegiat majelis taklim, dan sekolah-sekolah.
Apa yang sudah dilakukan oleh NU dalam upaya penanggulangan radikalisme?
Selamanya NU ini kan membangun masyarakat yang wasaton
(moderat). Mazhab kita ahlus sunnah wal jamaah itu supaya masyarakat
berislam secara benar sesuai ajaran nabi Muhammad yaitu membangun
masyarakat yang beradab, berakhlak, berilmu, bukan hanya secara akidah
dan syariah saja.
Dasarnya adalah firman Allah dalam QS At
Taubah: 122 yang artinya “Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin
itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap
golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan
mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila
mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya.”
Nah NU dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara ini mendapat bagian tafaquh fiddin
yang bertugas menjaga moral umat, pengawal agama, kebudayaan, ahlus
sunnah, NKRI dan pancasila. Itulah mengapa NU tidak terjun di dunia
politik praktis.
Dan itu bukan barang kecil. Sikap moderat
itu butuh pengorbanan. Dan kiai-kiai NU sudah berkorban dengan
meninggalkan sekitar 50 juta anak bangsa yang taat beribadah tapi punya
komitmen tinggi dengan kebangsaan. Muslim yang agamis sekaligus
nasionalis. Itu persembahan NU terhadap bangsa,kemanusiaan, dan
peradaban dunia.
Ada sebagian pelaku tindak pidana terorisme yang berasal dari keluarga NU?
Ya, namanya orang banyak kan nggak semuanya benar. Tetapi sekali orang sudah terjerat terorisme berarti dia bukan NU lagi.
Apa saran NU kepada pemerintah?
UU Antiterorisme harus diperkuat. Saya
setuju bahwa siapa pun yang dicurigai akan melakukan aksi teror boleh
ditangkap, tetapi jangan sampai ada penyiksaan. Jika memang ditemukan
bukti yang memerkuat dugaan ya silakan diteruskan, jika tidak ada ya
harus dilepas. Tidak masalah intelijen melakukan penangkapan. Terorisme
itu berbeda dengan tindak kriminal biasa. Kalau menunggu orang melakukan
aksinya baru bisa ditangkap, ya akibatnya bom meledak di mana-mana
baru dicari.
Saya yakin polisi dan intelijen itu tahu
kok. Nyatanya setiap aksi demonstrasi polisi bisa tahu bahwa
provokatornya si A, berasal dari kelompok mana, dan latar belakangnya
apa. Maka kalau bekerja serius, bisa kok polisi menangkap sebelum
kelompok itu berbuat.
Saya pernah mengkritik keras polisi
ketika terjadi teror bom buku pertengahan tahun 2011. Waktu itu Kapolri
langsung mengirim pesan singkat (SMS) dan mengucapkan terima kasih atas
kritiknya dan berjanji akan segera menangkap pelakunya. Betul, seminggu
kemudian puluhan orang tertangkap. Artinya polisi sebenarnya tahu, cuma
nggak bisa menangkap karena belum ada payung hukumnya.
Oh ya, saya juga usul. Orang-orang yang
suka melakukan caci-maki dengan kata-kata kotor terhadap tradisi-tradisi
seperti perayaan Maulid Nabi, tahlil, dan sebagainya itu juga bisa
ditangkap. Itu membuat resah masyarakat. Tradisi-tradisi itu sudah
membudaya dan terbukti baik kok disebut bid’ah, perbuatan orang kafir
dan musyrik.
Apakah pemerintah harus melibatkan masyarakat sipil?
Harus. Karena organisasi kemasyarakatan
seperti NU dan Muhammadiyah itu lebih tahu tentang gerakan-gerakan di
masyarakat yang di luar mainstream. Kebijakan pemerintah yang menyangkut
kepentingan besar tu harus mengikutsertakan NU, Muhammadiyah, dan Ormas
lain yang memiliki komitmen besar pada NKRI.
******
Tak terasa, perbincangan seputar
radikalisme-terorisme bertopeng Islam dan NKRI mengalir hingga sore
terus beranjak menuju petang. Waktu di alat recorder menunjukkan, wawancara telah berlangsung lebih dari 45 menit. Tentu itu belum termasuk obrolan pembuka.
Pak Kiai, closing statement dari wawancara ini
Mari kita teruskan perjuangan membangun
bangsa dengan mengamalkan Islam secara benar. Kita harus terus
meningkatkan kualitas kita untuk mengembangkan kebudayaan dan negara
ini. Kewajiban kita adalah membangun masyarakat wasathon (moderat)
yang tidak mengenal ekstrim kanan maupun ekstrim kiri. Dan itu telah
berhasil diberi contoh oleh Nabi Muhammad ketika membangun masyarakat
Madinah yang beradab dengan pluralitas etnisnya.
Nabi Muhammad berhasil membuat konstitusi kita kenal sebagai Shahifa Madinah (Piagam Madinah). Di dalamnya, seperti dikutip oleh Abdul Malik Ibnu Syam Al Anshary dalam Sirah Nabawiyyah juz 2 hal 219-221, tidak ada satu pun kata Islam demi kesetaraan.
Nabi berhasil membangun masyarakat yang
solid, hak dan kewajiban masyarakat sama. Perlakukan di mata hukum sama,
tak pandang bulu apakah muslim atau non muslim, pribumi atau pendatang.
Dan kita wajib meniru sunnah Nabi itu.
(Syafiq)
_______________________________
Biodata
Nama lengkap : Prof. Dr. Said Aqil Siradj.
TTL : Cirebon, 03 Juli 1953
Riwayat Pendidikan
Formal:
1. S1 Universitas King Abdul Aziz, Jurusan Ushuluddin dan Dakwah, tamat 1982
2. S2 Universitas Ummu al-Qura, jurusan Perbandingan Agama, tamat 1987
3. S3 Universitas Ummu al-Qura, jurusan Aqidah/Filsafat Islam, tamat 1994
Non Formal:
1. Madrasah Tarbiyatul Mubtadi’ien Kempek Cirebon
2. Pesantren Hidayatul Mubtadi’en Lirboyo Kediri (1965-1970)
3. Pesantren Al-Munawwir Krapyak Jogjakarta (1972-1975)
(99 Orang Bocara Radikalisme dan Terorisme)
Sumber: Lazuardi Birru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar