Radikalisme agama yang hingga saat ini masih bertebaran di mana-mana bukanlah bersumber dari faktor tunggal semata. Ada banyak hal yang bisa dijadikan sebagai causafenomena ini. Salah satunya menurut guru besar dan dosen UIN Jakarta, Dr. Musdah Mulia, adalah lantaran para pemimpin agama seringkali kehilangan niat untuk mempromosikan kemanusiaan.
Di Indonesia, seringkali para pemimpin agama memprimasikan aspek formal agama semata seperti berapa kali sembahyang, apa yang dipakai orang tersebut, apa yang dimakannya. “Hal-hal privat semacam itu yang menjadi urusan para pemimpin agama, sementara yang lebih penting (yaitu kemanusiaan) justru diabaikan” tutur Ibu Musdah Mulia.
Guru besar sekaligus dosen UIN Jakarta ini juga menambahkan jika hal itu terus berlanjut tidak menutup kemungkinan klaim agama sebagai penjaga perdamaian dapat dipertanyakan.
Dalam kondisi yang sudah sedemikian kompleks seperti sekarang ini, Musdah Mulia mengajak agar para pemimpin agama melakukan reinterpretasi atas ajaran-ajaran yang ada. Ia percaya bahwa agama itu sendiri sebenarnya tidak statis. Selalu ada interpretasi yang berbeda, sesuai dengan sikon agama tersebut. Dan justru dengan reinterpretasi itulah kebermaknaan agama bagi manusia tidak akan lrnyap ditelan zaman. [Mh]
Sumber: Lazuardi Birru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar