Saat ini propaganda radikalisme dan
terorisme sangat gencar lewat pelbagai media. Propaganda tersebut
dilancarkan melalui situs, jejaring sosial, novel, tabloid, buletin,
radio, majalah, VCD/DVD untuk menarik simpati generasi muda.
Akibatnya, banyak generasi muda yang
terjangkit virus radikal dan tak jarang dari mereka yang melakukan aksi
teror, bahkan melakukan bom bunuh diri. Misalnya kelompok Ightiyalat
Klaten yang melakukan aksi teror bom di tujuh lokasi, diantaranya; dua
pos polisi, tiga gereja, satu masjid dan satu lokasi ritual sebar apem ya qowiyyu. Kelompok ini rata-rata adalah remaja berusia belasan tahun.
Selain itu, ada Dani Dwi Permana, pelaku
bom bunuh diri di Hotel JW Marriot, 2009 lalu. Dani yang baru berumur 17
tahun dan baru lulus SMA rela meledakkan dirinya karena di doktrin oleh
Saefudin Zuhri, jaringan Nordin M Top. Dani mau melakukan tindakan
bodoh tersebut karena termakan doktrinasi bahwa mereka yang rela mati
sebagai pelaku bom bunuh diri dijanjiin akan masuk surga, dan ditemani
72 bidadari. Yang paling anyar adalah aksi teror yang dilakukan Farhan
cs.
Mantan Ketua Mantiqi III Jamaah Islamiyah
(JI) Nasir Abas mengatakan, generasi muda menjadi sasaran kelompok
radikal dalam melakukan rekrutmennya karena remaja dinilai relatif mudah
untuk dikader dan diorientasikan seperti yang mereka (kelompok radikal,
red) inginkan. Ditambah lagi banyaknya media yang bisa dijadikan alat
untuk merekrut remaja tersebut. Misalnya lewat internet, pertemanan, dan
pengajian tertutup.
“Kita tidak bisa menghindari keterlibatan
remaja dalam menghadiri acara-acara pertemuan acara kumpul-kumpul atau
acara lain. Hanya kita mengharapkan para remaja tersebut berfikiran
terbuka atau bijaksana dan mencari ilmu sebanyak mungkin,” kata Nasir
pada Lazuardi Birru.
Menurut dia, dengan berpikir kritis,
tanpa terburu-buru menerima atau menyetujui suatu paham atau pendapat
tertentu, itu bisa menghindarkan para generasi muda dari pengaruh buruk
ideologi radikal yang mengarah pada aksi terorisme.
“Ini yang perlu dilakukan oleh remaja,
sehingga dikala remaja akan membatasi dirinya kepada pendapat tertentu,
kepada penceramah tertentu. Dia bisa komparasikan dengan opini-opini
lain di luar kelompoknya,” imbuhnya.[Az]
Sumber: Lazuardibirru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar