Jumat, 07 Februari 2014

Protes Keberatan Singapura Tak Perlu Digubris




Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y Thohari mengatakan protes keberatan Singapura terhadap penamaan Kapal Republik Indonesia (KRI) Usman-Harun tidak perlu digubris.

"Singapura itu memang keterlaluan kalau sampai tidak tahu bahwa Usman dan Harus pahlawan nasional Indonesia," kata Hajriyanto di Jakarta, Jumat (7/2/2014).

Dia menilai Singapura sudah bertindak terlalu berlebihan dan tidak berperasaan telah menghukum gantung dua prajurit itu. Menurut Hajriyanto, apabila Singapura sadar sebagai negara tetangga Indonesia maka hukum gantung itu tidak mungkin dilakukan.

"Maksimal hukuman seumur hidup. Kini tanpa perasaan lagi Singapura memprotes penamaan KRI Usman-Harun," ujarnya.

Protes itu menurut dia menandakan Singapura tidak tahu sejarah Indonesia sebagai negara terdekatnya. Hajriyanto menilai kalau perlu Indonesia membuat lagi kapal perang lebih besar dan lebih canggih serta dinamakan KRI Usman-Harun.

Hal senada diungkapkan anggota Komisi I DPR RI, Susaningtyas Kertopati. Ia  menegaskan, pemerintah dan TNI AL tak perlu merespon Singapura yang memprotes penggunaan nama Usman Harun yang dipasangkan pada Kapal Republik Indonesia milik TNI AL.

"Kita harus teguh pada pendirian termasuk dalam memberi nama KRI Usman Harun sebagai negara yang berdaulat. Saya yakin TNI AL sudah melakukan penelitian dan uji sejarah untuk memilih nama," kata Susaningtyas.

Ia menegaskan penggunaan nama tersebut tidak akan berdampak pada hubungan kedua negara meskipun Singapura melakukan protes. "Saya rasa tidak akan ganggu hubungan diplomasi kita. Mereka punya sejarah bangsa, kita juga punya. Kita harus tunjukkan wibawa sebagai bangsa berdaulat," kata dia.

Sementara itu, Menko Polhukam Djoko Suyanto menegaskan penamaan KRI Usman Harun telah sesuai dengan tatanan, prosedur, dan penilaian yang berlaku di Indonesia.

"Pemerintah Indonesia memiliki tatanan, aturan, prosedur dan kriteria penilaian sendiri untuk menentukan seseorang mendapat kehormatan sebagai pahlawan. Dan itu tidak boleh ada intervensi dari negara lain," kata Djoko Suyanto, Kamis (6/2/2014).

Ia mengungkapkan, penamaan itu tersebut telah dinilai sesuai dengan bobot pengabdian dan pengorbanan mereka-mereka yang pantas untuk mendapatkan kehormatan dan gelar itu. "Bahwa ada persepsi yang berbeda terhadap policy pemerintah RI oleh negara lain tidak boleh menjadikan kita surut dan gamang untuk tetap melanjutkan policy itu dan memberlakukannya," katanya.

Djoko Suyanto menyatakan Singapura seharusnya menghormati pahlawan nasional Indonesia terkait dengan pemberian nama Usman dan Harun pada nama Kapal Republik Indonesia.
"PM Lee Kuan Yew tahun 1973 sudah menabur bunga ke makam Usman dan Harun di TMP Kalibata. Jadi seharusnya sudah tidak ada permasalahan lagi terkait isu ini," katanya.

Sebelumnya, Pemerintah Singapura melakukan protes kepada Indonesia karena menggunakan nama Usman Harus untuk KRI milik TNI AL. Menurut Menteri Luar Negeri Singapura, K. Shanmugam, penamaan ini justru akan melukai perasaan rakyat Singapura, terutama keluarga korban dalam peristiwa pengeboman.

Sebab, dua marinir, yakni Usman Haji Mohamed Ali dan Harun Said, akhirnya dieksekusi di Singapura pada 17 Oktober 1968 karena melakukan pengeboman di MacDonald House di Orchard Road, Singapura, pada 10 Maret 1965 yang menewaskan tiga orang dan melukai 33 orang.

Gabungan nama keduanyalah yang kemudian dipilih untuk menjadi nama kapal baru milik TNI Angkatan Laut, yaitu KRI Usman Harun.[as]

Sumber: Antara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar