Selasa, 04 Februari 2014

Hak Hidup dan Damai Dalam Islam



 
Oleh : Rahmat Kurnia Lubis*
 
Menarik sekali jika kita melihat film berjudul “Di Timur Matahari”, tentang anak-anak yang ingin mendapatkan ilmu dengan selalu menunggu guru yang tidak kunjung datang, perang antar suku/desa yang tidak bisa di hindari serta kematian-kematian yang datang silih berganti, namun semua itu bisa di lewati dengan ketulusan, menyanyikan lagu perdamaian untuk menolak dan menjauhkan kebinasaan. Film ini bukan saja kisah yang tidak pernah ada, tentu nya ada inspirasi dan kejadian yang tidak hanya di bumi Papua tapi di wilayah-wilayah lain di negeri atau bahkan negara lain di benua Timur maupun Barat. Budaya itu terkadang memang menjadi sesuatu hal yang di jadikan landasan utama dalam setiap keputusan, apakah kebudayaan itu harus di revolusi maka jawaban nya tentu tidak karena ada banyak hal dari kebudayaan tersebut yang menjadi khasanah bangsa, yang perlu di perhatikan adalah jika dalam bentuk kebudayaan atau pemikiran yang ada mampu memenjarakan logika sehat dan kearifan kita sehingga yang muncul hanya kanibalisme, barbarisme, serta menjauhkan diri atas masukan, kritik dan melebur terhadap masyarakat luas, apalagi mencoba untuk menimbulkan konflik demi hanya untuk keegoan kita. Sehebat apapun the founding fathers yang datang dari berbagai kepulauan di Indonesia tetap mereka mengubur ego sektoral nya untuk keutuhan bangsa kesatuan republik Indonesia ini.

Kehidupan merupakan hak setiap manusia, hal ini tidak hanya tugas dan tanggung jawab negara untuk memberikan perlindungan terhadap nya tapi juga negara. Dalam pembukaan Undang-undang Dasar disebutkan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa, tentu kemerdekaan yang di maksud bukan hanya sebatas mengusir penjajah dari republik ini, tapi bagaimana mempertahankan, merdeka dari pada kebodohan, dan merdeka dari pada budaya kedzholiman. Islam hadir sebagai agama yang menghormati kebudayaan, tapi memberikan sebuah garis lurus untuk tetap mempertahankan kebudayaan dengan bingkai yang indah yaitu tetap menjaga kemanusaiaan itu sendiri. Itulah hak hidup dan kebebasan yang di tuangkan dalam spirit Islam baik al Quran, hadits maupun hukum fiqih. Kenapa Islam dalam hukum nya jika terjadi sebuah pelanggaran seperti misalnya hukum melakukan hubungan suami isteri pada siang hari bulan Ramadhan, maka sebagai tebusan nya atas pelanggaran tersebut umat Islam di suruh untuk memerdekakan budak. Ini artinya hak hidup yang menjadikan manusia bebas dan merdeka adalah suatu hal yang menjadi tujuan syariat dalam Islam.          

Dari hak hidup itu kemudian sejati nya harus memberikan sebuah kesadaran dan kenyataan bahwa manusia harus merasa damai, nyaman dan memperoleh pendidikan maupun kesejahteraan untuk keberlanjutan hidup di dunia ini. Saat ini ada banyak warga negara dan umat muslim yang kehidupannya cukup memprihatinkan, jika memang disadari dan dilaksanakan tentang arti dan tujuan zakat yang menjadi kewajiban di dalam Islam, belum lagi infak dan shodaqah bagi orang yang mampu tentu permasalahan kemiskinan bukanlah suatu masalah besar yang harus di tangani oleh pemerintah.

Islam itu memberikan sebuah motivasi hidup yang syarat makna, advokasi terhadap manusia, terlepas dari agama dan budaya apapun, bahkan lingkungan menjadi perhatian nya. Allah SWT jelas sekali tidak suka terhadap manusia yang lalai akan tugas dan tanggung jawabnya untuk kehidupan sosial karena kehidupan dalam Islam adalah kehidupan yang tidak sebatas romantisme berTuhan. Kenapa Islam menyuruh berkurban, memberikan infak, shodaqah, jangan menghardik anak yatim, memelihara lingkungan. Hal ini tiada lain untuk melahirkan sebuah keshalehan sosial. Ada tiga model manusia, di hadapan Allah SWT, dan ketiga-tiga nya tidak akan maksimal jika hanya di jalankan satu sisi dan meninggalkan sisi lainnya, hal tersebut adalah. Pertama, hanya beribadah kepada Allah SWT, suatu kehidupan yang sibuk dengan urusan akhirat, berkali-kali ke luar negeri untuk umrah dan haji, begitu juga ada orang yang berdakwah mencari formula sesuai kehidupan nabi, keluar sampai ke beberapa tempat dan bahkan luar negeri untuk masuk dalam golongan para serambi masjid yang hidupnya hanya antara masjid dan mengajak orang di sekitarnya saja. Kedua, bagi manusia yang hidup atas kemanusiaan, sesuatu hal yang bersifat humanistic merupakan kegiatan sosial yang tidak pernah di tinggalkannya, memberikan bantuan moril, materil dan pikiran, kepada setiap yang membutuhkan. Tapi kemudian adalah keringnya spiritual dengan melepaskan Allah SWT dari hati dan amal ibadah merupakan sesuatu hal yang tidak dapat di benarkan. Ketiga, terakhir ini adalah kehidupan yang tidak terlalu mementingkan aturan hidup, baginya yang terpenting adalah kesenangan, bila saatnya tiba maka ibadah bisa menjadi aktifitasnya tapi di sisi lain juga tetap melakukan perbuatan buruk, atau bahkan bisa jadi korupsi menjadi hal yang di lakukakan nya dengan memberikan sebagian bagi orang-orang kecil yang tidak mengetahui duduk perkaranya. 

Dalam Islam bahwa segala cara, dan tujuan harus seiring sejalan untuk kemaslahatan umat, manusia, lingkungan dan sebagai bukti penghambaan diri terhadap Allah SWT. jika kita ingin berwudhu maka air yang di dapatkan dari air yang halal, bersih dan bukan hasil rampasan atau curian, begitu juga jika tentunya tidak di benarkan mencuri sajadah untuk kepentingan mulia seperti shalat. Begitulah Islam mengatur kehidupan beragama dan kesejahteraan untuk perdamaian umat manusia. Dalam Al – Qur'an sendiri, ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits yang berbicara tentang ritual ibadah mahdhah, tidak lebih dari 20 %. Sementara 80% dari ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi s.a.w., justeru berbicara tentang masalah sosial, yang membahas tentang aturan manusia berinteraksi dengan manusia yang lain, dalam berbagai segment dan profesinya. Nabi Muhammad SAW, memberikan contoh keseimbangan antara 2 kesalehan ini, beliau tidak hanya menghabiskan waktu untuk berzikir saja. Baik pada periode Makkah maupun Madinah, beliau bekerja keras mendakwahkan Islam, membina mental sahabat, membentuk kader, membangun masyarakat, memimpin perang, mengatur strategi, membuat perundingan, dan lain-lain. Konsep ajaran Rosulullah SAW, terbukti bisa menjadi solusi problema kehidupan bermasyarakat dan bernegara, Sebagaimana yang pernah dipraktekkan beliau semasa hidup di Madinah Al Munawwarah.


*Penulis adalah Alumni Program Institut For Multiculturalism and Pluralism Studies
 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar