Jumat, 07 Februari 2014

Pintu Taubat, Jalan untuk Berubah Damai dengan Allah SWT




Oleh: Rahmat Kurnia Lubis*

Hidup manusia seperti  sebuah buku, sampul depan adalah tanggal lahir, sampul belakang adalah tanggal pulang. Setiap lembarnya adalah hidup kita, ada buku yang tebal dan ada yang tipis, ironisnya seburuk apapun halaman sebelumnya penuh dengan noda dan coretan yang tidak di mengerti, selalu tersedia halaman berikutnya yang bersih, baru tiada cacat buat menulis kenangan indah, mengukir tulisan yang bagus. Ini sama halnya dengan hidup kita, seburuk apapun masa lalu, Allah SWT selalu menyediakan hari yang baru buat kita, untuk melakukan sesuatu  yang benar, memperbaiki kesalahan, melanjutkan alur cerita yang sudah ditetapkan-Nya.

Rata-rata umur manusia saat ini adalah 60-70 tahun, jika kita mencoba untuk berpikir matematis maka pertanyaannya kemudian adalah sudah cukupkah bekal kita untuk menjumpai sang khalik ketika sang maut datang menjemput. Biasanya usia muda selalu dihabiskan dengan kesenangan duniawi, menghamburkan harta, mencoba untuk mengambil peran dalam hal berbagai maksiat yang di larang agama, manusia melupakan haknya Allah SWT bahwa maut sebenarnya bisa mengintai tanpa memandang usia dan kesempatan di hari esok. Bahkan bahasa pembenaran atas nafsu manusia diciptakan dengan mengatakan masa muda adalah masa bebas untuk suatu hal apapun, termasuk maksiat di dalamnya, sebelum masa tua, atau sebelum menikah maka puaskan lah, itulah kadang bahasa yang muncul dari sebagian generasi muda. Sikap ini tentunya tidak dapat dibenarkan untuk melakukan apa saja tanpa ada batas dan aturan yang jelas. Allah SWT memberikan penjelasan di dalam kitab-Nya yang mulia: 

“Idza ja'a ajaluhum la yasta'khiruuna sa'atan wala yastqdimuun” artinya ajal telah datang, maka tidak dapat meminta penundaan atau mempercepat sesaat pun.  [Q.S. 7 Al A'raf ayat 34]
 
Kembali kepada masalah kalkulasi tentang sebuah usia, dalam kehidupan ini, manusia mempunyai kegiatan dimulai dari tidur, bangun tidur, dan kegiatan-kegiatan lainnya yang tidak begitu penting dan menghabiskan waktu. Kita rincikan jika kehidupan manusia ini 65 tahun, dikurangi usia akil balig 15 tahun, maka total usia adalah 50 tahun. Untuk 50 tahun itu marilah kita lihat untuk apa waktu tersebut dipergunakan. Pertama, untuk tidur, umumnya manusia tidur ± 8 jam per hari. Dalam 50 tahun waktu yang habis dipakai tidur 18,250 hari x 8 jam= 146,000 jam= 16 tahun 7 bulan dan jika dibulatkan jadi 17 tahun. Kedua, waktu beraktivitas/kegiatan siang hari umumnya manusia , sebut saja ± 12 jam, selain bekerja 8 jam masih ada kegiatan di siang hari lainnya. Dalam 50 tahun waktu yang habis dipakai manusia untuk aktivitas tersebut: 18,250 hari x 12 jam= 219,000 jam = 25 tahun. Ketiga, waktu rehat, santai, leha-leha ± 4 jam, Dalam 50 tahun waktu yang dipakai untuk rehat 18,250 hari x 4 jam= 73,000 jam = 8 tahun. Maka kalkulasinya adalah waktu  tidur 17 tahun + kegiatan siang hari 25 tahun + rehat 8 tahun = 50 tahun. Maka bagaimana dengan ibadahnya, banyak yang melalaikan hal ini, jika satu kali shalat rata-rata 10 menit 5x shalat = 50 menit digenapkan 1 jam.  Ini pun kalau shalatnya 5 waktu. Kalau yang cuma Maghrib, bagaimana? Dalam waktu 50 tahun waktu yang dipakai manusia untuk shalat = 18,250 hari x 1 jam = 18,250 jam atau sama halnya hanya 2 tahun saja.

Artinya kehidupan manusia lebih banyak terfokus kepada hal yang sifatnya keduniawian, bagaimana jika perbuatan yang dilakukan setiap harinya tidak terlepas dari kemaksiatan, seperti menipu, senang berjudi, memfitnah orang, dan membuat kerusakan. Hal ini tentunya sangat menambah beban berat menjumpai Allah Sang Maha Rahman. Melihat akan arti pentingnya sebuah waktu hingga Allah SWT pun bersumpah karenanya, semua orang mempunyai waktu yang sama setiap hari, yaitu 24 jam, tapi menghasilkan karya dan kualitas yang berbeda, ini artinya bahwa berbahagia dan belajarlah demi waktu untuk masa depan dunia dan akhirat. Mengkalkulasikan usia bukan berarti belajar pesimis dalam hidup tapi agar kita bisa mengatur langkah tidak sembarangan dalam berbuat dan berucap, karena pada dasarnya manusia telah banyak menyia-nyiakan waktu tanpa disadarinya.

Berbicara masalah waktu dan usia tersebut di atas adalah menggambarkan kehidupan yang cukup singkat, namun Allah SWT tetap memberikan pintu yang selebar-lebarnya bagi hamba yang datang, menyerahkan diri, bertaubat, minta ampunannya, kemudian dari pada itu, kehidupan dunia ternyata juga bisa menjadi ibadah terhadap Allah SWT. Jika pun kita tidak selalu duduk bersimpuh setiap waktu dan harinya di masjid, namun dengan kita bekerja, menafkahi keluarga, belajar dengan giat, menemukan solusi atas berbagai macam masalah keumatan dan kebangsaan, begitupun memimpin dengan cara yang adil, maka itu semua merupakan jihad sosial yang Allah SWT banggakan. Mengutip pernyataan Qurais Shihab dalam bukunya Wawasan Al-Quran “Walaupun Al-Quran bukan kitab ilmiah dalam pengertian umum, namun  kitab  suci  ini  banyak   sekali   berbicara   tentang masyarakat.  Ini disebabkan karena fungsi utama kitab suci ini adalah mendorong lahirnya  perubahan-perubahan  positif  dalam masyarakat,  atau  dalam  istilah  Al-Quran litukhrija an-nas minazh-zhulumati ilan nur  (mengeluarkan  manusia  dari  gelap gulita  menuju  cahaya  terang  benderang). 

"Wa ta'awanu 'alal birri wat taqwa, wa la ta'awaunu alal itsmi wal 'udwan." (Saling menolonglah kalian dalam hal kebaikan dan janganlah saling menolong dalam hal kejahatan). [Q.S. Al Maidah.2]. 

Ada seorang lelaki hendak menjenguk saudaranya yang berdomisili di kampung lain. Maka Allah memerintahkan seorang malaikat untuk mencegatnya di tengah jalan. Tatkala lelaki itu melintasi malaikat tersebut, malaikat bertanya, "Kemanakah engkau hendak pergi?" Ia menjawab, "Aku hendak menjenguk saudaraku di kampung ini." Kembali malaikat bertanya, "Apakah engkau memiliki sesuatu kepentingan yang hendak engkau selesaikan darinya?" Kembali ia menjawab, "Tidak, hanya saja aku mencintainya karena Allâh Subhanahu wa Ta’ala." Mendengar jawaban itu, malaikat itupun berkata, "Sesungguhnya aku adalah utusan Allah untuk mengabarkan kepadamu bahwa Allah telah mencintaimu, sebagaimana engkau telah mencintai saudaramu karena-Nya”. [HR. Muslim].

Sebagai makhluk ciptaan-Nya, diperintahkan untuk beribadah, ibadah dalam artian khusus adalah menghambakan diri, shalat dan menjalankan rukun Islam dan meyakini rukun imannya, namun di sisi yang lain sebagai umat yang baik dengan mencontoh pola kehidupan Rasulullah, maka bisa ditarik kesimpulan kehidupan dunia adalah jalan menuju kehidupan layak di akhirat yaitu dengan saling menghormati, menjaga perasaan, silaturrahim, tolong menolong, memberi manfaat, membangun pemerintahan yang lebih baik, menjaga persatuan dan kesatuan. Ini adalah amalan dunia yang juga dicintai Allah kemudian di surga-Nya. Karena iman tanpa aktifitas yang baik terhadap manusia dan lingkungan seperti binatang dan alam ini, hanya menjadikan diri pribadi yang egois. Keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat merupakan kunci keberhasilan seorang manusia dalam mengemban misi khalifatullah.

*Rahmat Kurnia Lubis adalah alumnus Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar