Kamis, 13 Februari 2014

Islam dan Substansi Paham Kebangsaan

 
Oleh : Rahmat Kurnia Lubis*

Di setiap denyutan nadi dan detak jantung kehidupan,  individu, golongan maupun suatu bangsa, bahwa selalu ada kenyataan sejarah yang tidak bisa kita pungkiri, tinggal lagi kemudian yang menjadi permasalahan adalah seringnya terjadi manipulasi sejarah itu sendiri baik yang memang terjadi secara sengaja, hal itu bisa saja merupakan tekanan penguasa dalam membungkam pelaku sejarah atau memang kenyataan bahwa masih banyak sekali dokumen-dokumen penting berserakan dan yang masih tersimpan dalam watak para pelaku nya. Begitulah hal nya ketika kita berbicara untuk konteks keIndonesiaan di negeri ini. Sebenarnya menarik ketika kita melihat sesuatu hal yang menjadi kenyataan dalam sebuah kemerdekaan Indonesia, hal itu menjadi penting untuk diungkapkan karena memang pada dasarnya dalam kondisi keterbatasan ilmu pengetahuan akibat imperialisme dan penguasaan para penjajah terhadap beberapa wilayah yang menjadi bagian dari pada republik ini membuat kita sebagai warga menjadi terkotak-kotak kan akibat politik non etis serta segudang permasalahan lain yang pada akhirnya mengakibatkan bangsa ini terjajah dengan kurun waktu yang cukup lama.
Untuk konteks kekinian dalam suasana Indonesia modern sesungguhnya bahwa kita sudah diikat oleh empat pilar bangsa yaitu yang pertama UUD 1945, Pancasila, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Merupakan sebuah bentuk konstitusi ataupun hukum yang harus mampu membuat bangsa ini lebih beradab, maju dan berwibawa, namun kemudian sampai hari ini tesis itu bertolak belakang dengan peradaban Indonesia, kasus-kasus kekerasan, opini tentang penentangan terhadap negara, mewujudkan satu ideologi  beragama, dan lain-lain sebagainya menjadi isu yang di kampanyekan atau ingin di paksakan terhadap bangsa ini, apa mungkin perlu penjabaran yang cukup panjang lagi hingga membuat kita sadar akan kenyataan bahwa kita sudah tertinggal hanya karena masalah-masalah antara negara agama atau bukan,  antara syariat dan pancasila, fenomena berpikir sempit yang mencoba melawan arus dan cita para pejuang, pahlawan, dan ulama kemerdekaan untuk Indonesia satu harus di syukuri dan di di pelihara secara bergandengan, itulah wujud bhinneka tunggal ika sesungguhnya dalam negeri ini, pemikiran yang stagnan atau buaian mimpi ini perlu dibangunkan dari tidur panjangnya.
Dua faktor yang menjadi acuan penting dalam sejarah pra kemerdekaan adalah agama dan adat, mungkin seorang  yang arif dan bijak dengan adanya data bahwa tidap dapat di sangkal sejarah bahwa Islam sebagai agama dan adat sebagai falsafah mampu membuat para punggawa yakni the founding fathers menemukan inspirasi dalam sebuah perjuangan panjang itu. Gelora jihad yang disuarakan mampu membuat golongan beragama berjuang tiada henti menemukan identitas bangsa nya karena pada dasarnya agama sebagai ajaran dan aplikasi tertuang sebuah teori Ilahi bahwa sesungguhnya kita harus mencintai perdamaian, menolak kekerasan, pertikaian dan memperjuangkan kemerdekaan karena memang pada dasarnya mencintai tanah air merupakan bagian dari pada Iman, di sisi yang lain selain dari pada agama bahwa sesungguhnya adat juga mampu menyatukan penderitaan suatu teritorial atau daerah hingga menjadi kekuatan bersama yang mampu menolak dan mengusir perilaku kesewenangan pihak kolonialisme dalam menanamkan misi dan perampasan terhadap hak negeri jajahan nya.
Akhirnya pancasila sebagai ideologi negara sudah mempunyai tawar dalam penyelamatan bangsa karena pada dasarnya tertuang nilai-nilai universal yang mampu menampung cita seluruh golongan di republik ini, sementara itu Islam telah memberikan solusi dalam penyelamatan jiwa dan, adat yang rapuh serta paradoks yang bertentangan dengan kemanusiaan, ia mampu menjadi inspirasi untuk menjunjung tinggi egaliter  atau persamaan hak yang antara lain berbuah  atas penyudahan sistem kasta dalam masyarakat Hindu Nusantara, begitupun dengan hidup rukum berdampingan sebagai model percontohan masyarakat beradab Madinah di masa rasulullah saw.
Permasalahan mendasar kemudian terhadap individu beragama dan masyarakat yang bernegara adalah sering nya individu dan golongan tertentu salah mengartikulasikan sebuah formula dari falsafah bangsa dan agama yang kita miliki, hingga sampai saat ini banyak sekali diantara kita yang tidak paham mana sesungguhnya agama, pemikiran keagamaan, dan tradisi, demikian juga hal nya permasalahan sebuah hukum dan undang-undang yang menjadi acuan bangsa ini kerap hanya lah kepentingan politik yang sesungguhnya merupakan panglima dari sebuah kepentingan.
Bagi kelompok tertentu menyampaikan bahwa negara Indonesia harus di usung dengan negara bersyariat, namun jauh dari pikiran formalistik tersebut, para pahlawan, dan ulama-ulama bangsa ini sudah memasukkan nilai-nilai keTuhanan, kemanusaan, persatuan, dan kebebasan memeluk agama, beserta melaksanakan syariat sesuai dengan kepercayaannnya. Mereka para ulama dan pejuang tidak sekedar memformalkan bahasa syariat dalam kebhinnekaan ini, tapi mewujudkan persatuan dan hidup rukun, berbudaya serta beragama di dalamnya. Jika ada individu dan kelompok tertentu yang mencoba mengusik kebangsaan dan mencerai beraikannya maka ia sesungguhynya tidak paham syariat yang sebenarnya dan tidak mengerti konsep bangsa yang berbudi. Jika keamanan dan persatuan dapat kita raih, masih kah kita mengisukan suatu hal yang membuat perpecahan hadir di dalamnya. Indonesia cinta damai, Islam mengayomi bangsa dan pengawal kemerdekaan dunia. Tafakkaru.
*Penulis adalah Alumni Program Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar