Jumat, 14 Februari 2014

Damai Hak Hajat Semua Kehidupan

 
Oleh : Rahmat Kurnia Lubis*
Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam semangat persaudaraan. Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan tanpa pengecualian apapun ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat yang berlainan. Hal ini lah yang kemudian menjadi cikal bakal terbentuk nya sebuah kebangsaan, kemasyarakatan, atau kenegaraan. Mustahil terbentuk sebuah tatanan konstitusi, hukum atau negara yang merdeka, bersyarikat jika individu, kelompok dan golongannya semua membawa warna masing-masing tanpa ingin di akomodir oleh ketetapan hukum yang mengikat semua golongan.
Tanpa sikap yang saling mendukung dari jiwa, dan masyarakat nya, maka perdamaian seolah suatu hal mimpi, ke tidak sadar an manusia atas diri dan golongan nya telah melukai perasaan orang lain, memaksakan kehendak atas sebuah hukum negara atas satu ideologi, inilah yang memunculkan perbedaan yang merapuhkan semangat bersama kebangsaan, dari hal tersebut kiranya  pantas jika toleransi hingga perdamaian perlu diajarkan, dibentuk dalam diri setiap orang serta terus menerus diupayakan dan dipromosikan. Dalam hal ini badan dunia PBB melalui Sidang Umumnya pada tahun 1981 memaklumkan penetapan Hari Perdamaian sedunia pada setiap hari Selasa pekan ketiga bulan September. Hari khusus ini dimaksudkan untuk memperingati, mengajarkan dan memperkuat cita-cita perdamaian. Sidang Umum PBB tahun 2001 menetapkan tanggal pasti untuk perayaan Hari Perdamaian sedunia yakni setiap tanggal 21 September dan diumumkan sebagai hari gencatan senjata sedunia.
Ketika kita mengambil definisi kedamaian, persatuan, dan kehormatan dalam kaca mata Islam maka tentu nya menjadi sebuah keniscayaan yang tidak dapat di tawar, ini merupakan cita dan wujud Islami yang sesungguhnya, maka tidak heran, pembebasan perbudakan menjadi misi utama rasulullah saw dalam mewujudkan perdamaian dan kehormatan bagi setiap individu. Dalam al Quran juga banyak sekali ayat-ayat yang melarang kepada manusia untuk berbuat kerusakan, kerusakan ini dapat di artikan sebagai bentuk kedzoliman terhadap kebebasan individu, lingkungan, dan lain sebagainya.  
Rasulullah saw telah membangun akhlak teladan dalam mencerminkan jiwa kebangsaan yang tinggi dalam menyatukan umat manusia hidup rukun di dalamnya, hal ini dapat kita jumpai dalam Piagam Madinah yang merupakan sejarah pertama dalam konstitusi Islam untuk mencapai konsensus bersama dalam masyarakat yang majemuk dan plural. Tujuan inisiatif dan ketetapan nabi Muhammad saw  adalah untuk mengorganisir dan mempersatukan umat manusia sebagai umat yang satu (ummat wahidah).
Di dalam Piagam Madinah ini disebutkan dasar-dasar hidup bersama masyarakat majemuk dengan ciri utama kewajiban seluruh warga Madinah yang majemuk itu untuk menjaga dan membela pertahanan-keamanan bersama, serta menghormati kebebasan beragama. Dalam kaitan nya dengan masyarakat Yahudi, Piagam Madinah menjelaskan: “Dan orang-orang Yahudi mengeluarkan biaya bersama orang-orang beriman (Muslim) selama mereka diperangi (oleh musuh dari luar). Orang-orang Yahudi Banu ‘Awf adalah satu umat bersama orang-orang beriman. Orang-orang Yahudi itu berhak atas agama mereka, dan orang-orang beriman berhak atas agama mereka pula. Semua suku Yahudi lain di Madinah sama kedudukannya dengan suku Yahudi Banu ‘Awf” (Muhammad Hamidullah, Majmu’at al-Watsa`iq al-Siyasiyyah (Kumpulan Dokumentasi Politik), (Beirut: Dar al-Irsyad, 1389 H/1969 M), h. 44-45).
Tugas besar yang diemban oleh ummat manusia sebagai konsekuensi logis dalam penerimaan amanah dari Allah SWT adalah menjaga dan memelihara serta mengelola bumi. Sehingga bumi tidak terjadi kerusakan dan bumi bermanfaat bagi seluruh penghuni alam. Karena pada saat ini banyak kerusakan yang telah dilakukan oleh ummat manusia, sehingga menyebabkan hidup didalamnya tidak nyaman. Sesuai dengan firman Allah SWT “Telah nyatalah kerusakan di daratan dan di lautan sebagai akibat dari perbuatan tangan manusia sendiri (Q.S. Ar-Rum. 41). Oleh karena itulah Allah SWT melarang keras berbuat kerusakan dimuka bumi, mengutip kembali firman Allah SWT  “Janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakana [Q.S. Al-Qashash:77].
Kedua ayat tersebut memberikan penjelasan, betapa pentingnya pengelolaan lingkungan alam dalam ajaran agama Islam. Sehingga Islam mengajarkan kepada para pemeluknya, agar memiliki kedisiplinan yang tinggi dalam upaya pelestarian nya. Sungguh tepat ungkapan yang menyatakan bahwa alam sekitar merupakan warisan nenek moyang kita. Ungkapan ini mengingatkan, betapa pentingnya pemeliharaan terhadap alam raya ini, sebab alam ini bukan hanya diperuntukkan bagi kita, tetapi juga bagi anak cucu kita kelak.
{وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لا تُفْسِدُوا فِي الأرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ، أَلا إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَكِنْ لا يَشْعُرُونَ}
 
Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi,” mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan”. Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar” [QS al-Baqarah:11-12].
{وَلا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلاحِهَا}
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya…”.
Perbuatan kerusakan tentunya dapat di artikan sebagai bentuk kedzoliman, yang membuat manusia atau makhluk tidak nyaman, kerusakan ini bisa terjadi terhadap sumber daya alam seperti air, udara, tanah dan hutan, tapi disisi yang lain kerusakan sering di lakukan dengan melakukan aktifitas-aktifitas kekerasan, membendung pikiran kreatif manusia, melakukan aksi yang tidak santun, mengkampanyekan suatu hal yang bertolak belakang dari cita-cita bangsa, mencoba membela agama dengan cara yang kasar. Semua ini tentunya bentuk kerusakan secara fisik dan mental.
Pesan dari kanjeng nabi saw yang mungkin sering di lalaikan umat manusia adalah “Siapa yang melawan dzimmi (non muslim yang tidak memusuhi Islam), sama dengan melawanku”. Untukmu agamamu dan untukku agamaku”. Sebagai ungkapan bijak harusnya kita harus sadari agama adalah untuk Allah SWT sedangkan tanah air adalah milik semua. Dan Allah mempertegas pernyataan ini kepada manusia dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan. [Surat al Baqarah, ayat 60]. Sekali lagi berbuat kerusakan tentunya tidak hanya di lakukan untuk alam, namun kerusakan bisa terjadi akibat perselingkuhan agama dengan kepentingan, ketidakpahaman atas makna indah beragama. Marilah kita menjaga agama dengan menyampaikan pesan damai, persatuan, keadilan, dan mencintai tanah air ini untuk semua anak bangsa.
*Penulis Adalah Alumni Program Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

1 komentar: