Selasa, 04 Februari 2014

Membangun Dialog Santun Demi Islam Rahmatan lil Alamin.


Oleh : Rahmat Kurnia Lubis*


KH Nuril Arifin memberikan ceramah tentang membangun hubungan antar iman umat beragama, dan bertujuan membangun kesatuan dan kekuatan bangsa dan negara di salah satu gereja undangan dari Pendeta dan Gembala Sidang Gereja Bethany Tayu, Pati, Jawa Tengah. Dr. Quraish Shihab, mengatakan, “Tidak ada masalah mereka yang membolehkannya, selama pengucap nya bersikap arif bijaksana dan tetap terpelihara akidah nya, lebih-lebih jika hal tersebut merupakan tuntunan keharmonisan hubungan merupakan sesuatu yang menarik”, ujar Quraish. Begitu pun dengan Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj membuat nota kesepahaman (MoU) dengan Universitas al-Mustafa al-’Alamiyah, Qom, Iran.  Dokumen kerjasama di bidang pendidikan, riset dan kebudayaan. Dan terakhir adalah Mutofa Bisri dalam sebuah tulisan nya yang di kutip dari salah satu media Islam mengatakan “Karena melihat sepotong, tidak sejak awal, saya mengira massa yang ditayangkan TV itu adalah orang-orang yang sedang kesurupan masal. Soalnya, mereka seperti kalap. Ternyata, menurut isteri saya yang menonton tayangan berita sejak awal, mereka itu adalah orang-orang yang ngamuk terhadap kelompok Ahmadiyah yang dinyatakan sesat oleh MUI. “Saya sendiri tidak mengerti kenapa orang yang dinyatakan- sesat harus diamuk seperti itu? Ibarat nya, ada orang Semarang bertujuan ke Jakarta, tapi ternyata tersesat ke Surabaya, masak kita yang tahu bahwa orang itu sesat menempelenginya”. Ujar tokoh Nahdlatul Ulama ini.

Tidak sedikit media yang saat ini memberikan respon tanggapan miring terhadap para sesepuh dan tokoh agama di republik ini, dari kutipan tersebut di atas ternyata bagi sebagian kelompok tertentu bahwa tokoh yang membela kaum lemah, menyampaikan sikap santun, dan ingin menunjukkan Islam yang tidak sebatas formalistik tapi menunjukkan dengan nilai yang rahmatan lila lamin ini di anggap sesat oleh sekelompok orang di media tertentu. Apakah karena memberikan ceramah dalam sebuah ruang gereja secara otomatis membuat seorang muslim menjadi kafir, apakah jika melakukan sistem kerja sama dengan penduduk yang mayoritas syiah otomatis menjadikan seseorang itu tersesat, atau apakah karena penafsiran dan pembelaan terhadap manusia agar tidak di hakimi dengan brutal itu di namakan pembela orang yang tersesat. Ini pelru di luruskan tentunya agar tidak menimbulkan fitnah dan prasangka yang salah di masyarakat, apalagi berita semacam ini muncul dari media yang mengatas namakan diri sebagai seorang muslim. Kekhawatirannya adalah bahwa justru statemen yang di sampaikan justru mengandung unsur propaganda yang membuat orang terpecah atau bahkan menjadi terbalik memusuhi lainnya.

Imam Al Bukhari bahkan telah membuat bab dalam kitab Shahih-nya, Bab Shalat di Gereja. Dan Umar Radhiallahu’anhu berkata, “Sesungguhnya kami tidak masuk ke gereja kamu semua karena ada patung yang dimana di dalamnya ada gambar-gambar.” Dahulu Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma melaksanakan shalat di geraja kecuali kalau di gereja tersebut ada patung. Hal ini juga perlu kita sandarkan atas apa yang di sampaikan oleh Allah SWT dalam al Quran, surat Al Kafirun ayat 1 sampai 6, menjelaskan secara khusus tentang kewajiban kita beragama adalah beribadah kepada Tuhan yang kita sembah dan mereka para kafir silahkan beribadah kepada Tuhan yang mereka sembah, begitulah demokratisnya Allah SWT menyampaikan pesan wahyu. Ibnu ‘Aidz dalam Futuh As Syam meriwayatkan bahwasanya orang Nasrani membuatkan makanan untuk Umar ketika beliau sampai di Syam, kemudian mereka mengundang Umar. Beliau bertanya, “Di mana?” Mereka menjawab, “Di gereja.” Maka Umar tidak mau menghadirinya dan Beliau berkata kepada Ali, “Berangkatlah bersama para sahabat agar mereka bisa makan siang.” Maka berangkatlah Ali, kemudian Ali melihat ke gambar, sambil mengatakan, “Tidak ada masalah bagi Amirul Mukminin (Umar) andaikan dia masuk dan makan.” Sikap para sahabat ini menunjukkan kesepakatan mereka tentang bolehnya masuk gereja meskipun di dalamnya terdapat gambar. 

Di antara imam mazhab dalam dunia Islam juga tentu nya ada yang melarang untuk memasuki gereja, namun ini alasannya lebih di sebabkan jika di dalamnya ada patung, atau jika di dalamnya ikut beribadah sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan orang dari pihak gereja tersebut. Selain itu ada hadits nabi yang mengatakan bahwa di tempat tersebut ada kemurkaan Allah melalui hadits nabi “Janganlah kalian masuk menemui orang-orang musyrikin  di gereja-gereja dan tempat-tempat ibadah mereka, karena kemurkaan (Allah) turun kepada mereka.” (HR. Al-Baihaqi dalam As-sunnah 9/234. Tapi jika ada maslahat yang lebih besar, memberikan pemahaman yang baik tentang arti perdamaian, persatuan, bagaimana membangun bangsa bukan untuk ritual ibadah, tentu nya ini sesuatu hal yang di perbolehkan sebagaimana Ali bin Abi Thalib memasuki gereja untuk undangan jamuan makan tersebut di atas.

Mengutip sebuah pernyataan KH. Nuril bahwa hukum tertinggi semua agama adalah kasih, karena tidak akan berlaku landasan kitab suci jika di pelaku agama nya justru menciptakan kerusuhan, saling berburuk sangka, dan menciptakan permusuhan di antara masyarakat nya. Islam itu sangat santun, maka siapapun bisa di ajak berdialog dan bekerja sama sepanjang hal tersebut dapat memberikan manfaat yang lebih besar untuk umat dan bangsa dan agama ini. Bisa jadi sebenarnya orang yang kita sangka kan buruk itu ternyata jauh lebih baik di mata Tuhan dari pada kita sebagai seorang yang seolah selalu membela Tuhan tapi menamkan kebencian dan propaganda sesat, negatif buat orang lain.

Islam itu sangat santun, maka jika ada sesuatu hal perbedaan maka lakukanlah dialog yang lebih baik, perlu juga kita pahami bahwa otoritas sesat itu hanya mutlak miliknya Allah SWT, kita hanya mengetahui dari ayat dan hadits baginda nabi yang secara umum, maka jika ada perbedaan yang sudah secara umum di sepakati secara umum oleh ulama atas sesuatu hal tentang halal dan haram, salah maupun benar, maka pergunakanlah kearifan untuk memberikan keputusan atas setiap perkara. Allah SWT berfirman:

"Ud’u ila sabili rabbika bilhikmah wal mauidzotil hasanah, wajadilhum billati hiya ahsan." [Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan bijaksana dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan cara yang baik]. (Q.S. An-Nahl. 125)

Penting untuk di ketahui juga agar lebih bijak bahwa bukan berarti pikiran keagamaan yang mengandung unsur tafsir itu harus satu, karena banyak interpretasi yang juga tentunya argumentasi tidak bisa dengan serta merta di hakimi. Rasulullah atas kasih dan perhatiannya untuk mendakwahkan agama yang santun ini bahkan harus rela untuk memberikan makanan kepada seorang pengemis Yahudi tua dan buta, yang setiap hari mencacinya, tapi rasulullah tidak pernah marah, bahkan kanjeng nabi mendoakan umat yang belum masuk kepada hidayah ini dengan mengatakan ya Rabb, tunjukilah mereka karena mereka sesungguhnya tidak mengetahuinya. Tafakakru.

*Penulis adalah Alumni Program Pasca Sarjana Univeritas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar