Jumat, 09 November 2012


Surabaya—Sejak memasuki era reformasi, mulai bermunculan kelompok-kelompok yang giat bergerak mengatasnamakan Islam dan ingin mengganti dasar negara menjadi Negara Islam. Padahal, dalam proses panjang dan berdarah-darah untuk memperjuangan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), tak terlepas dari peran besar para ulama.
Yang sangat disayangkan karena fakta ini tak dicatat oleh sejarah resmi. Terutama peran besar mereka dalam perang perlawanan pada 10 November 1945, yaitu dengan lahirnya resolusi fatwa jihad perang mempertahankan negara. Karena itu, fakta tersebut perlu digali kemudian diangkat kembali ke pentas nasional.
Upaya tersebut  ditandai dengan didirikannya Monumen Resolusi Jihad Fii Sabilillah NU di Surabaya, pada 22 Oktober 2011 lalu di Gedung PCNU Kota Surabaya.
Upaya ini diharapkan menjadi simbol penggalian api sejarah perjuangan rakyat Indonesia, yang dipelopori para ulama dan kaum santri, dan mengingatkan semangat dan makna jihad yang benar-benar syar’i,  yakni  membela Tanah Air merupakan bagian dari iman.
“Dengan demikian, masyarakat  khususnya generasi muda, mendapatkan peta sejarah yang sempurna bagaimana ulama berperan dalam perjuangan kemerdekaan. Bahwa membela tanah air itu bagian dari iman dan benar-benar syar`i sifatnya,” cetus Riadi Ngasiran, yang menjadi pelaksana dan penggali data pendirian Monumen Resolusi Jihad di kantor PCNU Surabaya.
Berkat  lahirnya Resolusi Jihad yang dirumuskan di gedung PCNU Kota Surabaya, sambung Riadi, rakyat di seluruh lapisan, dan tentara memperoleh dukungan moral yang luar biasa melawan para penjajah. Dan tak kurang para ulama berbagai dari organisasi sosial Islam seperti Nahdhatul Ulama (NU), Masyumi, maupun Muhammadiyah, turun gunung melawan habis-habisan.
“Bung Tomo selaku ketua Barisan Pemberontak Republik Indonesia (BPRI), ketika memobilisasi kekuatan rakyat, beliau meminta dukungan spiritual dari Hadlratussyeikh Hasyim Asyari yang saat itu sebagai Rais Akbar Nahdlatul Ulama,” tegas Riadi.
Harapan besar dari proyek penggalian fakta terlupakan ini,  terang Riadi yang juga ketua Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) itu,  bisa dimasukkan dalam rangkaian Sejarah perjuangan bangsa Indonesia, dalam kurikulum sejarah, di sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan secara umum di Indonesia. 

sumber: lazuardibirrru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar