Pasca reformasi, fenomena kekerasan atau
konflik horizontal telah meletup di sejumlah daerah di Tanah Air.
Beberapa konflik tersebut dipicu atas nama agama. Perbedaan keyakinan
dan sikap intoleransi terhadap antar umat beragama seperti kasus
Ahmadiyah dan GKI Yasmin, Bogor hingga kini belum berakhir.
Menurut cacatan The Wahid Institute
indeks kasus kerukunan antar umat beragama atau kekerasan atas nama
agama setiap tahun presentasenya naik. Misalnya, selama tahun 2011
pelanggaran kebebasan beragama di beberapa daerah mencapai 92 kasus (18
persen), sedangkan pada tahun 2010 mencapai 64 kasus.
Hal ini bertolak belakang dengan budaya
bangsa Indonesia yang dikenal sebagai bangsa ramah, toleran, dan santun.
Menurut Direktur Eksekutif The Wahid Institute Yenny Wahid, nilai-nilai
budaya bangsa yang luhur tersebut kini mulai pudar sehingga masyarakat
rentan bertindak anarkis dan berkonflik.
Berikut penuturan Yenny terkait fenomena
konflik dan radikalisme serta terorisme mengatasnamakan agama ketika
ditemui di kantornya.
Belakangan ini di negeri kita
kerap terjadi konflik sosial bahkan radikalisme dan terorisme berbasis
agama. Bagaimana Anda melihat fenomena tersebut?
Di mata dunia Indonesia dianggap sebagai
negara yang membawa obor perdamaian. Namun beberapa tahun terakhir
ternyata banyak terjadi konflik beragama. Setiap tahun kami membuat
indeks kerukunan umat beragama atau aksi kekerasan atas nama agama yang
dilakukan kelompok maupun organisasi yang ada di negara kita. Hasilnya
ternyata ada peningkatan jumlah kasus dan persentase. Kekerasan tersebut
dilakukan bukan saja oleh ormas melainkan juga oleh instansi pemerintah
baik secara individu maupun pihak keamanan.
Hal ini terjadi salah satunya karena
ketidaktegasan sikap dari pemerintah yang membiarkan konflik berkembang.
Buktinya, ormas-ormas yang lakukan kekerasan/perusakan mengatasnamakan
agama dimana-mana tetapi tidak ada tindakan apapun dari
pemerintah/aparat keamanan. Bahkan kadang-kadang aparat keamanan sendiri
ikut melakukan kekerasan kepada masyarakat.
Bagaimana supaya nilai-nilai yang dulu bisa kembali lagi?
Pendekatannya harus komprehensif. Pendekatan komprehensif misalnya tidak hanya dengan pendekatan keamanan, represif,
atau tidak bisa orang yang terlibat terorisme di tangkap lalu selesai.
Itu tidak bisa karena orang terlibat terorisme atau kekerasan itu ada
akar masalahnya yang harus ditelusuri. Akar masalah bisa faktor
kemiskinan dan pendidikan.
Saat ini pendidikan di Indonesia sudah
melupakan banyak faktor dan banyak unsur sudah hilang didalamnya. Jadi
anak-anak Indonesia direduksi hanya menjadi semacam angka, anak-anak
dipaksa untuk melihat angka saja. Artinya, anak dianggap berhasil dan
sukses kalau dia lulus Ujian Nasional. Tetapi sikap ramah tamah, rajin
bekerja, dan tak pernah bolos selama mereka belajar diabaikan begitu
saja. Pendidikan harus kembali kepada pendidikan yang berbasis moralitas
bukan mencetak orang-orang pandai/pintar, atau orang-orang punya skills
tinggi tetapi tidak punya budi pekerti dan akhlak.
Menurut Anda apakah terorisme dan radikalisme agama itu?
Radikalisme agama adalah upaya untuk
memaksakan faham kelompoknya kepada orang lain dengan cara menggunakan
kekerasan. Bahkan menghakimi orang lain yang berbeda keyakinan
dengannnya dianggap kafir dan musuh yang harus diberantas. Nah, buat
kami agama itu proses dalam hidup. Kalau ada orang tak
mengerti/menyimpang dari agama harus kita tuntun supaya bisa kembali ke
jalan yang benar. Tetapi tidak dengan cara kekerasan melainkan denga
cara-cara baik, karena al-Qur’an dengan jelas mengajarkan kita seperti
itu. Bila kita tidak setuju dengan orang lain berbantahanlah dengan cara
yang baik.
Apa saja bahaya radikalisme?
Pertama, berbahaya bagi bangsa dan
negara. Radikalisme menyebabkan kerusakan di masyarakat, orang-orang
tidak berdosa menjadi korban, kemudian orang terbiasa berfikir bahwa
kalau ingin menyelesaikan masalah harus dengan kekerasan. Bila begitu
nanti terjadi hukum rimba siapa yang kuat dialah yang menang. Kedua,
merusak nama agama Islam. Bagi saya mereka yang melakukan
pengeboman/pembunuhan atas nama Islam merusak citra Islam, seolah-olah
Islam sebagai agama teroris dan agama radikal. Islam bukan seperti itu.
Apa pendapat Anda tentang individu atau kelompok yang berjihad/lakukan kekerasan atas nama agama misalnya dalam memberantas kemungkaran?
Kemungkaran tidak bisa diberantas dengan
kemungkaran melainkan harus dengan kebaikan dan kemanusiaan. Kalau
kemungkaran dibalas dengan kemungkaran itu perang namanya, saat ini kita
tidak berada dalam posisi perang karena bukan dalam Daarul Harb.
Bila kita ingin melakukan pembenahan-pembenahan gunakanlah sistem yang
ada, memang lebih panjang tetapi lebih menjamin keadilan untuk semua dan
memastikan tidak ada korban-korban yang tak berdosa. Kalau ada orang
berjihad dengan kekerasan mengatasnamakan Islam, terkadang yang menjadi
korbannya orang Islam juga. Artinya siapa yang dia bela dan apa yang dia
bela. Banyak saudara muslim terbunuh hanya gara-gara sekelompok orang
yang ingin melakukan jihad tidak jelas.
Mengapa ada individu yang rela melakukan jihad menggunakan bom bunuh diri?
Ada rasa keputusasaan. Mereka melihat ada
ketidakadilan tapi mereka mencoba mengoreksi ketidakadilan dengan cara
yang tidak adil. Bila ketidakadilan diberantas dengan cara radikal atau
kekerasan maka yang timbul lingkaran setan kekerasan. Ketidakadilan
harus dilawan dengan kebaikan dan kemanusiaan, lalu mengedepankan
keadilan. Kebencian harus dilawan dengan cinta, cinta kepada masyarakat,
cinta kepada tetangga, dan cinta kepada sesama. Bila kita ingin
dihormati maka hormatilah orang lain, dan ketika kita ingin diperlakukan
baik maka perlakukanlah mereka dengan baik. Jadi kebencian tidak akan
menghasilkan apapun.
Pelaku kekerasan/terorisme mengklaim aksinya tersebut atas perintah/doktrin agama. Apa pendapat Anda?
Islam adalah agama yang sangat tua,
banyak kisah-kisah atau ayat-ayat yang mungkin konteksnya adalah ayat
perang. Kalau kita baca alquran harus tahu konteksnya kenapa ayat itu
turun, jadi tidak bisa disamaratakan begitu saja. Misalnya kita disuruh
membunuh orang Yahudi atau Kristen, maksudnya tidak seperti itu, namun
kita harus lihat dulu konteksnya kenapa ayat itu diturunkan. Jadi kalau
ada orang yang bilang ada doktrin agama untuk membunuh orang lain,
menurut saya interpretasinya salah dan tak mau berdampingan dengan orang
lain secara damai.
Bagi saya apakah kita berkawan atau
bermusuhan dengan orang non muslim, kita kembali kepada esensi ajaran
Islam, yaitu menyerukan perdamaian. Nabi Muhammad sendiri tidak pernah
mengajarkan kekerasan, akhlak beliau toleran, mengasihi sesama, dan
sabar. Sifat-sifat beliau tersebut harus kita pegang.
Bagaimana agar Islam rahmatan lilalamin bisa diterapkan dalam kehidupan masyarakat?
Seluruh umat Islam harus ikut aktif
menyebarkan ajaran Islam yang cinta damai, dan ini tidak bisa diserahkan
hanya kepada ustaz, mubaligh, dan kiyai. Umat Islam yang mengaggap
Islam cinta damai harus menyebarkan pesan itu kepada masyarakat
sekelilingnya. Kita diciptakan oleh Allah Swt berbeda suku, agama atau
lainnya untuk saling mengenal. Allah sengaja menciptakan manusia
berbeda-beda, dan inilah tantangan kita apakah bisa atau tidak menjadi
hamba-Nya yang betul-betul meniru sifat-sifat-Nya, yang pengasih dan
penyayang.
******
Harus diakui bahwa terorisme di negeri
ini belum sepenuhnya berakhir. Terorisme masih menjadi ancaman serius
sehingga perlu terus diwaspadai supaya aksi serangan bom tak terulang
kembali. Sel-sel jaringan terorisme masih berkembang di tengah
masyarakat. Sejumlah orang yang diduga terlibat jaringan terorisme masih
dalam proses pencarian aparat kepolisian.
Yenny menilai cara yang digunakan
pemerintah dalam pemberantasan terorisme belum maksimal karena cenderung
menggunakan pendekatan keamanan. Pemerintah perlu melibatkan masyarakat
sipil seperti LSM dan organisasi keagamaan karena memberantas terorisme
itu tak mudah.
Fenomena terorisme belum dapat diamputasi hingga sekarang, menurut Anda apakah penanganan terorisme yang dilakukan pemerintah belum maksimal?
Kurang berhasil karena pendekatannya
lebih banyak keamanan. Kalau pendekatannya hanya menangkap seseorang
yang telah menjadi teroris, tetapi tidak menghentikan aksi perekrutan
calon anggota teroris tentu tak akan berhasil menghentikan terorisme.
Padahal ini harus dihentikan dan disikapi pemerintah agar tidak ada lagi
ada anak-anak muda yang direkrut menjadi teroris. Fenomena anak muda
putus asa itu ada di semua negara, namun pelampisan putus asa anak muda
di negara Barat mengarah ke narkoba dan obat-obatan terlarang, sementara
di sini pelampiasannya ke terorisme. Artinya, ini problem universal
yang harus dilawan.
Bisa dijelaskan tentang pendekatan nonkeamanan?
Salah satu akar terorisme adalah
kemiskinan karena itu harus segera diatasi. Pemerintah harus mencari
cara untuk mengentaskan angka pengangguran dan anak putus sekolah.
Mereka perlu diberikan lapangan pekerjaan dan sekolah gratis atau murah.
Intinya anak muda diberikan harapan dan rasa bangga terhadap dirinya.
Melalui otonomi daerah, pemerintah daerah sebenarnya mampu mengatasi
masalah tersebut.
Di era reformasi masyarakat
memiliki kebebasan luar biasa. Rakyat melakukan kekerasan terhadap
sesama dianggap sebagai bagian dari kebebasan. Bahkan aksi terorisme
juga dinilai sebagai ekspresi kebebasan. Bagaimana agar masyarakat tidak
kebablasan menggunakan kebebasan?
Harus ada disiplin hukum. Bila orang mau
berpendapat silahkan namun harus ada disiplin. Demikian juga bila
orang-orang tak setuju dengan perbedaan tetap harus taat hukum. Misalnya
bila kita tak setuju Ahmadiyah atau ideologi lain tapi tidak berarti
kita harus membunuh/menyerang mereka. Kalau kita melihat ideologi mereka
salah kita luruskan dengan berdialog. Jadi masyarakat dari awal harus
diajarkan disiplin terhadap hukum.
Perlu ada pembatasan kebebasan?
Mengekspresikan kebebasan itu boleh
tetapi jangan mengganggu lingkungan/masyarakat. Misalnya pendapat kita
berbeda tak apa-apa tetapi ketika anda memaksakan saya untuk setuju
dengan pendapat anda apalagi dengan cara kekerasan atau mengancam maka
itu sudah keliru.
Memberantas radikalisme dan
terorisme tak mudah, pemerintah perlu melibatkan masyarakat sipil atau
organisasi keagamaan. Apa pendapat Anda?
Itu pasti, pemerintah harus bekerjasama
dengan lapisan masyarakat sipil atau kelompok/organisasi keagamaan untuk
menciptakan perdamaian. Pemerintah dan masyarakat sipil bersama-sama
merancang program namun yang mempunyai alat paling banyak adalah
pemerintah, mulai dari aparat keamanan, pemda, dan dana.
Selama ini pemerintah sudah maksimal merangkul masyarakat sipil?
Menurut saya pemerintah saat ini sangat
kalah dengan masyarakat sipil, kalau tidak ada mereka Indonesia lebih
hancur lagi. Masih untung ada mereka sehingga kerusakannya tidak terlalu
luas, jadi sekarang yang seharusnya dikerjakan pemerintah tapi
dikerjakan masyarakat sipil, ormas, dan LSM.
Bagaimana Anda melihat peran tokoh agama dalam mensosialisasikan ajaran agama yang cinta damai dan saling menghargai?
Mereka memiliki peran penting karena
langsung berhubungan langsung dengan masyarakat. Mereka bisa menciptakan
multimasyarakat, kebersamaan, dan toleransi antar sesama. Namun ada
juga ustadz dan ustadzah yang menyebarkan pesan kebencian, dan ini harus
ada tindakan tegas dari pemerintah.
Fakta di masyarakat memang ada ceramah-ceramah yang menyebarkan kebencian, lalu bagaimana mengatasinya?
Paling tidak melalui pendekatan persuasi
yaitu diminta untuk tidak menyebarkan pesan seperti itu. Namun bila
sudah betul-betul meresahkan masyarakat bisa dipanggil aparat keamanan.
Bagaimana Anda menilai peran
ormas misalnya NU dan Muhammadiyah dalam mencegah radikalisme agama dan
mengembangkan Islam cinta damai?
Mereka yang bergerak di akar rumput untuk
menetralisir pesan-pesan kebencian dari kelompok radikal. Peran mereka
sekarang sudah luar biasa karena langsung meredam masyarakat agar tidak
terprovokasi gerakan radikal.
Tapi faktanya masyarakat sekarang mudah terprovokasi?
Salah satunya karena masalah kebutuhan
ekonomi lalu nilai dirinya direduksi hanya sekedar urusan angka. Saat
ini harkat seseorang dilihat dari materi saja. Menurut saya yang harus
ditekankan harkat martabat seseorang adalah kepribadian atau nilainya di
masyarakat seperti menanam pohon bakau untuk mencegah abrasi. Bagi saya
itu lebih bernilai daripada orang yang nongkrong di mall. Cara pandang
demikian harus diubah.
Bagaimana cara mengubah cara pandang tersebut?
Melalui pendidikan, yakni kurikulumnya
harus diubah kearah pembentukan karakter siswa. Karena itu guru harus
mampu memberikan nilai-nilai moral yang baik kepada anak didiknya.
Mereka perlu diajak untuk berbagi dan berprilaku baik antar sesama,
bukan hanya apakah bisa mengerjakan tugas matematika atau tidak.
Standarisasi kelulusan penting namun itu jangan dijadikan standar
tunggal menilai keberhasilan pendidikan.
Apakah perlu pendidikan multikultural?
Itu juga penting untuk mencegah
ekslusifitas kelompok. Negara kita memiliki pluralitas seperti
multietnis, multiagama, dan multibahasa. Keragaman ini sudah menjadi
bagian dan nafas bangsa kita kenapa ditakuti, pluralisme bukan
menjadikan semua agama sama. Saya dan orang lain punya keyakinan
masing-masing tapi kita harus saling menghormati bukan kemudian agama
saya sama dengan agama dia. Saya menghormati keyakinan dan hak dia.
Pendidikan kita harus mengajarkan seperti itu?
Betul, soal benar-salah itu relatif. Kita
percaya saja tentang agama dan kebenaran agama masing-masing. Namun
kita tidak usah mengatakan misalnya kita orang Islam atau Hindu karena
itu tak benar.
Bagaimana menyebarkan toleransi dan kedamaian antar sesama terutama kepada generasi muda?
Mereka harus direkrut untuk menyebarkan
perdamaian. Mereka perlu dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan positif di
masyarakat seperti berjuang untuk kesetaraan gender dan berjuang melawan
narkoba. Beri mereka identitas, harga diri, dan harapan serta alat
untuk menjalani hidupnya melalui pendidikan. Mereka harus mampu berfikir
masa depan harus lebih baik dari kondisi sekarang.
Pandangan Anda kedepan, apakah radikalisme dan terorisme akan semakin besar atau bagaimana?
Menurut saya akan semakin meningkat
karena dalam beberapa tahun kemarin kita tidak melakukan upaya apapun
untuk mencegahnya. Jadi kita sekarang ada generasi yang hilang, generasi
yang putus harapan, disia-siakan karena kemarin tidak ada upaya apapun
dari pemerintah. Kalau kita tak cepat-cepat menarik mereka maka akan
banyak lagi yang menjadi tentara jihad. Ini harus segera disikapi oleh
kita.
Apa closing statement Anda?
Pekerjaan atau tugas menghapuskan
terorisme di Indonesia itu adalah tugas semua orang bukan cuma satu-dua
orang. Semua orang yang cinta terhadap bangsa ini harus ikut serta,
namun pemerintah mempunyai peran dan alat yang paling efektif untuk
melakukan perubahan yang paling berarti. Kita sangat berharap ada
pemimpin yang tegas terhadap penegakkan hukum supaya tidak ada lagi
masalah yang membuat masyarakat merasa tidak ada keadilan. Ketidakadilan
harus dituntaskan terlebih dahulu, kemudian akses ekonomi. Jadi
problemnya harus diatasi mulai dari akar sampai buahnya dan
pendekatannya harus holistik. Kita berharap semua elemen bisa kerjasama
dengan baik, dan yang paling penting identitas Indonesia adalah
keberagaman dan kebhinnekaan. Kalau kebhinnekaan di berangus maka tidak
ada lagi Negara Indonesia. Menjaga identitas negara adalah kewajiban
kita semua [Akhwani].
Biodata:
Nama Lengkap : Zannuba Ariffah Chafsoh Wahid atau Yenny Wahid
Tempat, Tanggal Lahir : Jombang, 29 Oktober 1974
Pekerjaan : Direktur Eksekutif The Wahid Institute
Pendidikan : S2 Harvard Kennedy School of Government, Amerika Serikat
(Wawancara 99 Orang Bicara Radikalisme dan Terorisme)