Selasa, 27 November 2012

Pesantren Dinilai Tempat Pendidikan Terbaik Bagi Anak Marginal



Pondok pesantren dinilai merupakan tempat terbaik bagi anak marginal. Hal tersebut diungkapkan Menteri Agama Suryadharma Ali. Karena itu, ia meminta pemerintah daerah ikut mendukung program Pendidikan Terpadu Anak Harapan (Dikterapan) yang akan membentuk Pondok Pesantren (Ponpes) untuk anak marjinal.
“35 triliun itu anggaran pendidikan untuk Kemenag. Dan saya selalu minta pada kanwil-kanwil agar kerja keras supaya anak jalanan di provinsinya tidak ada. Seharusnya pemda, pengusaha, wakil rakyat juga membantu,” kata dia, seperti dilansir laman resmi Kementerian Agama, Rabu, 21/11/2012.

Menag mengakui sedikit kesulitan mendistribusikan secara merata ke daerah-daerah. Pasalnya, anggaran pendidikan tersebut bersifat terpusat, bukan diperuntukkan langsung ke provinsi dan kota. “Membiayai pendidikan agama ada pembatasan. Kekeliruan masa lalu. Harus ada terobosan pendidikan agama dibiayai pemda,” ungkapnya.
Hambatan itu terbukti saat Bupati Jeneponto menganggarkan Rp 4 miliar untuk pendidikan agama. Anggaran lantas distop Badan Pemeriksa Keuangan dengan alasan hal tersebut menjadi urusan Kementerian Agama.
“Apakah kalau ingin belajar agama, anak-anak Jeneponto dibawa ke Jakarta? Meski kita sudah distribusikan sekitar 94-95 persen anggaran itu ke daerah, tetapi belum mencukupi. Peran daerah diperlukan,“ imbuhnya.

Menag pun mengapresiasi sekitar 300 ponpes yang mau bekerja sama dalam Dikterapan. Partisipasi ponpes tersebut, ujarnya, berarti membantu mengentas kemiskinan. Kesiapan ponpes menerima anak jalanan serta kurang mampu dengan beasiswa penuh memberi harapan pendidikan akhlak yang lebih baik mendatang.
“Kita perlu pendidikan berasrama karena problematika pokoknya bagi anak-anak tersebut adalah tempat tinggal agar tak kembali ke jalanan,” tegas Menag.

Selama setahun berjalan, Menag menargetkan Dikterapan mengentaskan sekitar 20 ribu anak jalanan. Semakin banyak anak yang dibina, Menag menyebut daerah tersebut layak sebagai kabupaten atau kota ramah anak. “Jangan duduk di belakang meja saja. Bina madrasah dan memadrasahkan anak karena Madrasah serta pondok pesantren pilihan terbaik pendidikan,” kata dia.
Sementara itu, Dirjen Pendidikan Islam Kemenag Prof Nur Syam menerangkan, pondok pesantren pelaksana Dikterapan akan memberikan pembelajaran bagi anak-anak fukoro walmasakin atau siswa yang tak mampu. Masing-masing pondok pesantren menjadi pelaksana internal.

“Mereka bekerja sama dengan pihak mana saja yang memberikan usulan nama-nama yang masuk katagori anak marjinal,” kata mantan Rektor IAIN Sunan Ampel Surabaya ini.
Kementerian Agama akan fokus memberikan pendidikan bagi anak-anak marginal usia 7 hingga 15 tahun. Untuk pembiayaan telah dianggarkan setiap anak menerima dana pendidikan sebesar Rp 500 ribu per tahun.

Program yang digulirkan oleh Kemenag pada awal tahun 2011 ini digadang-gadang ikut menyelesaikan permasalahan sosial. Pelajaran di ponpes, imbuh Nur Syam, tak hanya tertuju pada pelajaran agama saja.
Peserta juga akan diberikan pelajaran lain seperti pendidikan lokal, umum, dan ketrampilan. Sehingga setelah keluar dari ponpes bisa mencari nafkah yang lebih baik. Di sisi lain, akhlak peserta akan berubah sedikit demi sedikit dengan adanya pengetahuan agama yang lebih baik.[Az]

Sumber: Lazuardibirru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar